Ancaman Virus Corona Memudar, Harga SUN Pun Cetar Membahana

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
07 February 2020 20:46
Harga obligasi rupiah pemerintah menguat lagi hari ini, di tengah meredanya kekhawatiran pelaku pasar terhadap wabah virus corona.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat lagi pada hari ini, di tengah meredanya kekhawatiran pelaku pasar dunia terhadap wabah virus corona Wuhan. Surat utang negara (SUN) pun menggenapi reli penuh sepanjang pekan ini.

Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 4,3 basis poin (bps) menjadi 7,1%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

 

 

Yield Obligasi Negara Acuan 7 Feb'20

Seri

Jatuh tempo

Yield 6 Feb'20 (%)

Yield 7 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 7 Feb'21 (%)

FR0081

5 tahun

5.971

5.964

-0.70

5.9292

FR0082

10 tahun

6.575

6.575

0.00

6.5498

FR0080

15 tahun

7.15

7.107

-4.30

7.055

FR0083

20 tahun

7.331

7.299

-3.20

7.2742

Sumber: Refinitiv

 

 

Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,59 poin (0,21%) menjadi 277,75 dari posisi kemarin 277,16.

Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 496 bps, melebar dari posisi kemarin 493 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 3,5 bps hingga 1,6% dari posisi kemarin 1,64%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 

 

Yield US Treasury Acuan 7 Feb'20

Seri

Benchmark

Yield 6 Feb'20 (%)

Yield 7 Feb'20 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.574

1.582

3 bulan-5 tahun

15.5

UST 2020

2 Tahun

1.447

1.419

2 tahun-5 tahun

-0.8

UST 2021

3 Tahun

1.437

1.407

3 tahun-5 tahun

-2

UST 2023

5 Tahun

1.46

1.427

3 bulan-10 tahun

-2.4

UST 2028

10 Tahun

1.644

1.606

2 tahun-10 tahun

-18.7

Sumber: Refinitiv

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.065,52 triliun SBN, atau 37,98% dari total beredar Rp 2.805 triliun berdasarkan data per 6 Februari.

Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,54 triliun sejak akhir pekan dan bulan lalu, sedangkan sejak awal tahun sudah berbalik surplus Rp 3,66 triliun dari posisi sehari sebelumnya yang mulai negatif Rp 70 miliar.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, penguatan harga terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun. Penguatan terjadi seiring dengan munculnya kekhawatiran pasar akibat data industri Jerman yang membukukan angka negatif terbesar setidaknya dalam 10 tahun terakhir.

 

 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 6 Feb'20 (%)

Yield 7 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil (BB-)

6.555

6.5

-5.50

China (A+)

2.888

2.868

-2.00

Jerman (AAA)

-0.365

-0.383

-1.80

Prancis (AA)

-0.112

-0.127

-1.50

Inggris Raya (AA)

0.583

0.572

-1.10

India (BBB-)

6.446

6.439

-0.70

Jepang (A)

-0.038

-0.033

0.50

Malaysia (A-)

3.121

3.089

-3.20

Filipina (BBB)

4.462

4.44

-2.20

Rusia (BBB)

6.23

6.18

-5.00

Singapura (AAA)

1.69

1.69

0.00

Thailand (BBB+)

1.275

1.23

-4.50

Amerika Serikat (AAA)

1.644

1.609

-3.50

Afrika Selatan (BB+)

8.82

8.835

1.50

Sumber: Refinitiv




TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular