
Ramalan Fitch: Di 2020 Rupiah Bakal Makin Perkasa!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 January 2020 15:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (24/1/2020), dan sebentar lagi membukukan penguatan delapan pekan beruntun.
Rupiah pagi ini sempat menguat 0,44% ke level Rp 13.565/US$ di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Jika dilihat sejak awal tahun hingga hari ini, total penguatan rupiah sebesar 2,29%.
Berkat kinerja tersebut dan faktor fundamental yang mendasarinya, Fitch Solutions memperbaharui outlook rupiah di tahun ini.
Dalam rilisnya hari ini, Fitch Solutions memprediksi di tahun 2020 rata-rata rupiah berada di level Rp 13.650/US$, jauh lebih kuat dari prediksi sebelumnya rata-rata Rp 14.500/US$.
Sebagai gambaran, sejak awal tahun 2020 hingga hari ini rata-rata rupiah di kisaran Rp 13.740/US$. Itu artinya rupiah masih bisa menguat lagi, khususnya dalam jangka pendek.
Fitch memprediksi dalam jangka pendek atau tiga sampai enam bulan ke depan, ada tiga hal yang membuat rupiah diprediksi masih akan perkasa.
Yang pertama adalah selera terhadap risiko pelaku (risk appetite) pasar yang membaik, meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) serta Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang membaik.
Rupiah bersama mata uang lainnya di Asia dikatakan mendapatkan keuntungan dari kesepakatan dagang fase I antara AS dengan China.
Kemudian yang kedua sentimen pelaku pasar yang masih kuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reformasi untuk menarik investasi asing. Langkah tersebut sudah dimulai setelah pada 13 Januari lalu setelah Jokowi mampu menarik investasi senilai US$ 22,89 miliar atau setara Rp 315 triliun dari Uni Emirat Arab.
Yang terakhir, rupiah masih akan perkasa berkat defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang membaik. Fitch Solutions memperkirakan defisit transaksi berjaljan tahun ini sebesar 2,4% dari produk domestik bruto (PDB), jauh menipis dari prediksi sebelumnya 3% dari PDB.
Ketiga faktor tersebut diperkirakan membuat rupiah masih akan perkasa di semester I tahun ini. Setelahnya, dalam jangka panjang atau enam sampai 24 bulan ke depan Mata Uang Garuda diperkirakan mulai terdepresiasi hingga rata-rata di tahun 2021 Rp 13.800/US$.
Salah satu penyebab kembali melemahnya rupiah adalah Bank Indonesia (BI) yang diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali masing-masing 25 basis poin (bps) hingga menjadi 4,5%. Akibat pemangkasan tersebut yield obligasi dengan AS akan menipis, sehingga daya tarik investasi di Indonesia mulai berkurang dan rupiah mulai terdepresiasi.
Oleh karena itu, Fitch Solutions memperkirakan di tahun 2021 rata-rata rupiah berada di Rp 13.800/US$. Namun perkiraan tersebut masih lebih bagus dibandingkan prediksi sebelumnya Rp Rp 14.550/US$.
Sebelum Fitch Solutions, dan bank Goldman Sachs dan Bank of America Merrill Lynch yang memprediksi rupiah akan bersinar di tahun ini.
"Jika investor berinvestasi, anda tahu aset di Indonesia memiliki yield cukup tinggi, dengan kondisi makroekonomi dan pertumbuhan global yang relatif stabil, kami pikir ini [aset di Indonesia] cukup menarik untuk dimainkan" kata Zach Pandl, co-head mata uang global, suku bunga, dan strategi negara berkembang di Goldman Sachs, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/12/2019).
Selain karena yield tinggi yang diberikan, Pandl mengatakan rupiah juga layak menjadi salah satu target investasi melihat peluang dinaikkannya peringkat utang Indonesia.
"Itu [kenaikan peringkat utang] belum kami perhitungkan dan kami tetap berpikir untuk mengambil posisi beli (long) terhadap rupiah Indonesia, didanai dengan aset ber-yield rendah seperti dolar Taiwan atau euro, berinvestasi di rupiah bisa memberikan peluang return 10% atau sedikit lebih tinggi pada 2020," kata Pandl sebagaimana dilansir CNBC International.
Sementara analis BAML, Rohit Garg, mengatakan rupiah kini menjadi "kesayangan" pelaku pasar.
"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu," kata Garg dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).
Dia menambahkan rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan dari pemulihan ekonomi global serta kenaikan harga komoditas.
Gard juga mengatakan selain karena pemulihan ekonomi global, Bank Indonesia yang terbuka pada tren penguatan rupiah juga menjadi salah satu alasan rupiah menjadi "kesayangan" pelaku pasar, dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah pagi ini sempat menguat 0,44% ke level Rp 13.565/US$ di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Jika dilihat sejak awal tahun hingga hari ini, total penguatan rupiah sebesar 2,29%.
Berkat kinerja tersebut dan faktor fundamental yang mendasarinya, Fitch Solutions memperbaharui outlook rupiah di tahun ini.
Sebagai gambaran, sejak awal tahun 2020 hingga hari ini rata-rata rupiah di kisaran Rp 13.740/US$. Itu artinya rupiah masih bisa menguat lagi, khususnya dalam jangka pendek.
Fitch memprediksi dalam jangka pendek atau tiga sampai enam bulan ke depan, ada tiga hal yang membuat rupiah diprediksi masih akan perkasa.
Yang pertama adalah selera terhadap risiko pelaku (risk appetite) pasar yang membaik, meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) serta Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang membaik.
Rupiah bersama mata uang lainnya di Asia dikatakan mendapatkan keuntungan dari kesepakatan dagang fase I antara AS dengan China.
Kemudian yang kedua sentimen pelaku pasar yang masih kuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reformasi untuk menarik investasi asing. Langkah tersebut sudah dimulai setelah pada 13 Januari lalu setelah Jokowi mampu menarik investasi senilai US$ 22,89 miliar atau setara Rp 315 triliun dari Uni Emirat Arab.
Yang terakhir, rupiah masih akan perkasa berkat defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang membaik. Fitch Solutions memperkirakan defisit transaksi berjaljan tahun ini sebesar 2,4% dari produk domestik bruto (PDB), jauh menipis dari prediksi sebelumnya 3% dari PDB.
Ketiga faktor tersebut diperkirakan membuat rupiah masih akan perkasa di semester I tahun ini. Setelahnya, dalam jangka panjang atau enam sampai 24 bulan ke depan Mata Uang Garuda diperkirakan mulai terdepresiasi hingga rata-rata di tahun 2021 Rp 13.800/US$.
Salah satu penyebab kembali melemahnya rupiah adalah Bank Indonesia (BI) yang diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali masing-masing 25 basis poin (bps) hingga menjadi 4,5%. Akibat pemangkasan tersebut yield obligasi dengan AS akan menipis, sehingga daya tarik investasi di Indonesia mulai berkurang dan rupiah mulai terdepresiasi.
Oleh karena itu, Fitch Solutions memperkirakan di tahun 2021 rata-rata rupiah berada di Rp 13.800/US$. Namun perkiraan tersebut masih lebih bagus dibandingkan prediksi sebelumnya Rp Rp 14.550/US$.
Sebelum Fitch Solutions, dan bank Goldman Sachs dan Bank of America Merrill Lynch yang memprediksi rupiah akan bersinar di tahun ini.
"Jika investor berinvestasi, anda tahu aset di Indonesia memiliki yield cukup tinggi, dengan kondisi makroekonomi dan pertumbuhan global yang relatif stabil, kami pikir ini [aset di Indonesia] cukup menarik untuk dimainkan" kata Zach Pandl, co-head mata uang global, suku bunga, dan strategi negara berkembang di Goldman Sachs, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/12/2019).
Selain karena yield tinggi yang diberikan, Pandl mengatakan rupiah juga layak menjadi salah satu target investasi melihat peluang dinaikkannya peringkat utang Indonesia.
"Itu [kenaikan peringkat utang] belum kami perhitungkan dan kami tetap berpikir untuk mengambil posisi beli (long) terhadap rupiah Indonesia, didanai dengan aset ber-yield rendah seperti dolar Taiwan atau euro, berinvestasi di rupiah bisa memberikan peluang return 10% atau sedikit lebih tinggi pada 2020," kata Pandl sebagaimana dilansir CNBC International.
Sementara analis BAML, Rohit Garg, mengatakan rupiah kini menjadi "kesayangan" pelaku pasar.
"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu," kata Garg dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).
Dia menambahkan rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan dari pemulihan ekonomi global serta kenaikan harga komoditas.
Gard juga mengatakan selain karena pemulihan ekonomi global, Bank Indonesia yang terbuka pada tren penguatan rupiah juga menjadi salah satu alasan rupiah menjadi "kesayangan" pelaku pasar, dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular