IHSG di Februari Biasa Hijau, Kalau Diserang Virus Corona?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 February 2020 14:41
Virus Corona Ancam Perekonomian Global
Foto: Muhammad Sabki
Penyebaran infeksi virus Corona menjadi faktor utama yang harus diperhatikan pelaku pasar saham Tanah Air pada bulan ini.

Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Dilansir dari halaman resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC), hingga kini setidaknya sebanyak 28 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

[Gambas:Video CNBC]



Melansir publikasi dari Johns Hopkins, hingga kini sebanyak 491 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 24.500.

Kini, korban meninggal akibat virus Corona juga ditemui di luar China, tepatnya di Filipina dan Hong Kong.

Seperti yang diketahui, pada pekan lalu Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus Corona.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020), sebagaimana dikutip dari AFP.

Ia menegaskan peningkatan status ini menjadikan penyebaran virus Corona sebagai hal darurat yang perlu diperhatikan masyarakat internasional. Meski begitu, ini bukan berarti WHO tidak percaya kepada kemampuan China dalam menangani penyebaran virus tersebut.

Tetap saja, penyebarannya yang masif menjadi fokus badan dunia ini, apalagi jika masuk ke wilayah yang penanganan kesehatannya jauh di bawah China.

"Kita semua harus bertindak bersama sekarang untuk membatasi penyebaran lebih lanjut ... Kita hanya bisa menghentikannya bersama," tegasnya lagi.

Sebagai catatan, kondisi darurat internasional sudah lima kali dideklarasikan oleh WHO sejak aturannya berlaku pada tahun 2007 silam, yakni untuk flu babi, polio, Zika, Ebola, dan kini virus Corona.

Riset dari Standard & Poor's (S&P) menyebutkan bahwa virus Corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sekitar 1,2 persentase poin. Jadi, kalau pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini diperkirakan berada di level 6%, maka virus Corona akan memangkasnya menjadi 4,8% saja.

Untuk diketahui, pada tahun 2019 perekonomian Negeri Panda tercatat tumbuh sebesar 6,1%, melambat signifikan dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

"Pada tahun 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 persentase poin dari pertumbuhan ekonomi China yang sebesar 6,1%. Dengan perkiraan konsumsi domestik turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang sekitar 1,2 persentase poin," tulis riset S&P.

Kalau ekonomi China melambat, maka laju perekonomian global dipastikan akan tertekan. Pasalnya, sejauh ini China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.

Bagi Indonesia, tekanan terhadap perekonomian China dipastikan akan berdampak negatif terhadap perekonomian. Sebab, China merupakan pasar ekspor utama bagi Indonesia.

Sepanjang tahun 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke China bernilai US$ 25,85 miliar atau setara dengan 16,68% dari total ekspor non-migas. China merupakan negara tujuan ekspor non-migas terbesar bagi Indonesia.

Lebih lanjut, China juga merupakan salah satu investor sektor riil terbesar di Indonesia. Menurut data yang dipublikasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) dari China pada tahun 2019 adalah US$ 4,7 miliar atau setara dengan 16,8% dari total PMA Indonesia pada periode tersebut.

China merupakan negara asal PMA terbesar kedua setelah Singapura yang menyuntikkan dana segar hingga US$ 6,5 miliar ke Indonesia.

Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 1 persentase poin, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berkurang sebesar 0,3 persentase poin.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di level 5,3%. Jika pertumbuhan ekonomi China terpangkas 1,2 persentase poin karena virus Corona, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berkurang menjadi 4,94% saja. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular