
Peleburan Taspen-BPJS Bikin ASN Resah, Apa Kata Bos Taspen?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pengalihan program PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) paling lambat 2029 memicu keresahan sejumlah Aparat Sipil Negara (ASN). Persoalan ini pun mendorong pengajuan uji materi oleh sekitar 18 pemohon PNS aktif dan pensiunan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketentuan yang diujimaterikan adalah UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pasal 57 huruf f, 65 ayat (2) dan Pasal 66, yang mengharuskan pengalihan program Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan UU BPJS dan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Taspen dan PT Asabri (Persero), harus melebur ke BP Jamsostek dengan target penggabungan ini pada 2029.
Para pemohon itu khawatir pengalihan tersebut akan menurunkan manfaat dan pelayanan yang mereka terima selama ini. Mereka menilai ketentuan pengalihan itu bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam sidang lanjutan pengujian UU BPS pada Rabu (5/2/2020) pagi, Direktur Utama Taspen A.N.S. Kosasih mengatakan pengelolaan jaminan sosial (dalam hal ini, jaminan pensiun) oleh Taspen bagi pejabat negara dan PNS berpegang pada filosofi pengabdian dan penghargaan.
![]() |
Oleh karena itu, jika ada penggabungan pengelolaan jaminan sosial, diharapkan tidak mengabaikan kedua unsur tersebut.
Jika ada penggabungan, katanya, maka perlu dilaksanakan dengan fokus dan segmentasi yang jelas. Ia menambahkan pengelolaan jaminan sosial ini harus dilaksanakan dengan filosofi bahwa unsur penghargaan bagi pejabat negara tidak dapat diabaikan.
Ia pun menekankan pentingnya untuk memisahkan pengelolaan jaminan sosial secara terpisah dari sektor swasta termasuk dalam hal kebijakan, layanan, dan manfaat dari jaminan sosial yang dimaksudkan.
Pasalnya, tegasnya, penggabungan pengelolaan jaminan sosial ini, tidak hanya akan menghilangkan kebanggaan dari PNS, tetapi juga dapat menghilangkan unsur filosofis berupa penghargaan atas pengabdian. Hal tersebut juga akan berpotensi mengganggu kinerja serta pengabdian para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan demi melayani masyarakat.
"Terlebih karena dana yang dikumpulkan untuk pegawai negeri sipil tersebut jumlahnya lebih sedikit daripada tenaga kerja swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak," terang Kosasih, dikutip CNBC Indonesia, dari situs resmi Mahkamah Konstitusi,Kamis (6/2/2020).
Selain itu, Kosasih menekankan tidak ada program jaminan sosial dasar yang sesuai untuk diberikan pada pejabat negara dan PNS sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tentang SJSN.
Dalam sidang tersebut, Kosasih juga menjelaskan hingga saat ini belum ada bagian dari program Taspen yang dapat dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan karena perbedaan program dengan yang diterapkan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, kedudukan pejabat negara dan PNS memiliki karakteristik khusus sebagai abdi negara, yang pembayaran pensiunnya dibiayai oleh APBN. Dengan demikian, jaminan sosial bagi Pejabat Negara dan PNS tetap diselenggarakan oleh Taspen.
Kosasih menguraikan bahwa ketentuan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS telah memberikan keresahan tentang adanya pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun. Awalnya program ini dikelola secara khusus oleh Taspen, tapi akan dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Imbasnya, wacana tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para peserta program Taspen.
"Bahwa tidak dapat dipastikan dengan adanya pengalihan itu, para peserta Taspen akan mendapatkan layanan dan manfaat yang lebih baik dari pelayanan prima yang selama ini diberikan oleh Taspen," kata Kosasih dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya tersebut.
"Sebuah lembaga yang memang ditugaskan oleh pemerintah untuk secara fokus menyelenggarakan jaminan sosial dengan segmen dan target yang jelas, yaitu Pejabat Negara dan PNS dengan anggaran yang berasal dari APBN," jelasnya.
Sebelumnya Komisaris Utama Taspen Franky Sibarani mengatakan proses penggabungan perseroan bersama dengan Asabri ke BP Jamsostek merupakan kewenangan dari pemerintah. Perusahaan akan mengikuti keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah sebagai pijakan hukum dalam menjalankan perusahaan.
"Taspen kan kewenangan diberikan pemerintah jadi proses kelembagaan diserahkan ke pemerintah," kata Franky di Menara Taspen, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mendorong percepatan pengalihan Asabri dan Taspen ke BP Jamsostek.
"Yang paling penting saya kira, perlu ada audit terhadap kondisi BPJS Ketenagakerjaan terlebih dahulu, apakah dalam kondisi sehat atau tidak. Audit ini juga sebagai triggerapakah percepatan pengalihan ini dilakukan sebelum tahun 2029 atau melihat kondisi masing-masing lembaga," tutur Ketua Banggar Said Abdullah, dalam keterangan resmi, dikutip CNBC Indonesia dari situs DPR.go.id, Senin (27/1/2020)
(tas/hps) Next Article Dikabarkan Bantu Jiwasraya, Yuk Intip Kinerja Taspen
