Saham Emiten BUMN Rontok Sejak Awal Tahun, Ada Apa?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 February 2020 18:34
Emiten BUMN Tak Sepi dari Sentimen Negatif
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Namun stimulus tersebut tak mampu mengangkat kinerja IHSG. Sejak awal tahun IHSG sudah terkoreksi lebih dari 13%. Semua saham emiten BUMN juga menunjukkan tren bearish.

Selain isu corona, saham-saham BUMN juga tak sepi dari terpaan isu negatif di sektornya masing-masing. Misal di industri perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan kondisi likuiditas ketat masih akan dialami perbankan pada 2020.

LPS memperkirakan penyaluran kredit mampu tumbuh 12%, sementara pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya di angka 8%. Pada 2019 saat kondisi perbankan diwarnai dengan likuiditas ketat, laba bersih emiten perbankan pelat merah tumbuh melambat. Laba bersih bank hanya mampu tumbuh single digit pada 2019.



Pada 2019, Bank Mandiri hanya mampu mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 9,9% (yoy) melambat jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 21,2% (yoy). Laba bersih Bank BNI juga tumbuh melambat dari 10,3% (yoy) pada 2018 menjadi 2,5% (yoy tahun lalu. Laba bersih Bank BNI juga tumbuh melambat dari 11,6% (yoy ) pada 2018 menjadi 6,2% (yoy) tahun lalu.

Sentimen negatif lain juga datang dari industri batu bara. Batu bara merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor RI. Tahun 2019 diwarnai dengan anjloknya harga batu bara. Pelemahan harga batu bara diprediksi masih akan terjadi di tahun ini.

Apalagi negara-negara destinasi ekspor batu bara tanah air seperti China, Korea Selatan dan Jepang kini menjadi negara dengan jumlah kasus corona yang terbanyak. Tentu hal ini menjadi ancaman bagi pendapatan emiten batu bara tanah air.

Dari industri migas, wacana pemerintah akan mengintervensi harga gas direspon negatif oleh investor saham tanah air. Upaya pemerintah untuk menurunkan harga gas diganjar dengan anjloknya harga saham PGAS karena dinilai dapat menggerus margin dari emiten gas pelat merah itu.


Walau pemerintah belum ketok palu soal ini dan rencananya baru akan diputuskan nanyi April, tetapi investor kecewa dengan wacana tersebut. Sampai dengan hari ini harga saham PGAS masih mencatatkan koreksi sebesar 41% sejak awal tahun.

Belum isu negatif lain terkait utang emiten BUMN Karya yang membengkak juga jadi sorotan. Beberapa BUMN terlilit utang. Contoh yang paling kelihatan adalah PT Krakatau Steel (KRAS) yang tahun ini mengumumkan restrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar dan merupakan restrukturisasi utang terbesar di Indonesia.

Program restrukturisasi utang yang melibatkan 10 bank nasional dan swasta ini diharapkan dapat menghemat biaya sebanyak US$ 685 juta dalam sembilan tahun.

Selain KRAS utang dari BUMN konstruksi juga disorot. Gencarnya pembangunan infrastruktur membuat BUMN karya ini membutuhkan dana untuk ekspansi besar-besaran yang bersumber dari utang.

Ambil contoh adalah PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan anak usahanya yaitu PT Waskita Beton Precast (WSBP) yang mendapat outlook negatif untuk surat utangnya. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) merevisi outlook surat utang WSKT dari idA- stable menjadi negatif.

Sementara anak usahanya yaitu WSBP juga masih mendapat meraih peringkat BBB-(idn) dari BBB+(idn) untuk utang atau sukuk dari PT Fitch Rating Indonesia.

Penurunan tersebut seiring pemeringkatan serupa terhadap induk usaha perseroan yaitu WSKT. Fitch Rating menurunkan profil kredit standalone (SCP) ke BBB-(idn) dari BBB+(idn) karena leverage yang tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular