Bos The Fed 'Tolak' Pangkas Bunga Acuan, Asing Keluar RI?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 February 2020 14:52
Dampak Untuk Indonesia
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Lantas, apa dampak dari sikap The Fed yang relatif hawkish tersebut terhadap perekonomian Indonesia?

Dengan nada hawkish yang keluar dari mulut Powell, ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas tingkat suku bunga acuan akan menjadi terbatas. Maklum, AS merupakan kiblat perekonomian dunia sehingga arah kebijakan moneter di AS akan sangat menentukan arah kebijakan moneter di negara-negara lain.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun 2019 BI telah memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sebanyak empat kali. Jika ditotal, tingkat suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps pada tahun 2019 oleh BI.

Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan lalu, BI memutuskan untuk menahan 7-Day Reverse Repo Rate di level 5%.

Saat ini, laju perekonomian Indonesia sedang lesu dan membutuhkan suntikan stimulus yang salah satunya bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.

Kala tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal IV-2019, sekaligus keseluruhan tahun 2019. Sepanjang kuartal IV-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,97%, di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan perekonomian tumbuh mencapai 5,04%.

Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02%, di bawah konsensus yang sebesar 5,035%. Pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 merupakan pertumbuhan ekonomi terlambat sejak tahun 2015 silam.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun, sejak awal tahun 2019 perekonomian sudah terlihat lesu.

Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan. Lantas, dari data hingga sembilan bulan pertama tahun 2019 sudah bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2019 tak akan bisa menyamai capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.

Memasuki tahun 2020, perekonomian terlihat masih lesu. Sepanjang Januari 2020, BPS mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%.

Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.

Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi pada bulan Januari praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.

Teranyar, pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah diafirmasi oleh rilis data penjualan barang-barang ritel. Sepanjang Desember 2019, BI mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi 0,5% secara tahunan.

Untuk periode Januari 2020, angka sementara dari BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi hingga 3,1% secara tahunan.

Mengingat lebih dari setengah perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, tentu tekanan terhadap konsumsi akan berdampak signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi.

Dengan potensi pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut oleh The Fed yang semakin menipis (yang akan membatasi ruang BI untuk mengeksekusi pelonggaran), pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi untuk terus berkutat di batas bawah 5%. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular