Virus Corona Makin Brutal, Hari Sesi I IHSG Jatuh 0,99%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 January 2020 12:34
Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,99% ke level 6.072,24.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (28/1/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,37% ke level 6.110,22. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,99% ke level 6.072,24.

IHSG masih saja diterpa tekanan jual yang signifikan pasca sudah melemah 1,78% pada perdagangan kemarin, Senin (27/1/2020).

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,29%), PT Barito Pacific Tbk/BRPT (-4,94%), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (-2,22%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,43%), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,37%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei melemah 0,95%, indeks Straits Times anjlok 2,84%, dan indeks Kospi ambruk 3,16%.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong masih diliburkan seiring dengan peringatan Tahun Baru China.

Aksi jual menerpa bursa saham Asia seiring dengan meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Kini, setidaknya sebanyak 16 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona. Perkembangan terbaru, Jerman melaporkan infeksi virus Corona pertama di negaranya.

Hingga kini, sebanyak 106 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus nyaris mencapai 4.200. Padahal hingga kemarin, jumlah korban meninggal baru sebanyak 80 orang. Hingga hari Minggu (26/1/2020), jumlahnya baru mencapai 56 orang.

Sebagai informasi, pemerintah China sebelumnya telah resmi memperpanjang libur Tahun Baru China guna meminimalisir penyebaran virus Corona.

Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.

Merespons terus meluasnya infeksi virus Corona, bursa saham AS alias Wall Street ikut ambruk pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones ambruk 1,57%, indeks S&P 500 turun 1,57%, dan indeks Nasdaq Composite anjlok 1,89%.

Terdapat kemungkinan bahwa infeksi virus Corona akan mewabah seperti SARS. Jika ini yang terjadi, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, kini masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.

Sebagai informasi, perekonomian Negeri Panda tumbuh sebesar 6,1% pada tahun 2019, jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2018 yang sebesar 6,6%. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

Dari dalam negeri, sentimen negatif bagi pasar saham Tanah Air masih datang dari pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Hasil RDG diumumkan oleh BI pada Kamis siang (23/1/2020).

[Gambas:Video CNBC]



Sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, tingkat suku bunga acuan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Lantas, empat bulan sudah BI tak memangkas 7-day reverse repo rate.

Untuk diketahui, kali terakhir BI memangkas 7-day reverse repo rate adalah pada September 2019. Di sepanjang tahun lalu, secara total BI memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 100 bps.

Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan semakin terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kala perekonomian sedang lesu seperti saat ini, wajar jika pelaku pasar saham Tanah Air berharap bahwa BI akan menyuntikkan stimulus moneter. Absennya stimulus moneter dari BI membuat IHSG menatap koreksi selama tiga hari beruntun.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular