Investor Cinta Rupiah Biar Corona di Mana-mana

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 February 2020 13:47
Investor Cinta Rupiah Biar Corona di Mana-mana
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini memang melemah. Namun sepertinya rupiah masih menjadi kesayangan pelaku pasar.

Pada Senin (3/2/2020) pukul 12:52 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.725 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,55% dibandingkan posisi penutupan pasar akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 0,63% di hadapan dolar AS. Sepertinya tren tersebut belum akan berubah hari ini.


Akan tetapi, sebenarnya ada kecenderungan pelaku pasar masih percaya terhadap rupiah. Ini terlihat dari survei yang digelar Reuters.

Reuters menggelar jajak pendapat rutin untuk mengetahui posisi berbagai mata uang di mata investor. Hasilnya digambarkan dalam angka -3 sampai 3.

Kalau angkanya semakin tinggi, maka investor lebih mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS. Sebaliknya ketika angkanya kian rendah, maka investor percaya dan mengambil posisi long terhadap mata uang lainnya.

Dalam survei 23 Januari 2020, nilai rupiah adalah -0,85. Rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia setelah baht Thailand.

Reuters

Walau pekan lalu melemah, tetapi secara year-to-date rupiah masih menguat 1,66%. Rupiah bukan hanya menjadi mata uang terbaik Asia, tetapi juga di dunia. Namun tidak seperti Liverpool di Liga Primer Inggris, posisi rupiah di puncak rawan tergeser oleh pound Mesir.



Saat ini dunia memang sedang dibuat cemas oleh penyebaran virus Corona. Belum ada yang tahu sampai kapan dan seberapa luas virus ini menyebar.

Namun berkaca pada kasus penyebaran virus SARS pada 2002-2003, dampaknya ke pasar keuangan relatif terbatas. Meski kala itu kasus SARS sekitar sembilan bulan, tetapi pasar keuangan bisa rebound dalam tempo lima bulan.




Oleh karena itu, masih ada kemungkinan kasus virus Corona tahun ini tidak akan lama berpengaruh terhadap pasar. Lambat laun, meski entah kapan, kekhawatiran bakal mereda.

Secara garis besar, risiko di perekonomian global tahun ini menurun. Perang dagang AS-China yang berlangsung nyaris dua tahun sudah tidak ada, kedua negara telah meneken perjanjian damai dagang Fase I.

Inggris juga sudah melakoni perceraian dari Uni Eropa (Brexit). Prosesnya lancar, tidak ada drama, meski kesepakatan lanjutan belum dibuat.


Perkembangan damai dagang dan Brexit yang positif bisa membuat pelaku pasar mencoret dua risiko besar. Sikap risk-off (mengacuhkan risiko) merebak sehingga investor berbondong-bondong masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.


Lagipula, fundamental rupiah cukup kuat kok. Pada 2019, neraca perdagangan Indonesia memang defisit US$ 3,19 miliar. Namun jauh membaik ketimbang tahun sebelumnya yang minus US$ 8,69 miliar.

Ini membuat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada 2019 diperkirakan membaik ketimbang 2018. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia bisa surplus pada 2019 setelah pada 2018 membukukan defisit U$ 7,13 miliar.

 


Indonesia juga siap menawarkan imbalan investasi yang menggiurkan. Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia seri acuan tenor 10 tahun adalah 6,701%. Meski dalam tren turun, tetapi masih lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di Malaysia (3,141%), Filipina (4,575%), sampai India (6,511%).

Jadi selain aman, karena ditopang fundamental kuat, berinvestasi di Indonesia juga mendatangkan cuan. Dua hal ini yang bisa menarik arus modal lebih banyak ke pasar keuangan Indonesia sehingga menjaga keperkasaan rupiah.

Tidak heran investor masih 'sayang' kepada rupiah...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular