Ramalan BI: CAD Tahun Ini 2,7% dari PDB, Surplus US$ 1,5 M

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 December 2019 08:08
Presiden Joko Widodo (Jokowi) seakan tak pernah bosan menyinggung masalah defisit transaksi berjalan
Foto: Konferensi pers hasil RDG Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Lidya Julita S)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) seakan tak pernah bosan menyinggung masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang sudah sejak lama menghantui perekonomian.

Jokowi lantas menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah CAD dengan melakukan transformasi ekonomi. Mulai dari meningkatkan ekspor dan produk subtitusi impor serta menarik devisa dari pengembangan destinasi wisata.


"Dengan transformasi ekonomi, saya yakin kita bisa menyelesaikan ini maksimal 4 tahun. Kita akan selesaikan yang namanya CAD kita," tegas Jokowi kala itu.

Dengan proyeksi Jokowi, maka masalah CAD akan tuntas pada 2023. Namun, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter justru memperkirakan transaksi berjalan masih akan mengalami defisit hingga 2024 mendatang.

Berdasarkan bahan paparan Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, dikutip CNBC Indonesia, Senin (9/12/2019), defisit transaksi berjalan pada 2024 diperkirakan berada di kisaran 2,3% - 2,8% dari produk domestim bruto (PDB).

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono pun angkat bicara perihal rencana Presiden Jokowi menuntaskan persoalan hantu bernama defisit transaksi berjalan.

"Sekarang yang kita genjot itu biodiesel. Kalau dari CPO bisa diubah jadi biodiesel. Maka biodiesel tidak akan ekspor lagi," kata Endy dalam acara pelatihan wartawan di Labuan Bajo, Senin (9/12/2019).

"Kedua terkait dengan baterai mobil listrik. Ada nikel besar, Indonesia bisa menjadi pusat produksi batu baterai mobil listrik. Itu sangat besar di situ. Ini diharapkan lebih baik," jelasnya.

Pada tahun ini sendiri, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan bisa berada di 2,7% dari PDB. Angka ini jauh lebih baik ketimbang defisit transaksi berjalan 2018 yang hampir menyentuh angka 3%.

"Kami melihat akan lebih baik di 2019 dengan current account deficitdi 2,7 persen PDB," kata Endy.


Penurunan defisit transaksi berjalan ini tidak lepas dari catatan surplus neraca perdagangan di bulan pertama pada kuartal IV 2019 atau Oktober 2019 yang sebesar US$ 161,3 juta.

Namun, di November 2019, BI memperkirakan akan timbul pengungkit untuk impor khususnya barang konsumsi karena persiapan masyarakat menjelang Liburan Natal dan Tahun Baru.

Secara keseluruhan, BI memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada akhir tahun ini akan berbalik mencetak surplus US$ 1,5 miliar, setelah mengalami tekor cukup dalam US$ 7,1 miliar tahun lalu.

"Neraca transaksi berjalan akan lebih baik di bawah 3% PDB atau sekitar 2,7% dengan secara keseluruhan neraca pembayaran surplus US$ 1,5 miliar," kata Endy.

NPI Indonesia sepanjang tahun lalu memang mencatatkan defisit US$ 7,1 miliar. Adapun defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sepanjang tahun lalu pun nyaris menembus 3% dari PDB, yakni 2,98%.

Endy menilai, sejumlah program pemerintah yang digencarkan saat ini memang bisa menyelesaikan persoalan CAD. Namun, menurut Endy, menuntaskan masalah CAD masih membutuhkan waktu dan tidak instan.

"Kalau ekspor meningkat, kemudian kita baik terus, teori ya seperti itu," kata Endy.

Endy memandang, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang transaksi berjalan mencetak surplus. Dengan catatan, pendapatan per kapita di Indonesia bisa meningkat, minimal setara dengan negara maju.

"Kalau kita udah jadi negara maju, pendapatan kapita udah besar, sehingga saving masyarakat sudah cukup membiayai semua investasi di domestik, berarti kita sudah catat surplus," jelasnya.

[Gambas:Video CNBC]


(sef/sef) Next Article Jokowi : 'Hantu' CAD Pergi, Kita Merdeka!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular