Sepanjang 2019, Laba Bersih Astra Agro Drop 85% jadi Rp 211 M

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
27 February 2020 10:25
Perseroan tercatat membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Rp 211,11 miliar, melorot 85% dari tahun lalu Rp 1,43 triliun.
Foto: Ruang monitor pabrik CPO Astra Agro Lestari (CNBC Indonesia/Houtmand P Saragih)
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten produsen sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup dalam sepanjang tahun 2019. Perseroan tercatat membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Rp 211,11 miliar, melorot 85% dari tahun lalu Rp 1,43 triliun.

Dengan demikian, laba per saham juga menyusut menjadi Rp 109,69/saham dari tahun lalu Rp 747/saham.

Entitas anak PT Astra International Tbk (ASII) ini tercatat membukukan penjualan dan pendapatan usaha Rp 17,45 triliun pada tahun 2019, turun 8,55% dari tahun sebelumnya Rp 19,08 triliun.


Pos beban pokok penjualan dan pendapatan berhasil diturunkan 1,51% menjadi Rp 15,30 triliun dari tahun lalu Rp 15,54 triliun. Namun, beban keuangan tercatat mengalami peningkatan menjadi Rp 350,33 miliar dari tahun sebelumnya Rp 225,05 miliar.

Tidak hanya itu, jika pada tahun lalu perseroan masih mendapat keuntungan selisih kurs mata uang asing Rp 66,11 miliar, pada tahun ini justru minus Rp 34,65 miliar.

Jumlah aset perseroan hingga 31 Desember 2019 tercatat Rp 26,97 triliun dengan jumlah liabilitas Rp 7,99 triliun dan ekuitas Rp 18,97 triliun.

Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Presiden Direktur Astra Agro Lestari Santosa menyebut, ada sejumlah tantangan industri sawit nasional sepanjang tahun 2019. Santosa bahkan menyebut, kinerja tahun 2019 menjadi yang terburuk dalam sepuluh tahun terakhir.

"Tahun ini bisa dibilang tahun terburuk dalam 10 tahun terakhir," ungkap Presiden Direktur Astra Agro, Santosa, saat wawancara dengan CNBC Indonesia di kantor Astra Agro Lestari, Pulogadung, Jakarta.


Tahun 2019 juga ada sentimen negatif perang dagang antara Amerika Serikat dengan China ditambah dengan kampanye negatif sawit Indonesia di Uni Eropa. Harga komoditas sawit mentah rentan bergejolak memang menjadi faktor krusial karena tidak bisa dikendalikan manajamen.

"Semua di dunia sekarang perang dagang, Indonesia produk unggulannya kelapa sawit. Industri ini berpengaruh terhadap tenaga kerja dan ekonomi di tingkat akar rumput," kata Santosa.

Selain itu, menurut Santoso, produsen minyak sawit domestik mengalami tekanan karena disebabkan oleh mekanisme pasar yang menentukan terbentuknya harga berdasarkan supply and demand. Dengan stok minyak nabati dunia yang melimpah akibat produksi yang sangat tinggi semester lalu menyebabkan harga CPO anjlok.

[Gambas:Video CNBC]


(hps/hps) Next Article Pada 2019 Kinerja Laba Tower Bersama Naik 20% jadi Rp 819 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular