
Sepekan Bursa Saham Global Rontok, IHSG Anjlok, Resesi?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 February 2020 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepekan ini pasar saham kawasan Asia mendapat tekanan hebat akibat meluasnya wabah corona yang dikhawatirkan menjadi pandemi. Tekanan jual juga tak terelakkan di bursa saham tanah air.
Cemas dan panik adalah dua kata yang menggambarkan psikologis pelaku pasar pada pekan ini. Bursa saham global anjlok signifikan setelah di awal pekan terjadi lonjakan kasus baru virus corona yang terjadi di luar China.
Korea Selatan, Italia dan Iran menjadi tiga negara yang melaporkan pertambahan jumlah kasus infeksi COVID-19 secara signifikan dan untuk pertama kalinya mengungguli jumlah kasus baru yang dilaporkan di China.
Bertambahnya jumlah kasus baru secara signifikan di luar China serta merembetnya infeksi ke lebih dari 50 negara menjadi ancaman serius bagi perekonomian global. Adanya risiko tersebut membuat investor memilih risk averse mode dan beralih ke aset-aset safe haven.
Tekanan jual yang terjadi di pasar saham global juga menular ke bursa saham kawasan Asia. Layaknya infeksi yang menular dengan cepat, Wall Street yang terus ditutup anjlok dalam sepekan juga menjangkit pasar ekuitas benua kuning.
Rata-rata koreksi yang terjadi di mayoritas bursa saham utama Asia pada hari terakhir perdagangan kemarin mencapai 2,71% dengan indeks SETi (Thailand) yang paling dalam anjloknya minus 3,77% dalam sehari.
Sementara dalam sepekan terakhir, rata-rata koreksi yang terjadi di bursa saham kawasan Asia adalah 6,36% dengan kinerja terburuk di catatkan oleh bursa saham Thailand. Indeks bursa tanah air juga mencatatkan koreksi yang dalam sebesar 7,3% dalam sepekan.
"COVID-19 telah tereskalasi dengan cepat - pertama di China dan sekarang menyebar ke negara lain - dan berdampak signifikan ke perekonomian" tulis Sonal Varma dan Rebecca Wang analis Nomura dalam sebuah laporan pada 27 Februari 2020, seperti diwartakan CNBC International.
"Mengukur dampaknya terhadap perekonomian masih menjadi tantangan mengingat belum adanya bukti-bukti kuat" tulis kedua analis itu. "Untuk itu, kami mengkombinasikan bukti-bukti dari berbagai perusahaan dan sektor di berbagai negara (bottom up) untuk mengevaluasi dampak makronya"
"Kesimpulannya adalah jangan meremehkan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dalam jangka pendek" tambahnya.
Walau Indonesia belum melaporkan adanya satu kasus pun, bukan berarti RI kebal dari dampak perekonomian yang ditimbulkan oleh patogen yang satu ini. Pasalnya yang terjangkit paling banyak adalah China sebagai negara dengan perekonomian paling besar kedua di planet bumi.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, peran China terhadap ekonomi global sangat signifikan. China merupakan pusat manufaktur global dan terhubung dengan perekonomian negara lain melalui aktivitas perdagangan dan investasi.
Berbagai lembaga riset global memperkirakan pertumbuhan ekonomi China bisa terpangkas lebih dari 1 poin persentase. China sendiri merupakan negara mitra strategis bagi RI. Kontribusi Tiongkok ke perekonomian RI mencakup sektor perdagangan, investasi hingga pariwisata.
China yang merupakan mitra dagang sekaligus investor strategis bagi Indonesia. Pada 2019 saja nilai perdagangan barang non-migas antara Indonesia dengan China mencapai US$ 70,4 miliar.
Indonesia banyak mengekspor bahan bakar mineral (HS 27) seperti batu bara, minyak dan lemak nabati maupun hewani (HS 15), besi dan baja (HS 72) dan bijih mineral (HS 26) ke China.
Sementara China merupakan pemasok barang-barang kebutuhan manufaktur untuk Indonesia seperti mesin dan peralatan listrik (HS 85), komponen mesin dan mekanik lainnya (HS 84), plastik dan turunannya (HS 39) hingga senyawa kimia organik (HS 29).
China juga merupakan investor dengan nilai investasi (PMA) terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura. Pada 2019 nilai realisasi PMA dari China sendiri mencapai US$ 4,74 miliar atau setara dengan 16,8% dari total realisasi PMA sepanjang 2019.
Dari sektor pariwisata, pelancong dari China juga berkontribusi besar untuk Indonesia. Menurut data Kementerian Pariwisata, jumlah kunjungan dari China pada 2018 mencapai 2,14 juta atau setara dengan 13,53%.
Berikut adalah tabel yang meringkas hubungan ekonomi antara Indonesia dengan China :
Sumber : BPS, Kementerian Pariwisata, BKPM, CNBC Indonesia Research
Dari data di atas saja dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia sangat tergantung pada ekonomi China. Wajar saja jika kajian Bank Dunia mengatakan jika ekonomi China terpangkas 1 persen poin (pp) saja maka dampaknya ke perekonomian domestik bisa mencapai 0,3 pp.
Sementara itu pada kesempatan CNBC Indonesia Outlook 2020 beberapa hari lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika ekonomi Tiongkok terdampak virus corona sebesar 1 pp, maka ekonomi RI dapat terdampak sebesar 0,3-0,6 pp.
Untuk meredam dampak tersebut, pemerintah telah menyiapkan stimulus mulai dari diskon tiket pesawat, merampungkan kartu pra kerja serta memberikan insentif untuk mendongkrak konsumsi masyarakat dengan kartu sembako hingga meningkatkan kuota untuk subsidi rumah dengan anggaran mencapai Rp 1,5 triliun.
Tak hanya stimulus fiskal, kelonggaran moneter juga diberikan. Bank Indonesia selaku otoritas moneter tanah air pekan lalu memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%.
Namun kabar stimulus tersebut tak lantas membuat IHSG terangkat. Indeks bursa saham domestik masih mengekor bursa saham global yang babak belur akibat meluasnya infeksi virus corona.
Sejak awal tahun, IHSG telah mencatatkan pelemahan sebesar 13,44% dengan asing membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 4,7 triliun. Bahkan pada perdagangan kemarin IHSG sempat anjlok lebih dari 4% pada perdagangan intraday dan menjadi level pelemahan signifikan sejak September 2018.
Anjloknya IHSG secara signifikan ini direspons oleh berbagai pihak. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memberikan komentar terkait amblesnya bursa saham tanah air.
"Pemerintah bersama KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) terus mengikuti pergerakan pasar saham dan keuangan di dalam negeri dan di tingkat global. Pergerakan cukup signifikan di pasar keuangan global dipicu oleh perkembangan meluasnya penularan virus corona," kata Sri Mulyani kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/2/2020).
Tanggapan lain juga disampaikan oleh ketua dewan komisioner OJK Wimboh Santoso. Melalui pernyataanya, Wimboh menghimbau investor saham tanah air untuk tetap tenang merespons wabah corona yang menimbulkan gejolak pada pasar saham global
"Tenang aja kita sudah punya protokolnya, ya kalau udah melebihi threshold turunnya ya itu ada beberapa yang bisa kita lakukan. Kita bisa membolehkan buyback [pembelian kembali saham]," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Wimboh juga menegaskan bahwa koreksi di pasar saham domestik yang terjadi kemarin berbeda dengan tekanan yang terjadi pada 2008 sehingga kecil kemungkinan protokol krisis atau penghentian perdagangan (suspend) akan dilakukan. "Ga sampe. Ga sampe. Protokol udah siap," terangnya.
Hingga hari perdagangan terakhir Wall Street masih mengalami tekanan. Indeks utama Wall Street sempat tergelincir lebih dari 3%. Namun tekanan mereda setelah Gubernur The Fed, Jerome Powell memberikan pernyataan akan ‘bertindak sepantasnya’ yang seolah mengirim sinyal adanya potensi pemangkasan kembali suku bunga acuan.
“Fundamental ekonomi AS tetap kuat” kata Powell. “Bagaimanapun juga virus corona menimbulkan risiko terhadap perekonomian. The Federal Reserves akan terus memantau dengan cermat perkembangan (virus corona) dan dampaknya terhadap perekonomian. Kami akan menggunakan tools dan bertindak sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung perekonomian” tambahnya, melansir CNBC International.
Setelah mendapat angin segar itu, pagi tadi akhirnya Wall Street ditutup bervariasi. Indeks S&P 500 turun 0,74%, Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 1,34% dan Nasdaq Composite cenderung flat.
Bagaimanapun juga dalam sepekan ketiga indeks utama Wall Street mencatatkan pelemahan signifikan sejak krisis finansial 2008. Indeks S&P tergerus 11,5% (wow), DJIA jatuh 12,3% (wow) dan Nasdaq Composite ambles 10,5% (wow)
Masalah krisis akan terjadi atau tidak tidak ada yang tahu secara pasti. Semua tergantung dari seberapa ganas virus ini dan berapa lama virus ini akan bertahan hingga berhenti menjangkiti. Namun pasar memang sangat mencemaskan wabah ini sehingga terjadi aksi jual besar-besaran di bursa saham global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Wall Street Rekor Lagi, Saatnya IHSG Melesat ke 5.350!
Cemas dan panik adalah dua kata yang menggambarkan psikologis pelaku pasar pada pekan ini. Bursa saham global anjlok signifikan setelah di awal pekan terjadi lonjakan kasus baru virus corona yang terjadi di luar China.
Bertambahnya jumlah kasus baru secara signifikan di luar China serta merembetnya infeksi ke lebih dari 50 negara menjadi ancaman serius bagi perekonomian global. Adanya risiko tersebut membuat investor memilih risk averse mode dan beralih ke aset-aset safe haven.
Tekanan jual yang terjadi di pasar saham global juga menular ke bursa saham kawasan Asia. Layaknya infeksi yang menular dengan cepat, Wall Street yang terus ditutup anjlok dalam sepekan juga menjangkit pasar ekuitas benua kuning.
Rata-rata koreksi yang terjadi di mayoritas bursa saham utama Asia pada hari terakhir perdagangan kemarin mencapai 2,71% dengan indeks SETi (Thailand) yang paling dalam anjloknya minus 3,77% dalam sehari.
Sementara dalam sepekan terakhir, rata-rata koreksi yang terjadi di bursa saham kawasan Asia adalah 6,36% dengan kinerja terburuk di catatkan oleh bursa saham Thailand. Indeks bursa tanah air juga mencatatkan koreksi yang dalam sebesar 7,3% dalam sepekan.
"COVID-19 telah tereskalasi dengan cepat - pertama di China dan sekarang menyebar ke negara lain - dan berdampak signifikan ke perekonomian" tulis Sonal Varma dan Rebecca Wang analis Nomura dalam sebuah laporan pada 27 Februari 2020, seperti diwartakan CNBC International.
"Mengukur dampaknya terhadap perekonomian masih menjadi tantangan mengingat belum adanya bukti-bukti kuat" tulis kedua analis itu. "Untuk itu, kami mengkombinasikan bukti-bukti dari berbagai perusahaan dan sektor di berbagai negara (bottom up) untuk mengevaluasi dampak makronya"
"Kesimpulannya adalah jangan meremehkan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dalam jangka pendek" tambahnya.
Walau Indonesia belum melaporkan adanya satu kasus pun, bukan berarti RI kebal dari dampak perekonomian yang ditimbulkan oleh patogen yang satu ini. Pasalnya yang terjangkit paling banyak adalah China sebagai negara dengan perekonomian paling besar kedua di planet bumi.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, peran China terhadap ekonomi global sangat signifikan. China merupakan pusat manufaktur global dan terhubung dengan perekonomian negara lain melalui aktivitas perdagangan dan investasi.
Berbagai lembaga riset global memperkirakan pertumbuhan ekonomi China bisa terpangkas lebih dari 1 poin persentase. China sendiri merupakan negara mitra strategis bagi RI. Kontribusi Tiongkok ke perekonomian RI mencakup sektor perdagangan, investasi hingga pariwisata.
China yang merupakan mitra dagang sekaligus investor strategis bagi Indonesia. Pada 2019 saja nilai perdagangan barang non-migas antara Indonesia dengan China mencapai US$ 70,4 miliar.
Indonesia banyak mengekspor bahan bakar mineral (HS 27) seperti batu bara, minyak dan lemak nabati maupun hewani (HS 15), besi dan baja (HS 72) dan bijih mineral (HS 26) ke China.
Sementara China merupakan pemasok barang-barang kebutuhan manufaktur untuk Indonesia seperti mesin dan peralatan listrik (HS 85), komponen mesin dan mekanik lainnya (HS 84), plastik dan turunannya (HS 39) hingga senyawa kimia organik (HS 29).
China juga merupakan investor dengan nilai investasi (PMA) terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura. Pada 2019 nilai realisasi PMA dari China sendiri mencapai US$ 4,74 miliar atau setara dengan 16,8% dari total realisasi PMA sepanjang 2019.
Dari sektor pariwisata, pelancong dari China juga berkontribusi besar untuk Indonesia. Menurut data Kementerian Pariwisata, jumlah kunjungan dari China pada 2018 mencapai 2,14 juta atau setara dengan 13,53%.
Berikut adalah tabel yang meringkas hubungan ekonomi antara Indonesia dengan China :
Indikator | Keterangan |
Ekspor (US$ Miliar) | 25.8 |
Impor (US$ Miliar) | 44.6 |
% terhadap Total Ekspor | 15.4 |
% terhadap Total Impor | 26.1 |
Nilai Dagang (US$ Miliar) | 70.4 |
Realisasi PMA (US$ Miliar) | 4.74 |
% terhadap Total Realisasi PMA | 16.8 |
Jumlah Kunjungan Wisman (Juta) | 2.14 |
% terhadap Total Kunjungan | 13.53 |
Sumber : BPS, Kementerian Pariwisata, BKPM, CNBC Indonesia Research
Dari data di atas saja dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia sangat tergantung pada ekonomi China. Wajar saja jika kajian Bank Dunia mengatakan jika ekonomi China terpangkas 1 persen poin (pp) saja maka dampaknya ke perekonomian domestik bisa mencapai 0,3 pp.
Sementara itu pada kesempatan CNBC Indonesia Outlook 2020 beberapa hari lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika ekonomi Tiongkok terdampak virus corona sebesar 1 pp, maka ekonomi RI dapat terdampak sebesar 0,3-0,6 pp.
Untuk meredam dampak tersebut, pemerintah telah menyiapkan stimulus mulai dari diskon tiket pesawat, merampungkan kartu pra kerja serta memberikan insentif untuk mendongkrak konsumsi masyarakat dengan kartu sembako hingga meningkatkan kuota untuk subsidi rumah dengan anggaran mencapai Rp 1,5 triliun.
Tak hanya stimulus fiskal, kelonggaran moneter juga diberikan. Bank Indonesia selaku otoritas moneter tanah air pekan lalu memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%.
Namun kabar stimulus tersebut tak lantas membuat IHSG terangkat. Indeks bursa saham domestik masih mengekor bursa saham global yang babak belur akibat meluasnya infeksi virus corona.
Sejak awal tahun, IHSG telah mencatatkan pelemahan sebesar 13,44% dengan asing membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 4,7 triliun. Bahkan pada perdagangan kemarin IHSG sempat anjlok lebih dari 4% pada perdagangan intraday dan menjadi level pelemahan signifikan sejak September 2018.
Anjloknya IHSG secara signifikan ini direspons oleh berbagai pihak. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memberikan komentar terkait amblesnya bursa saham tanah air.
"Pemerintah bersama KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) terus mengikuti pergerakan pasar saham dan keuangan di dalam negeri dan di tingkat global. Pergerakan cukup signifikan di pasar keuangan global dipicu oleh perkembangan meluasnya penularan virus corona," kata Sri Mulyani kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/2/2020).
Tanggapan lain juga disampaikan oleh ketua dewan komisioner OJK Wimboh Santoso. Melalui pernyataanya, Wimboh menghimbau investor saham tanah air untuk tetap tenang merespons wabah corona yang menimbulkan gejolak pada pasar saham global
"Tenang aja kita sudah punya protokolnya, ya kalau udah melebihi threshold turunnya ya itu ada beberapa yang bisa kita lakukan. Kita bisa membolehkan buyback [pembelian kembali saham]," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Wimboh juga menegaskan bahwa koreksi di pasar saham domestik yang terjadi kemarin berbeda dengan tekanan yang terjadi pada 2008 sehingga kecil kemungkinan protokol krisis atau penghentian perdagangan (suspend) akan dilakukan. "Ga sampe. Ga sampe. Protokol udah siap," terangnya.
Hingga hari perdagangan terakhir Wall Street masih mengalami tekanan. Indeks utama Wall Street sempat tergelincir lebih dari 3%. Namun tekanan mereda setelah Gubernur The Fed, Jerome Powell memberikan pernyataan akan ‘bertindak sepantasnya’ yang seolah mengirim sinyal adanya potensi pemangkasan kembali suku bunga acuan.
“Fundamental ekonomi AS tetap kuat” kata Powell. “Bagaimanapun juga virus corona menimbulkan risiko terhadap perekonomian. The Federal Reserves akan terus memantau dengan cermat perkembangan (virus corona) dan dampaknya terhadap perekonomian. Kami akan menggunakan tools dan bertindak sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung perekonomian” tambahnya, melansir CNBC International.
Setelah mendapat angin segar itu, pagi tadi akhirnya Wall Street ditutup bervariasi. Indeks S&P 500 turun 0,74%, Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 1,34% dan Nasdaq Composite cenderung flat.
Bagaimanapun juga dalam sepekan ketiga indeks utama Wall Street mencatatkan pelemahan signifikan sejak krisis finansial 2008. Indeks S&P tergerus 11,5% (wow), DJIA jatuh 12,3% (wow) dan Nasdaq Composite ambles 10,5% (wow)
Masalah krisis akan terjadi atau tidak tidak ada yang tahu secara pasti. Semua tergantung dari seberapa ganas virus ini dan berapa lama virus ini akan bertahan hingga berhenti menjangkiti. Namun pasar memang sangat mencemaskan wabah ini sehingga terjadi aksi jual besar-besaran di bursa saham global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Wall Street Rekor Lagi, Saatnya IHSG Melesat ke 5.350!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular