
Terungkap, Ini Dia yang Bikin Rupiah Menguat 3,4%!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 February 2020 11:25

Dari sisi ekspor-impor barang dan jasa atau transaksi berjalan (current account), masih ada defisit sebesar US$ 8,12 miliar atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2019. Sementara untuk keseluruhan 2019, transaksi berjalan membukukan defisit US$ 30,41 miliar (2,72% PDB). Transaksi berjalan 2019 memang masih defisit, tetapi membaik ketimbang 2018 yang minus US$ 30,63 miliar (2,94% PDB).
"Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit. Neraca perdagangan barang yang mencatat surplus dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan non-migas yang meningkat serta defisit neraca perdagangan migas yang menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh turunnya impor minyak sejalan dengan kebijakan pengendalian impor seperti program B20," sebut keterangan tertulis BI.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada 2019 membukukan defisit US$ 3,19 miliar. Memang masih tekor, tetapi jauh membaik dibandingkan 2018 yang minus US$ 8,69 miliar.
Lubang di transaksi berjalan bisa ditutupi oleh kamar sebelah yaitu transaksi modal dan finansial. Pada kuartal IV-2019, transaksi modal dan finansial surplus US$ 12,4 miliar, lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 7,4 miliar. Sepanjang 2019, transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$ 36,3 miliar, naik dibandingkan 2018 yakni US$ 25,2 miliar.
Tingginya arus modal masuk di sektor keuangan membuat surplus transaksi modal dan finansial menggunung. Selama 2019, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham. Padahal pada 2018, investor asing melakukan jual bersih Rp 50,75 triliun.
Sementara di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing bertambah Rp 168,38 triliun. Pada akhir tahun, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 38,57% dibandingkan posisi awal tahun yang sebesar 37,72%.
Kebijakan moneter longgar di berbagai negara, terutama negara-negara maju, membuat investor mencari tempat lain yang masih memberi cuan. Indonesia memberikan itu, karena berinvestasi di pasar keuangan Tanah Air menawarkan keuntungan yang menggiurkan.
Misalnya untuk SBN tenor 10 tahun. Imbal hasil (yield) instrumen ini meski dalam tren turun tetapi masih berada di 7,098% pada akhir 2019. Instrumen serupa di negara-negara berkembang Asia memberikan yield yang lebih rendah.
So, pasokan devisa transaksi berjalan memang masih tekor tetapi membaik. Plus surplus yang menggunung di transaksi modal dan finansial. Hasilnya adalah NPI mampu membaik signifikan.
NPI yang surplus menandakan pasokan valas begitu deras masuk ke Indonesia, menunjukkan permintaan rupiah yang tinggi. Oleh karena itu, wajar rupiah jadi salah satu yang terbaik di Asia tahun lalu.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
"Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit. Neraca perdagangan barang yang mencatat surplus dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan non-migas yang meningkat serta defisit neraca perdagangan migas yang menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh turunnya impor minyak sejalan dengan kebijakan pengendalian impor seperti program B20," sebut keterangan tertulis BI.
Lubang di transaksi berjalan bisa ditutupi oleh kamar sebelah yaitu transaksi modal dan finansial. Pada kuartal IV-2019, transaksi modal dan finansial surplus US$ 12,4 miliar, lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 7,4 miliar. Sepanjang 2019, transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$ 36,3 miliar, naik dibandingkan 2018 yakni US$ 25,2 miliar.
Tingginya arus modal masuk di sektor keuangan membuat surplus transaksi modal dan finansial menggunung. Selama 2019, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham. Padahal pada 2018, investor asing melakukan jual bersih Rp 50,75 triliun.
Sementara di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing bertambah Rp 168,38 triliun. Pada akhir tahun, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 38,57% dibandingkan posisi awal tahun yang sebesar 37,72%.
Kebijakan moneter longgar di berbagai negara, terutama negara-negara maju, membuat investor mencari tempat lain yang masih memberi cuan. Indonesia memberikan itu, karena berinvestasi di pasar keuangan Tanah Air menawarkan keuntungan yang menggiurkan.
Misalnya untuk SBN tenor 10 tahun. Imbal hasil (yield) instrumen ini meski dalam tren turun tetapi masih berada di 7,098% pada akhir 2019. Instrumen serupa di negara-negara berkembang Asia memberikan yield yang lebih rendah.
So, pasokan devisa transaksi berjalan memang masih tekor tetapi membaik. Plus surplus yang menggunung di transaksi modal dan finansial. Hasilnya adalah NPI mampu membaik signifikan.
NPI yang surplus menandakan pasokan valas begitu deras masuk ke Indonesia, menunjukkan permintaan rupiah yang tinggi. Oleh karena itu, wajar rupiah jadi salah satu yang terbaik di Asia tahun lalu.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular