Koreksi IHSG Dinilai Lebay, Investor Disarankan Cicil Beli

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
28 February 2020 16:51
Penurunan IHSG cukup dalam sebesar 1,58% di level 5.448.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi cukup dalam yang terjadi pada perdagangan Jumat ini (28/2/2020) dan membawa posisi pasar saham kembali ke periode 3 tahun terakhir ternyata dinilai terlalu berlebihan (overreacting), meskipun diprediksi kondisi pasar masih akan bergejolak dalam jangka pendek.

Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dalam sebesar 1,58% di level 5.448, sekaligus posisi terendah sejak akhir Januari 2017, membuat pengelola dana (fund manager/manajer investasi) mulai menyarankan investor untuk mencicil investasi di pasar modal. 

Ari Pitojo, Direktur-Chief Investment Officer PT Eastspring Investments Indonesia menilai pasar obligasi dan pasar ekuitas masih menarik terutama di tengah koreksi seperti sekarang.


"Volatilitas diprediksi akan tetap tinggi. Dalam jangka pendek, pasar akan bereaksi negatif terkait dengan penyebaran virus corona dan investor berpotensi meletakkan kekayaannya pada aset yang dianggap lebih aman (safe haven) seperti obligasi dan emas," ujar Ari, dalam risetnya hari ini.

Saat ini, harga obligasi pemerintah AS (US Treasury) naik kencang karena menjadi sasaran investasi investor dunia dan menekan tingkat imbal hasilnya (yield) di pasar sekunder.

Turunnya yield bahkan mencetak rekor paling rendah sepanjang masa dan mencerminkan kondisi saat ini sangat membuat panik pelaku pasar efek utang pemerintah Negeri Paman Sam tersebut.


Yield US Treasury acuan yaitu tenor 10 tahun sudah mencapai 1,15% sore ini WIB, melewati rekor terendah sebelumnya yaitu 1,36% pada 8 Juli 2016.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Untuk pasar obligasi, Ari menilai instrumen investasi pasar modal tersebut masih tetap lebih menarik dibandingkan instrumen lain.

Dengan memprediksi obligasi masih tetap menarik dengan harga yang masih dapat meningkat karena ada potensi pemangkasan suku bunga acuan serta beberapa kondisi lain yang membuat efek utang tersebut masih akan membaik. Dua faktor lain adalah ketidakpastian yang tinggi dan inflasi yang stabil akan mendukung pasar surat utang.

Untuk pasar ekuitas, Eastspring Investments menilai setiap investasi jangka panjang haruslah berinvestasi pada efek saham. Dengan adanya koreksi yang tajam hari ini, Ari justru melihatnya sebagai kesempatan beli saham secara rutin-berkala dengan metode dollar cost averaging (DCA).

DCA adalan mekanisme investasi dengan memprioritaskan metode menyicil investasi rutin setiap waktu dengan jumlah yang sama tanpa melihat momentum pasar sedang naik atau sedang turun.

Dengan mekanisme investasi DCA tersebut, maka investor dapat diuntungkan dengan membeli efek di harga bawah ketika pasar terkoreksi, atau portofolionya terlihat positif jikalau pasar sedang terapresiasi atau menguat.



TIM RISET CNBC INDONESIA

 

[Gambas:Video CNBC]

 




(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular