Diserang Corona, Bursa China Sempat Kehilangan Rp 5.800 T

Redaksi, CNBC Indonesia
04 February 2020 07:08
Hingga pagi ini, jumlah korban meninggal karena virus corona sudah mencapai 425 orang dan total yang terinfeksi mencapai 19.550 orang.
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham China pada perdagangan kemarin sempat jatuh dalam menyusul ketakutan investor terhadap serangan virus corona terus bertambah. Hingga pagi ini, jumlah korban meninggal karena virus corona sudah mencapai 425 orang dan total yang terinfeksi mencapai 19.550 orang.

Korban yang terus bertambah tersebut membuat situasi di pasar saham Negeri Panda tersebut mengalami kepanikan. Apalagi sempat ditutup selama sepekan karena libur tahun baru imlek.

Saat perdagangan dibuka kemarin, Indeks Shanghai Composite turun hampir 9%. Ini membuat nilai kapitalisasi di bursa saham tersebut hilang US$ 420 miliar atau Rp 5.800 triliun lebih, seperti dilansir dari Reuters, Senin (3/2/2020).

Pada penutupan perdagangan indeks Shanghai akhirnya ditutup terkoreksi 7,72%. Stimulus yang digelontorkan Bank Sentral China senilai US$ 174 miliar atau sekitar Rp 2.390,74 triliun meredam koreksi agar tidak terlalu dalam.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini merupakan perdagangan pertama pasca libur panjang memperingati Tahun Baru Imlek.

Meluasnya infeksi virus Corona menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Benua Kuning. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.
Melansir CNBC International, pasca tumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.

"Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003," tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.

[Gambas:Video CNBC]


Berbicara mengenai virus Corona, jika ternyata infeksinya merebak menjadi wabah seperti SARS, dampaknya ke perekonomian China bisa lebih besar. Pasalnya, kini perekonomian China sudah semakin tergantung kepada sektor jasa.

Melansir CNBC International, sektor jasa menyumbang sebesar 59,4% dari total produk domestik bruto (PDB) China pada tahun 2019, sementara pada tahun 2003 kala wabah SARS merambah China kontribusi dari sektor jasa hanyalah sebesar 39%.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global.

(hps/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular