
Analisis
Pelemahan Rupiah Berlanjut Lagi, Sampai Kapan?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 January 2020 12:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (28/1/2020), melanjutkan pelemahan Senin kemarin. Isu virus Corona varian baru masih menjadi penggerak utama pasar finansial hari ini.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,07% ke 13.610/US$, selepas itu Mata Uang Garuda terus terdepresiasi hingga 0,39% ke Rp 13.653/US$. Level tersebut menjadi yang terlemah hingga tengah hari, ketika rupiah berhasil sedikit memangkas pelemahan ke level Rp 13.650/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Penyebaran virus Corona masih menjadi penggerak utama pasar finansial pada hari ini. Virus yang berasal dari kota Wuhan China ini sudah menewaskan 106 orang dan menjangkiti 4.515 lainnya di negeri Tiongkok, sebagaimana dilansir CNBC International.
Selain China yang merupakan asal virus corona, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Vietnam, Singapura, Malaysia, Nepal, Prancis, Australia, AS, dan Kanada merupakan negara-negara yang sudah mengindentifikasi kasus yang sama. Semua pasien tersebut pernah berpergian atau datang dari China.
Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara membuat pelaku pasar semakin cemas dan bisa jadi akan semakin yakin untuk keluar dulu dari aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, sehingga rupiah pun tertekan.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menyatakan siap melakukan intervensi jika rupiah terus menguat juga membebani Mata Uang Garuda. Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin kemarin dicecar berbagai pertanyaan terkait penguatan rupiah.
Perry mengungkapkan pergerakan nilai rupiah yang menguat ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Terutama, inflasi yang rendah dan aliran modal asing yang cukup deras. Selain itu, Perry mengatakan BI siap melakukan intervensi jika rupiah nantinya menguat terlalu tajam, meski level saat ini dikatakan masih bagus.
"Sejauh ini, apresiasi rupiah masih memberikan dampak positif bagi perekonomian. Jika nanti penguatan rupiah terlalu jauh dan itu memberikan dampak negatif ke perekonomian, kami tidak akan untuk melakukan intervensi menggunakan mekanisme pasar agar rupiah sesuai dengan fundamentalnya," kata Perry sebagaimana dilansir Reuters.
Sebelumnya dalam beberapa kesempatan Perry belum pernah menyatakan akan melakukan intervensi terhadap rupiah. Ia selalu mengatakan penguatan rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga memberi kesan BI "merestui" penguatan rupiah.
Baru saat rapat dengan Komisi XI Perry mengungkapkan akan melakukan intervensi. Pernyataan Perry tersebut setidaknya memberikan pengaruh psikologis ke pelaku pasar jika rupiah mungkin tidak akan menguat terlalu jauh lagi.
Akibatnya rupiah yang sudah menguat lebih dari 2% sejak awal tahun dan membukukan penguatan delapan pekan beruntun diterpa aksi ambil untung (profit taking) dan membuatnya melanjutkan pelemahan awal pekan kemarin.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,07% ke 13.610/US$, selepas itu Mata Uang Garuda terus terdepresiasi hingga 0,39% ke Rp 13.653/US$. Level tersebut menjadi yang terlemah hingga tengah hari, ketika rupiah berhasil sedikit memangkas pelemahan ke level Rp 13.650/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Penyebaran virus Corona masih menjadi penggerak utama pasar finansial pada hari ini. Virus yang berasal dari kota Wuhan China ini sudah menewaskan 106 orang dan menjangkiti 4.515 lainnya di negeri Tiongkok, sebagaimana dilansir CNBC International.
Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara membuat pelaku pasar semakin cemas dan bisa jadi akan semakin yakin untuk keluar dulu dari aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, sehingga rupiah pun tertekan.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menyatakan siap melakukan intervensi jika rupiah terus menguat juga membebani Mata Uang Garuda. Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin kemarin dicecar berbagai pertanyaan terkait penguatan rupiah.
Perry mengungkapkan pergerakan nilai rupiah yang menguat ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Terutama, inflasi yang rendah dan aliran modal asing yang cukup deras. Selain itu, Perry mengatakan BI siap melakukan intervensi jika rupiah nantinya menguat terlalu tajam, meski level saat ini dikatakan masih bagus.
"Sejauh ini, apresiasi rupiah masih memberikan dampak positif bagi perekonomian. Jika nanti penguatan rupiah terlalu jauh dan itu memberikan dampak negatif ke perekonomian, kami tidak akan untuk melakukan intervensi menggunakan mekanisme pasar agar rupiah sesuai dengan fundamentalnya," kata Perry sebagaimana dilansir Reuters.
Sebelumnya dalam beberapa kesempatan Perry belum pernah menyatakan akan melakukan intervensi terhadap rupiah. Ia selalu mengatakan penguatan rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga memberi kesan BI "merestui" penguatan rupiah.
Baru saat rapat dengan Komisi XI Perry mengungkapkan akan melakukan intervensi. Pernyataan Perry tersebut setidaknya memberikan pengaruh psikologis ke pelaku pasar jika rupiah mungkin tidak akan menguat terlalu jauh lagi.
Akibatnya rupiah yang sudah menguat lebih dari 2% sejak awal tahun dan membukukan penguatan delapan pekan beruntun diterpa aksi ambil untung (profit taking) dan membuatnya melanjutkan pelemahan awal pekan kemarin.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Most Popular