
Harga Obligasi Negara Lain Naik, kok Harga SUN Gak Ikutan?

Koreksi harga SUN pada Jumat ini (28/2/2020) juga memperlebar selisih tingkat imbal hasil (yield)-nya dengan yield obligasi pemerintah AS yang sedang mencetak rekor terendahnya sepanjang masa, bersamaan dengan obligasi negara lain.
Koreksi yang terjadi hari ini pada harga obligasi rupiah pemerintah terjadi signifikan hari ini dan tidak senada dengan apresiasi harga yang justru terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. Pasalnya, instrumen obligasi pemerintah Indonesia belum masuk ke dalam kategori safe haven dan dianggap investor asing sama risikonya dengan berinvestasi di pasar saham Indonesia.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield) dengan besaran lebih dari 10 bps. Normalnya, pergerakan yield SUN harian di bawah 10 bps.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 13,4 basis poin (bps) menjadi 5,97%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Akibat koreksi harga dan kenaikan yield tersebut, maka selisih (spread) yield SUN tenor 10 tahun dengan yield obligasi AS (US Treasury) tenor serupa melebar hingga 565 bps, melebar dari posisi kemarin 541 bps. Sebagai gambaran, rerata spread 2019 sebesar 538 bps (5,38%) dan pada 2018 sebesar 452 bps (4,52%).
Melebarnya spread juga disebabkan oleh naiknya harga obligasi AS dan menekan yield-nya hingga rekor terendah sepanjang masa yaitu 1,15%. Rekor yield US Treasury tenor 10 tahun yang terendah adalah pada 1,36% pada Juli 2016. Rendahnya yield US Treasury juga mencerminkan instrumen itu diburu oleh investor dunia di tengah sentimen negatif pasar.
Yield Obligasi Negara Acuan 28 Feb'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 27 Feb'20 (%) | Yield 28 Feb'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 28 Feb'21 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 5.844 | 5.978 | 13.40 | 6.1167 |
FR0082 | 10 tahun | 6.717 | 6.833 | 11.60 | 6.871 |
FR0080 | 15 tahun | 7.246 | 7.365 | 11.90 | 7.5027 |
FR0083 | 20 tahun | 7.383 | 7.422 | 3.90 | 7.4605 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 28 Feb'20 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 27 Feb'20 (%) | Yield 28 Feb'20 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.454 | 1.436 | 3 bulan-5 tahun | 36.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.103 | 1.064 | 2 tahun-5 tahun | -0.5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.093 | 1.05 | 3 tahun-5 tahun | -1.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.107 | 1.069 | 3 bulan-10 tahun | 17.7 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.299 | 1.259 | 2 tahun-10 tahun | -19.5 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.053 triliun SBN, atau 37,38% dari total beredar Rp 2.818 triliun berdasarkan data per 26 Februari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing sudah mulai keluar dari pasar SUN sejak awal tahun Rp 8,04 triliun dan senilai Rp 11,6 triliun sejak akhir pekan lalu. Sedangkan sejak awal bulan, tercatat angkanya juga masih defisit Rp 23,24 triliun.
Sejak awal tahun ini, posisi investor asing sudah negatif Rp 8,04 triliun dibanding posisi akhir Desember 2019 Rp 1.061,86 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 38,57% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, penguatan harga terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif virus Corona terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 27 Feb'20 (%) | Yield 28 Feb'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 6.74 | 6.69 | -5.00 |
China (A+) | 2.863 | 2.824 | -3.90 |
Jerman (AAA) | -0.552 | -0.544 | 0.80 |
Prancis (AA) | -0.263 | -0.244 | 1.90 |
Inggris Raya (AA) | 0.471 | 0.488 | 1.70 |
India (BBB-) | 6.379 | 6.369 | -1.00 |
Jepang (A) | -0.105 | -0.14 | -3.50 |
Malaysia (A-) | 2.852 | 2.839 | -1.30 |
Filipina (BBB) | 4.342 | 4.342 | 0.00 |
Rusia (BBB) | 6.15 | 6.27 | 12.00 |
Singapura (AAA) | 1.462 | 1.411 | -5.10 |
Thailand (BBB+) | 1.09 | 1.095 | 0.50 |
Amerika Serikat (AAA) | 1.299 | 1.257 | -4.20 |
Afrika Selatan (BB+) | 8.82 | 8.77 | -5.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor