Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Danareksa Sekuritas, anak usaha BUMN PT Danareksa (Persero).
Kasus ini berkaitan dengan pemberian fasilitas pembiayaan dari Danareksa Sekuritas kepada dua debitur yakni PT Aditya Tirta Renata dan PT Evio Sekuritas. Perhitungan kerugian dari kasus ini mencapai ratusan miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono menyebut tiga di antara dari 4 tersangka yang ditetapkan berinisial RAR, ZNY, dan TR. Namun ia tidak menyebutkan peran dari masing-masing tersangka itu.
"Ada 4 tersangka yg sudah ditetapkan berdasarkan surat perintah penyelidikan direktur penyidikan pada Jampidsus, No. Print 14/N:FD:-01/2020 tanggal 15 Januari," sebut Hari di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).
Namun para tersangka ini sudah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). "Ini sedang mereka melakukan upaya hukum, melakukan praperadilan terhadap penyidik yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Prosesnya masih beracara pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Hari.
Sayangnya, Hari pun belum menyebutkan pasal yang dikenai terhadap masing-masing tersangka.
Kasus Danareksa berawal dari gagal bayar dari repo (gadai) saham di PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Rennier Abdul Rachman Latief sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Utama di SIAP. Sementara Teguh Ramadhani adalah CEO dari PT EVIO Sekuritas. Adapun Zakie Mubarak Yos adalah pemegang saham dari SIAP.
Kasus Danareksa ini pun menjadi satu dari tiga kasus di luar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang akan ditindak oleh Kejagung sebagaimana disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Investasi 2020 di Grand Ballroom Ritz Carlton, Kamis (20/2/2020).
Jaksa Agung dalam slide-nya membeberkan dua penindakan Kejagung yakni terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian dan penggunaan fasilitas kredit dari Bank Mandiri kepada PT Central Steel Indonesia.
Satu lagi yakni dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian Kredit Yasa Griya (KYG), oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Cabang Semarang kepada debitur PT Tiara Fatuba dan novasi kepada PT Nugraha Alam Prima serta PT Lintang Jaya Property.
Lalu bagaimana kasus Danareksa bermula?
[Gambas:Video CNBC]
Kasus Danareksa berawal dari gagal bayar dari repo (gadai) saham di PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menghapus pencatatan saham SIAP yang mulai berlaku efektif 17 Juni 2019.
BEI menyebutkan SIAP mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha perseroan baik finansial dan hukum. Selain itu, saham SIAP juga sudah dihentikan perdagangan sahamnya lebih dari 24 bulan.
"Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat maka perseroan tak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama perseroan," kata Kepala Divisi Penilaian Perusahaan BEI Golkas Tambunan dalam keterbukaan informasi, Kamis (13/06/2019).
Sekawan Intiprima tercatat di BEI pada 17 Oktober 2018 dengan menawarkan harga saham Rp 150/saham. Perseroan didirikan 05 November 1994 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2003.
Pada awal berdiri, usaha utama SIAP adalah di bidang industri percetakan plastik lembaran dan perdagangan. Kemudian mengganti bisnis utama menjadi pertambangan batu bara dan jasa-jasa pertambangan.
Pemegang saham Sekawan Intipratama yang memiliki saham 5% atau lebih saham, antara lain Fundamental Resources Pte Ltd (20,73%), PT Evio Securities (10,52%), UBS AG Singapore Non-Treaty Omnibus Account - 2091144090 (9,21%) dan Helmy Herdiawan (6,15%).
Sebelumnya, Sekawan Intipratama pada Oktober 2018 merampungkan proses izin usaha pertambangan lewat anak usahanya yakni PT Indo Wana Bara Mining Coal (IWMBC), yang tahun lalu dalam proses persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Utama SIAP Christian Victor Ponto ketika itu mengatakan, jika izin tersebut sudah diperoleh, maka kemungkinan transaksi perdagangan sahamnya bisa kembali dilakukan. Pasalnya, sejak 2015 saham perseroan di suspensi oleh BEI hingga saat ini.
"Kami masih tunggu izin ini dan persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang kami serahkan. Karena ini bagian dari persyaratan suspensi dibuka, karena bursa ini meunggu kapan kami produksinya," ujarnya usai di Gedung BEI, Kamis (4/10/18).
Kasus ini terjadi pada akhir 2015. Dikutip dari Detikfinance, Bursa Efek Indonesia (BEI) saat itu sudah menemukan adanya transaksi mencurigakan dari saham SIAP.
Kabarnya, saham tersebut 'digoreng' hingga harganya naik berkali-kali lipat. Setelah harga saham SIAP melambung, kabarnya salah satu pemegang saham melakukan repo (repurchase agreement) alias gadai saham. Namun sampai jatuh tempo saham hasil gadai itu tidak dibeli kembali oleh si pemegang saham.
Akibatnya, saham SIAP pun terpaksa dijual ke pasar (forced sell). Bila tidak ada yang menampung, maka broker yang harus membayar sementara.
BEI saat itu menginterogasi sekitar delapan broker terkait hal ini. Ada tiga broker yang juga dibekukan sementara, yaitu PT Danareksa Sekuritas (anak usaha BUMN PT Danareksa), PT Reliance Securities, dan PT Millenium Danatama Sekuritas.
Danareksa Sekuritas dinilai terlibat dalam skandal perdagangan saham fiktif atau 'goreng' saham milik SIAP. Akibatnya, Danareksa mengalami kerugian cukup besar, karena sempat dilarang berjualan.
Menteri BUMN ketika itu, Rini Soemarno, juga sempat buka suara soal ini. Rini menyangkan ini terjadi karena aktivitas terlarang tersebut dilakukan oleh anak usaha BUMN.
"Sedih saya karena sebagai perusahaan negara dan anak BUMN, tentunya ini yang tidak boleh terjadi," kata Rini, dengan muka sedih di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (12/11/2015) dikutip Detikfinance.
Untuk menindaklanjuti skandal tersebut, Rini menugaskan Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan BUMN, Gatot Trihargo dan manajemen Danareksa melakukan audit investigasi.
 Foto: Company Report SIAP Januari 2019 |
Hanya saja, pemberitaan sejumlah media massa pada era 2015 itu juga memunculkan kabar terkait dengan jejak Danareksa di aksi korporasi SIAP pada tahun 2014 yakni penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMEDT) atau rights issue senilai Rp 4,68 triliun.
Ketika itu, SIAP bakal menerbitkan saham baru (rights issue) di mana dana yang akan diperoleh untuk mengakuisisi perusahaan tambang. Perseroan akan menerbitkan 23 miliar saham dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 200 per saham, jadi total dana yang diraup mencapai Rp 4,68 triliun.
Nah saat itu, SIAP menunjuk Danareksa Sekuritas sebagai pembeli siaga yang siap mengeksekusi sampai dengan 23 miliar saham.
 Foto: Rights Issue SIAP |