Internasional

Awas! Singapura dan Jepang Terancam Resesi

Rehia Sebayang & Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
18 February 2020 06:57
Awas! Singapura dan Jepang Terancam Resesi
Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak dari virus corona yang menyebabkan penyakit COVID-19 memang luar biasa. Bukan hanya menjangkiti 71 ribu orang lebih dan menewaskan 1.700 orang, virus ini juga membawa lagi isu resesi ke sejumlah negara.

Resesi adalah pertumbuhan negatif yang dialami satu negara selama dua periode berturut-turut atau lebih. Kali ini "hantu" resesi itu membayangi dua ekonomi yang penting bagi RI, yakni Jepang dan Singapura.



Singapura


Singapura diprediksi akan jatuh ke jurang resesi. Kemungkinan ini sangat besar, mengingat negeri Singa itu, memiliki korban corona terbesar kedua setelah China.

Singapura mengonfirmasi 77 kasus infeksi corona di negeri tersebut, sebagaimana ditulis gisanddata by Johns Hopkins per Selasa (18/2/2020) pukul 6:00 pagi. Kemungkinan resesi juga sempat terucap dari pemimpin negeri tersebut.



Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Liong mengatakan, bukan tidak mungkin negaranya terjerumus ke resesi. Sebab dampak virus corona ke perekonomian sudah akan terasa dalam jangka pendek.

"Dampaknya akan signifikan, setidaknya dalam beberapa kuartal ke depan. Penyebaran (virus Corona) sangat intensif.

"Saya tidak bisa mengatakan bahwa Singapura akan resesi atau tidak. Bisa saja, tetapi yang jelas perekonomian Singapura akan terpukul," ungkap Lee, seperti diberitakan Reuters.

Sebenarnya, perekonomian Singapura sebenarnya baru bangkit. Pada kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi Singapura tercatat 0,8%, membaik ketimbang kuartal sebelumnya yaitu 0,1%.

Ini adalah peningkatan pertama sejak kuartal II-2018. Namun sayangnya, ekspor menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dan China adalah mitra utama Singapura dengan nilai mencapai US$ 50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor

Dengan perlambatan ekonomi China, tentu permintaan terhadap produk-produk dari luar negeri akan ikut berkurang. Artinya, ekspor Singapura sudah pasti terpukul.

[Gambas:Video CNBC]



Jepang melaporkan perlambatan dalam ekonominya pada kuartal Desember. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir.

Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PDB) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% dari quarter-on-quarter (QoQ). Penurunan itu jauh lebih buruk daripada yang diperkirakan oleh para ekonom yang seharusnya hanya kontraksi 1%.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara itu juga menyusut 6,3% secara tahunan (YoY). Angka itu lebih parah dari perkiraan pasar, yang memproyeksikan penurunan 3,7% (YoY).

Perlambatan ekonomi ini juga merupakan penurunan pertama dalam lima kuartal dan penurunan terbesar sejak kuartal-II 2014. Kenaikan pajak penjualan pada bulan April tahun lalu menghantam pengeluaran konsumen dan bisnis.

Parahnya, para analis mengatakan ekonomi negeri sakura juga diperkirakan akan berkinerja buruk pada kuartal saat ini. Ini bisa membuat Jepang terjerat ke dalam resesi.

Para analis menyebut dampak epidemi corona bisa "merusak" Jepang. Apalagi corona sudah dipastikan menghantam ekonomi China, yang begitu penting bagi Jepang.

Perlambatan ekonomi di China berarti menurunnya permintaan. Oleh karena itu, ekspor Jepang hampir pasti tertekan dan bisa mempengaruhi PDB secara keseluruhan.

Selain ekspor barang, dampak juga akan datang dari sektor pariwisata. Sepanjang 2019, jumlah kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Jepang adalah 31,88 juta, di mana China menyumbang 9,59 juta kunjungan.

"Ada peluang yang cukup bahwa ekonomi akan mengalami kontraksi lagi pada Januari-Maret. Virus (corona) ini terutama akan menekan pariwisata yang masuk dan ekspor, serta juga dapat membebani konsumsi domestik cukup banyak," kata Taro Saito, rekan peneliti eksekutif di NLI Research Institute.

"Jika epidemi ini tidak bisa ditangani hingga pada saat Olimpiade Tokyo, kerugian ekonomi (yang dibawanya) akan sangat besar," katanya, sebagaimana dilaporkan Reuters.



Ekonomi Thailand mengalami perlambatan pada 2019, bahkan tumbuh pada laju terlemahnya dalam lima tahun atau sejak 2014, yaitu tumbuh 2,4%. Angka ini sejalan dengan perkiraan analis, tetapi jauh lebih rendah dari revisi pertumbuhan 4,2% tahun sebelumnya.
 
Sementara itu, pada kuartal Oktober-Desember ekonomi Thailand tumbuh 1,6% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan pertumbuhan 2,1% dalam jajak pendapat Reuters dan lebih lemah dari pertumbuhan kuartal ketiga yang direvisi naik menjadi 2,6%, kata Dewan Ekonomi dan Pembangunan Sosial Nasional (NESDC), sebagaimana dilaporkan the Straits Times, Senin (17/2/2020).
 
Secara triwulanan, ekonomi tumbuh 0,2% pada kuartal Oktober-Desember, sejalan dengan pertumbuhan 0,2% yang direvisi naik pada Juli-September.
 
Perlambatan pertumbuhan ini diakibatkan oleh lemahnya ekspor dan investasi publik di negara ini. “Data Q4 mengecewakan karena perang dagang (Amerika Serikat-China) membebani ekspor dan investasi sementara efek keterlambatan pembentukan pemerintah dan disetujuinya anggaran melemahkan ekspansi fiskal,” kata Kobsidthi Silpachai, kepala penelitian pasar modal di Kasikornbank
 
Selain itu, ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini juga terancam kembali mencatatkan pertumbuhan yang kurang baik pada 2020 akibat wabah virus corona yang mematikan, kata badan perencanaan negara.

Lembaga itu juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2020 menjadi 1,5%-2,5% dari 2,7%-3,7%. Lembaga itu juga menurunkan prospek ekspor, yang merupakan pendorong pertumbuhan utama, menjadi hanya 1,4% dari kenaikan 2,3% yang diproyeksikan pada November.
 
Wichayayuth Boonchit, wakil sekretaris jenderal NESDC, mengatakan PDB kuartal pertama negara itu mungkin akan lebih lemah dari tiga bulan sebelumnya. Namun, diprediksi akan pulih pada kuartal kedua saat efek coronavirus pada pariwisata mereda.
 
“Q1 mungkin berkontraksi tetapi Q2 akan membaik, jadi itu bukan resesi teknis,” jelasnya pada konferensi pers.
 
Tahun ini, NESDC memperkirakan jumlah wisatawan asing turun menjadi 37 juta dari rekor tahun lalu yang mencapai 39,8 juta wisatawan. Penurunan jumlah pengunjung ini disebabkan wabah virus corona. Otoritas Pariwisata Thailand mengatakan kerugian dalam pendapatan bisa mencapai 500 miliar baht.
 
Bank of Thailand (BOT) juga telah mengatakan ekonomi mungkin akan tumbuh kurang dari 2% tahun ini. Namun begitu, Gubernur BOT Veerathai Santiprabhob mengatakan bank bisa saja meluncurkan kebijakan untuk membantu pertumbuhan jika diperlukan.
 
“Kami mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB 2020 kami pada 1,9%, mencerminkan pandangan kami bahwa perlambatan akan berlanjut hingga 2020,” kata Charnon Boonnuch, ekonom Nomura di Singapura.
 
Lebih lanjut, Boonnuch memproyeksikan BOT akan memangkas suku bunga utama seperempat poin lagi pada kuartal kedua, setelah memangkas suku bunga ke rekor terendah 1% awal bulan ini.

Next Page
Jepang
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular