
Asing Kabur Rp 812 M, IHSG Masuk ke Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,94% ke level 5.884,17 pada perdagangan Senin (3/2/2020).
Tak sendirian melemah, bursa saham lainnya di Asia yang juga terkoreksi antara lain indeks Shanghai Composite yang terkoreksi paling dalam 7,72%, disusul pelemahan indeks Strait Times 1,19% dan indeks Nikkei 1,01%. Hanya indeks Hang Seng yang menguat 0,17%.
Katalis positif dari dalam negeri seperti rilis data inflasi belum cukup ampuh mengangkat IHSG kembali level psikologis 6.000.
Sepanjang Januari 2020, BPS mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.
Pada perdagangan hari ini, transaksi harian BEI mencapai Rp 6,96 triliun dari 6,65 miliar saham yang diperdagangkan. Terpantau sebanyak 107 saham menguat, 312 saham lainnya melemah dan 123 saham bergerak mendatar.
Hari ini, investor asing tercatat melakukan aksi jual Rp 812,19 miliar di seluruh pasar. Sedangkan, bila dilihat sejak awal tahun, investor asing melakukan aksi jual Rp 2,93 triliun di pasar reguler dan Rp 781,01 miliar di seluruh pasar.
Jika dilihat secara sektoral, hari ini agribisnis terkoreksi paling dalam 2,46% disusul sektor industri dasar dan infrastruktur dengan pelemahan sebesar 2,03% dan 1,85%.
Head of Research MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyebutkan pelemahan indeks ini masih disebabkan karena berita lama, yakni coronavirus yang membuat organisasi kesehatan dunia, WHO, sudah mencanangkan darurat global. Jumlah korban meninggal terus meningkat, alih-alih terjadi penurunan jumlahnya.
"Kejatuhan IHSG dan berada di bawah level 6.000 ada beberapa sebab, diantaranya semakin bertambahnya korban tewas dan orang yg terjangkiti Wuhan Corona Virus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan keadaan darurat global terkait penyebaran virus corona," kata Edwin, Senin (3/2/2020).
Sentimen lainnya yang dinilai juga mempengaruhi adalah munculnya kembali kekhawatiran pelaku pasar akan terjadi resesi ekonomi di Amerika Serikat. Sebab, indikator yang dijadikan acuan terjadinya resesi, yakni yield obligasi pemerintah Amerika tenor 10 tahun terus mengalami penurunan.
Tak hanya itu, dari dalam negeri juga ada kondisi yang membuat pasar terkoreksi. Beberapa perusahaan manajer investasi atau asset management melakukan redemption atas aset dasar (underlying) reksa dananya, menyusul permasalahan yang terjadi pada kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).
(tas/tas) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
