
Moody's: Wabah Corona, China Hanya Tumbuh 5,4% di 2020
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 February 2020 12:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 pptĀ (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%.
Meskipun demikian, asumsi bahwa virus itu akan tertahan di China saja semakin melemah, dan potensi terjadi pandemik semakin meningkat.
Dalam riset yang sama, Moody's Analytics memprediksi kemungkinan meluasnya virus corona hingga ke hampir seluruh dunia dan menjadi pandemik akhirnya meningkat menjadi 40%, dari kemungkinan awal hanya 20%.
Beralihnya penyebaran virus corona menjadi pandemik dapat menyebabkan resesi ekonomi di AS dan di tingkat global pada paruh pertama tahun ini.
Sebelum virus corona mewabah pun, ekonomi dunia dinilai Moody's Analytics masih rapuh terutama selepas perang dagang yang mereda di akhir 2019. Kerapuhan ekonomi dunia memang masih rentan terhadap guncangan apapun terutama yang tidak diperhitungkan, dan virus tersebut datang tanpa diperhitungkan sama sekali.
Hingga siang ini, data terakhir dari Johns Hopkins CSSE dan Worldometers menunjukkan angka penyebaran virus sudah mencapai 80.999 kasus (78.064 kasus di China) dan angka kematian akibat virus tersebut adalah 2.760 orang (2.615 orang di China).
Moody's Analytics merupakan lembaga riset afiliasi lembaga pemeringkat Moody's Investors Services tetapi independen dari sisi operasionalnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Bursa Asia Merah Membara, IHSG Justru Menguat di Sesi I
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 pptĀ (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%.
Meskipun demikian, asumsi bahwa virus itu akan tertahan di China saja semakin melemah, dan potensi terjadi pandemik semakin meningkat.
Dalam riset yang sama, Moody's Analytics memprediksi kemungkinan meluasnya virus corona hingga ke hampir seluruh dunia dan menjadi pandemik akhirnya meningkat menjadi 40%, dari kemungkinan awal hanya 20%.
Beralihnya penyebaran virus corona menjadi pandemik dapat menyebabkan resesi ekonomi di AS dan di tingkat global pada paruh pertama tahun ini.
Sebelum virus corona mewabah pun, ekonomi dunia dinilai Moody's Analytics masih rapuh terutama selepas perang dagang yang mereda di akhir 2019. Kerapuhan ekonomi dunia memang masih rentan terhadap guncangan apapun terutama yang tidak diperhitungkan, dan virus tersebut datang tanpa diperhitungkan sama sekali.
Hingga siang ini, data terakhir dari Johns Hopkins CSSE dan Worldometers menunjukkan angka penyebaran virus sudah mencapai 80.999 kasus (78.064 kasus di China) dan angka kematian akibat virus tersebut adalah 2.760 orang (2.615 orang di China).
Moody's Analytics merupakan lembaga riset afiliasi lembaga pemeringkat Moody's Investors Services tetapi independen dari sisi operasionalnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Bursa Asia Merah Membara, IHSG Justru Menguat di Sesi I
Most Popular