Usai Babak Belur 3 Hari Beruntun, Asing Masuk IHSG Menghijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 February 2020 12:32
Usai Babak Belur 3 Hari Beruntun, Asing Masuk IHSG Menghijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (4/2/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 1,08% ke level 5.947,51. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terapresiasi 0,68% ke level 5.924,4.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,79%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+2,24%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,2%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+1,75%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,4%, indeks Shanghai menguat 0,21%, indeks Hang Seng bertambah 1,16%, indeks Straits Times terkerek 1,21%, dan indeks Kospi terapresiasi 1,93%.

Data BEI mencatat, asing masuk di semua pasar mencapai Rp 70,05 miliar, terdiri dari beli bersih asing di pasar reguler Rp 134,29 miliar dan net sell di pasar nego dan tunai Rp 64,23 miliar.


Bursa saham Benua Kuning berhasil bangkit pasca sudah diterpa tekanan jual dengan intensitas yang besar pada perdagangan kemarin, Senin (3/2/2020). Sementara itu, IHSG tercatat sudah melemah selama tiga hari beruntun. Dalam periode tiga hari perdagangan tersebut, jika ditotal koreksi IHSG mencapai 3,74%.

Bursa saham Benua Kuning mengekor kinerja Wall Street yang ditutup menguat pada dini hari tadi. Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones naik 0,51%, indeks S&P 500 menguat 0,73%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 1,34%.

Wall Street berhasil bangkit pasca sudah babak belur pada pekan kemarin. Di sepanjang pekan kemarin, indeks Dow Jones anjlok 2,55%, indeks S&P 500 ambruk 2,16%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 1,76%.

Pada perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat (31/1/2020), indeks Dow Jones jatuh 2,09%, indeks S&P 500 melemah 1,77%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 1,59%. Indeks Dow Jones mencatatkan kinerja harian terburuk sejak Agustus 2019, sementara indeks S&P 500 menorehkan kinerja harian terburuk sejak Oktober 2019.


Rilis data ekonomi yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Kemarin, Manufacturing PMI AS periode Januari 2020 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 50,9, di atas konsensus yang sebesar 48,5, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Ekspansi aktivitas manufaktur AS pada bulan Januari merupakan ekspansi pertama dalam enam bulan.
Di sisi lain, kinerja bursa saham Asia dibatasi oleh meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Dilansir dari halaman resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC), sejauh ini setidaknya sebanyak 27 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir CNBC International, hingga hari Selasa (3/2/2020) sebanyak 425 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai 20.438.

Kini, korban meninggal akibat virus Corona juga ditemui di luar China, tepatnya di Filipina dan Hong Kong.

Meluasnya infeksi virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.


Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.


[Gambas:Video CNBC]



Selain bisa menepis tekanan yang datang dari meluasnya infeksi virus Corona, IHSG juga bisa menepis tekanan yang datang dari rilis angka inflasi periode Januari 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Sepanjang Januari 2020, BPS mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.

Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Sebelumnya lagi pada awal Desember 2019, BPS mengumumkan bahwa sepanjang November 2019 terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan tercatat di level 3%.

Inflasi pada November 2019 berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus kala itu memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.

Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah. Merespons hal tersebut, saham-saham konsumer kemarin dilego pelaku pasar, mendorong indeks sektor barang konsumsi terkoreksi 0,53%.

Hingga akhir sesi satu perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi membukukan apresiasi sebesar 0,64%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Virus Corona Makin Brutal, Hari Sesi I IHSG Jatuh 0,99%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular