Newsletter

Tebar Teror! Virus Corona Gerogoti Pasar Saham Global

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 January 2020 06:21
Tebar Teror! Virus Corona Gerogoti Pasar Saham Global
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, pasar keuangan tanah air ditutup kompak melemah. Ganasnya serangan virus corona baru tak hanya membuat korban terus berjatuhan, pasar finansial pun rontok dibuatnya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di level 6.242,177 pada 09.00 WIB kemarin (27/1/2020). Namun setelah itu IHSG terus mencatatkan koreksi dan akhirnya ditutup anjlok 1,78% dalam sehari.




Transaksi di bursa saham tanah air kemarin tercatat mencapai Rp 4,93 triliun dengan asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 161,02 miliar.

Mayoritas bursa utama kawasan Asia libur karena tahun baru imlek. Bursa saham yang masih buka dan aktif melakukan perdagangan kemarin adalah bursa Thailand, Filipina, India dan Jepang.

Tak hanya IHSG yang anjlok dalam, nasib sama juga menghampiri bursa kawasan Asia. Indeks PSEi (Filipina) terpangkas 0,47%, indeks SETi (Thailand) ambles 2,89%, indeks SENSEX (India) turun 1,13% dan indeks Nikkei225 (Jepang) terkoreksi 2,03% pada perdagangan kemarin.

Pelemahan pasar saham tanah air ternyata juga dirasakan oleh pasar keuangan lain. Nilai tukar rupiah terhadap dolar greenback juga akhirnya melemah. Pada perdagangan spot kemarin, rupiah ditutup di harga Rp 13.600/US$.

Posisi tersebut mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah melemah 0,26% di hadapan dolar AS. Walau melemah, rupiah masih jadi mata uang dengan kinerja paling ciamik di dunia. Sejak awal tahun rupiah telah mencatatkan penguatan 2,03% mengungguli pound Mesir sebagai runner up dengan apresiasi 1,56%.


Sementara dari pasar SUN, koreksi harga juga terjadi. Hal ini tercermin dari kenaikan imbal hasil empat seri acuan obligasi rupiah pemerintah RI. Seri acuan yang imbal hasilnya paling menguat adalah tenor 5 tahun (FR0081) yang mengalami kenaikan sebesar 12,6 basis poin dalam sehari.

Saat ini pasar masih mengkhawatirkan penyebaran virus corona baru yang merebak di Wuhan, China. Virus ini masih tergolong ke dalam jenis yang sama dengan virus penyebab SARS 17 tahun silam.

Virus ini menyerang sistem pernapasan dan dapat mengakibatkan pneumonia yang berakibat fatal hingga berujung pada kematian. Tiap harinya korban terus berjatuhan. Pada Minggu (26/1/2020) jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 2.744 kasus dengan 56 orang korban meninggal.

Selang sehari, jumlah kasus bertambah menjadi 2.900 dan korban meninggal mencapai 82 orang. Kasus ini paling banyak dijumpai di China dengan total 2.839 kasus dan semua korban meninggal berasal dari China.

Virus ini tak hanya menyerang China saja. Ada 61 kasus lain yang dilaporkan di luar China. Virus corona baru kini telah menjangkiti 15 negara lain. Menurut laporan CNBC International, 61 kasus tersebut tersebar di berbagai benua mulai dari Asia, Eropa, Amerika hingga Australia.

Dalam sehari terakhir, jumlah kasus bertambah 144 dan korban meninggal bertambah menjadi 25 orang. Memang belum ada korban jiwa di luar China akibat virus ini. Namun yang mengerikan adalah jumlah kasus di luar China juga bertambah.

[Gambas:Video CNBC]



Di AS sudah ada lima kasus orang yang terjangkit virus corona dilaporkan. Semuanya memiliki riwayat pernah bepergian ke Wuhan, sumber virus itu berasal. Kasus kelima telah berhasil dikonfirmasi oleh Center for Disease Control & Protection (CDC) di Arizona. Empat kasus sebelumnya ditemukan di Washinton, Chicago, California Los Angeles County dan Orange County.

Menteri Kesehatan China Ma Xiaowei memperingatkan akan bahayanya virus ini. Mengutip pemberitaan media National Review, Ma Xiaowei mengatakan bahwa virus ini dapat menular pada masa periode inkubasinya, yaitu dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu saat penderita belum menunjukkan gejala terserang penyakit.

“Saat ini laju perkembangan epidemi semakin cepat, saya takut ini akan terjadi dalam beberapa waktu dan jumlah kasus menjadi bertambah” kata Ma, mengutip National Review.

Namun Dr. Nancy Messioner selaku direktur CDC untuk bagian imunisasi dan penyakit pernapasan menanggapi pernyataan menteri kesehatan China itu dengan skeptis.

“Kami di CDC belum menemukan bukti jelas bahwa pasien dapat menularkan penyakit walau belum menunjukkan gejala. Namun kami terus berupaya melakukan investigasi akan kemungkinan tersebut” ucapnya.

CNBC Internasional melaporkan pada Senin (27/1/2020), CDC kini sedang melakukan investigasi terhadap 110 pasien dari 26 daerah. Jumlah pasien yang sedang diinvestigasi di AS bertambah hampir dua kali lipat sejak Kamis pekan lalu (23/1/2020).

Kasus ini juga menjadi sorotan Presiden AS ke-45 Donald Trump. Trump dalam akun twitternya mengatakan bahwa AS terus menjalin komunikasi dengan China terkait perkembangan virus ini.

“Kami terus berkomunikasi dengan China mengenai masalah ini. Di AS kasus yang dilaporkan sangat sedikit. Namun kami tetap waspada. Kami telah menawarkan bantuan kepada China dan Presiden Xi. Ahli kami sangat andal” begitu cuitnya di twitter kemarin.

Merebaknya virus ini di berbagai negara semakin memunculkan kecemasan bahwa virus ini akan menyebabkan pandemi seperti SARS 17 tahun silam yang menewaskan hingga 774 orang di dunia.

Wabah virus corona yang menyerang China menyebabkan saham-saham di sektor konsumen, ritel, hotel dan restoran yang terpapar langsung ke pasar China anjlok pada perdagangan kemarin. Beberapa saham tersebut diantaranya Estee Lauder, Nike, Marriot, Hilton, Hyatt Hotel, McDonald, Starbucks dan Yum China.



Wall Street pun tak kuasa menahan serangan virus corona baru penyebab pneumonia ini, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 1,57%, indeks S&P 500 & indeks Nasdaq komposit juga mengalami nasib yang sama, masing-masing terkoreksi sebesar 1,57% dan 1,89% pada perdagangan kemarin (27/1/2020) waktu setempat.

Sentimen lain yang juga turut membuat Wall Street finis di zona merah adalah rilis data penjualan rumah baru bulan Desember di AS yang tak memuaskan. Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan penjualan rumah baru bulan Desember akan naik 1,5% dari bulan sebelumnya dan mencapai angka 730.000.

Namun kenyataannya penjualan rumah di bulan Desember malah lebih rendah dari bulan November. Trading Economics mencatat penjualan rumah pada Desember 2019 turun 3.000 unit dibanding November tahun lalu menjadi 694.000 unit.

Data penjualan rumah dapat digunakan sebagai indikator perekonomian karena permintaan rumah akan menggerakkan sektor lain seperti semen, konstruksi, hingga perbankan. Jadi maklum saja ketika datanya tak sesuai harapan maka imbasnya bisa terasa di bursa saham Paman Sam seperti sekarang ini. Pasar masih perlu terus mencermati perkembangan kasus virus corona baru ini. Pasalnya selain membuat korban terus berjatuhan, bursa saham dunia ikut berguguran. Merosotnya Wall Street tentu bukan bukan kabar baik untuk pasar Asia pagi ini.

Tak hanya Wall Street dan bursa saham kawasan Asia saja yang rontok. Bursa saham Eropa juga mengalami nasib yang sama karena kasus virus corona ini. Indeks bursa Eropa Stoxx 600 anjlok pada lebih dari 2% dalam sehari. Artinya epidemi yang berkembang di China ini telah membuat pasar global menjadi panik.

Saat ini pimpinan WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dikabarkan sedang berdiskusi dengan pemerintah China terkait perkembangan dari kasus virus ini. WHO masih membutuhkan data terkait karakteristik dari virus ini sebelum mendeklarasikan kondisi sekarang sebagai situasi darurat global.

Pemerintah China juga terus berupaya untuk meningkatkan pasokan alat dan kebutuhan medis lain ke Wuhan termasuk mengirim 3 juta masker, 14.000 pakaian perlindungan dan 110.000 pasang sarung tangan.

CNBC Internasional melaporkan, lebih dari 1.600 staf medis dikirim ke Provinsi Hubei untuk menangani kasus ini. Sebelumnya pemerintah China juga telah menganggarkan dana senilai US$ 145 juta untuk membangun rumah sakit dengan kapasitas mencapai 1.000 kasur untuk pasien yang menderita.

Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah China adalah dengan memperpanjang libur tahun baru hingga 2 Februari nanti. Dengan libur yang diperpanjang diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya kerumunan orang yang berisiko menyebabkan penularan.

Namun potensi kasus terus bertambah masih ada. Tenaga medis yang kewalahan dan padatnya penduduk China terutama di Wuhan mempermudah penyebaran virus ini. Saat ini diperkirakan ada 9 juta orang yang menetap d Wuhan.

Wuhan sendiri dan belasan kota lain saat ini sedang dikarantina agar virus tak meluas ke mana-mana. Fasilitas transportasi untuk semua jalur ditutup, bahkan taman hiburan seperti Disney Land di Shang Hai ditutup.

Hal yang dikhawatirkan adalah virus ini akan terus meluas dan menjadi pandemi seperti pada kasus SARS 2002-2003. SARS sendiri juga diakibatkan oleh virus corona. Pertama kali ditemukan juga di China dan berlangsung kurang lebih empat hingga enam bulan.

Dalam periode tersebut jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 8.096 kasus dan 774 orang dinyatakan meninggal dunia. Artinya tingkat fatalitas SARS mencapai 9,6%. Sedangkan dengan kalkulasi yang sama tingkat fatalitas virus corona baru saat ini berada di angka 2,8%.

Memang masih lebih rendah dari SARS. Namun kalau laju bertambahnya kasus dan kematian terus meningkat, dampaknya benar-benar dapat dirasakan terhadap perekonomian. Tak hanya ekonomi China saja yang kena dampaknya, ekonomi kawasan Asia lain seperti Thailand dan Singapura juga akan kena imbasnya.

"Kami memperkirakan akan ada dampak terhadap perekonomian baik di sisi dunia usaha maupun konsumen jika situasi ini terus bertahan," kata Chan, sebagaimana diberitakan Reuters.



Untuk mengendalikan penyebaran virus Corona, pemerintah Negeri Singa menempuh sejumlah kebijakan. Seluruh warga dengan riwayat perjalanan ke China diminta tinggal di rumah. Pemerintah juga merilis travel advisory terbaru, yang mencegah warga melakukan perjalanan ke China kalau tidak ada keperluan mendesak.

Jangan sampai hal ini terus terjadi, karena dampaknya ke pasar juga akan semakin buruk.

Selain virus corona, pelaku pasar juga perlu mencermati adanya musim rilis laporan keuangan kuartal IV 2019 oleh emiten bursa saham Paman Sam. Walau pasar mengalami koreksi yang signifikan, investor masih optimis dengan kinerja emiten sektor teknologi AS.

Berdasarkan estimasi yang dihimpun Refinitiv, pada kuartal keempat tahun 2019 laba emiten dalam kelompok indeks S&P 500 diramal akan turun 0,8% (yoy), sementara pendapatan akan tumbuh 4,4% (yoy).

Pada 28 Januari 2020, Apple akan merilis laporan keuangannya. Apple diperkirakan akan membukukan pertumbuhan laba sebesar 8,7% (yoy) dan mengalami kenaikan penjualan sebesar 4,8% (yoy) pada kuartal IV-2019

Dalam kondisi seperti sekarang ini saham-saham dari sektor teknologi diperkirakan akan menjadi penggerak bursa saham Paman Sam. Namun jika perkiraan tersebut ternyata meleset, koreksi harga saham-saham emiten teknologi yang tergabung dalam FAANG+M (Facebook, Amazon, Apple, Netfix, Google dan Microsoft) mungkin terjadi. Berikut ini adalah rilis data ekonomi dan agenda korporasi yang terjadwal hari ini :
1. RUPS PT Guna Timur Raya Tbk (10.30 WIB)
2. RUPSLB PT Fast Food Indonesia Tbk (11.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional :

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q III-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Desember 2019 YoY)

2,72%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020)

5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (Q III-2019)

-2,66% PDB

Neraca pembayaran (Q III-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (Desember 2019)

US$ 129,18 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar silakan klik di sini.




TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular