Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak tiga perusahaan asuransi di Tanah Air menjadi sorotan publik saat ini. Ketiganya yakni dua perusahaan asuransi BUMN dan satu perusahaan asuransi swasta berbentuk mutual: PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asabri (Persero), dan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Ketiganya memiliki persoalan yang mirip dalam hal investasi tetapi dengan penyelesaian yang berbeda, kendati yang baru masuk ranah hukum yakni baru Jiwasraya.
Jiwasraya mengalami gagal bayar produk asuransi JS Saving Plan yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 senilai Rp 12,4 triliun. Tahun ini, gagal bayarnya berpotensi bertambah Rp 3,7 triliun sehingga total menjadi Rp 16 triliun.
Bagaimana sebetulnya persoalan dan perkembangan terakhir tiga perusahaan BUMN tersebut?
1. Jiwasraya
Persoalan likuiditas dialami Jiwasraya ketika pendapatan premi tak sesuai dengan kewajiban yang harus dibayarkan. Perseroan bahkan punya kewajiban pembayaran polis produk bancassurance bernama JS Saving Plan senilai Rp 12,4 triliun.
JS Saving Plan adalah produk asuransi jiwa berbalut investasi yang ditawarkan melalui bank (bancassurance). Produk Saving Plan ini mengawinkan produk asuransi dengan investasi seperti halnya unit link. Bedanya, di Saving Plan risiko investasi ditanggung oleh perusahaan asuransi, sementara risiko investasi unit link di tangan pemegang polis.
Total polis jatuh tempo atas produk ini pada Oktober-Desember 2019 ialah sebesar Rp 12,4 triliun. Manajemen baru Jiwasraya menegaskan tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai triliunan itu karena adanya kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.
Berdasarkan dokumen Penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, terungkap informasi berkaitan dengan return yang dijanjikan Jiwasraya kepada nasabah pembeli produk JS Savings Plan.
Ada dua hal yang disoroti, pertama, terjadi kesalahan dalam pembentukan harga produk tersebut alias mispricing. Produk Saving Plan yang ditawarkan melalui bancassurance itu ternyata dijanjikan memiliki guaranted return sebesar 9-13% per tahan selama 2013-2018 dengan periode pencairan setiap tahun.
Perkembangan Terakhir:
Selain dilanda kerugian investasi, Jiwasraya juga disidik Kejaksaan Agung soal dugaan korupsi. Potensi kerugian di perusahaan ini diduga merugikan negara Rp 13,7 triliun. Kejagung sudah menetapkan lima tersangka dan melakukan pemblokiran terhadap aset para tersangka.
Kelimanya adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Selain itu, setidaknya lebih dari 13 perusahaan manajer investasi juga diperiksa terkait dengan dugaan korupsi ini.
Tak hanya itu, soal pengembalian dana kepada nasabah, akan dilakukan secara mencicil pada kuartal I-2020 setelah dua skema akan dilakukan yakni holdingisasi Jiwasraya dan penjualan anak usaha (divestasi).
[Gambas:Video CNBC]
2. Asabri
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kembali kondisi keuangan Asabri cukup stabil. Berbeda dengan kasus yang mendera Jiwasraya, dana nasabah yang notabene adalah hasil iuran dari para prajurit TNI, Polri dan PNS Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dinyatakan aman.
"Ya saya sampaikan laporannya bahwa memang seperti yang saya sampaikan kondisi keuangan [Asabri] stabil," kata Erick setelah bertemu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, Kamis (16/1/2020).
"Tapi apakah tadi ada penyelewengan atau penurunan harga saham ya tentu harus dibuktikan," imbuh Erick.
Menurut pendiri Mahaka Media itu, Kepolisian sudah memberikan pernyataan lebih jauh soal Asabri. Sementara, persoalan Asabri terkait dengan hukum, sambung Erick, bukan wilayah kewenangan BUMN.
Dalam kesempatan yang sama, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan kembali bahwa dana pensiunan sampai jaminan kematian milik para prajurit TNI/Polri/Kemenhan dijamin aman.
 Foto: Mahfud MD: Keuangan Asabri Masih dalam Keadaan Baik (CNBC Indonesia TV) |
Mahfud yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu memang sempat mengatakan ada dugaan ketidakberesan atau dugaan korupsi Asabri hingga mencapai Rp 10 triliun. Namun, ia justru mengklarifikasi lagi dan mengatakan hal tersebut dilihat melalui media.
Dalam konferensi pers terpisah, Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja membantah pemberitaan bahwa telah terjadi dugaan korupsi di perusahaannya. Tidak main-main, Asabri akan menempuh jalur hukum bila ada berita soal Asabri yang tendensius dan negatif.
"Saya ingin klarifikasi terhadap pemberitaan media. Kepada seluruh peserta Asabri, TNI, Polri dan ASN Kementerian Pertahanan Polri, saya tegaskan saya menjamin bahwa uang kalian yg dikelola di Asabri aman. Tidak hilang dan tidak dikorupsi," ujar Sonny, dalam konferensi pers yang berlangsung singkat Kamis (16/1/2020).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Asabri mengalami potensi penurunan nilai saham dari beberapa saham koleksinya. Data BEI mencatat, setidaknya Asabri memegang 15 emiten di BEI, dan 12 di antaranya mengalami potential loss seiring dengan penurunan harga saham emiten tersebut.
Ke-12 perusahaan yang sempat dimiliki Asabri adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL), PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR), dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE).
Perusahaan lain adalah PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU), dan PT Island Concepts Indonesia Tbk (ICON).
 Foto: Sony Wijaya Dirut Asabri, Herman hidayat direktur SDM dan umum (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) |
Perkembangan Terbaru:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit pengelolaan investasi dapen.
"Perlu disampaikan bahwa hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi terkait hasil pemeriksaan investigatif Asabri dari BPK. Pernyataan resmi tentang pemeriksaan terkait Asabri akan dinyatakan oleh Ketua dan/atau Wakil Ketua BPK," kata Biro Humas dan Kerja Sama Internasional.
Kementerian BUMN juga akan melalukan review hasil audit Asabri yang dilakukan oleh BPKP. Ditemukan ada penurunan nilai hasil investasi di saham dan reksa yang signifikan.
"Asabri kami review. Kami lagi audit dengan BPKP, memang ada seperti yang dibaca media ada penurunan saham dan reksa dana signifikan," kata Kartika Wirjoatmodjo, Wamen BUMN.
"Kami tadi review dengan BPKP dan komisaris. Dan kami akan melakukan tindakan-tindakan juga kami akan lihat siapa pihak-pihak yg bertanggung jawab, dan nanti pada saatnya kami umumkan sanksi dan proses seperti apa," kata Kartika lagi.
3. AJB Bumiputera
Perusahaan yang berbentuk mutual (pemegang polis jadi pemegang saham) yakni Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dihadapkan pada kewajiban pembayaran klaim nasabah. Manajemen mengungkapkan potensi klaim di 2019 dan 2020 nilainya mencapai Rp 9,6 triliun.
Hingga saat ini perusahaan masih memutar otak untuk menutupi pembayaran klaim di angka tersebut, bahkan rencananya pembayaran akan dilakukan dengan mencicil kepada nasabah.
Direktur Utama AJB Bumiputera Dirman Pardosi mengatakan saat ini perusahaan masih berkutat menyelesaikan masalah likuiditas dan permodalan perusahaan untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
"Itu bukan potensi gagal bayar. Itu potensi klaim 2020 + os claim 2019. Tidak ada yang gagal bayar. Kami punya rencana semua akan dibayar. Hanya sistemnya yang harus antri karena saat ini masih kesulitan likuiditas," kata Dirman kepada CNBC Indonesia, Senin (20/1/2020).
Dia menargetkan masalah likuiditas perusahaan akan kembali membaik dalam kurun waktu 4 tahun, terhitung sejak 2019. Artinya, perusahaan memastikan likuiditas sudah bukan menjadi masalah lagi pada 2023.
Perkembangan Terbaru:
Bumiputera berencana untuk melakukan penjualan asetnya dengan nilai mencapai Rp 2 triliun untuk melakukan pembayaran klaim asuransi kepada nasabahnya. Penjualan aset ini menjadi salah satu langkah perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan.
Dirman mengatakan sumber dana untuk pembayaran klaim nasabah bisa beragam. Nilai yang akan dibayarkan juga terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan cash flow perusahaan.
"Rencana [penjualan mencapai] Rp 2 triliun, utamanya untuk klaim. Sumber dana pembayaran klaim kan macam-macam. Ini lagi diupayakan. Kalau jumlah klaim yang akan dibayarkan setiap saat berubah sesuai perkembangan cashflow," katanya Kamis (26/12/2019).
Aset ini merupakan bagian dari asset management yang dilakukan perusahaan. Rencananya, pelepasan aset ini akan dilakukan dengan skema jual putus dan sebagian dengan skema kerja sama operasi (KSO) dengan pihak lain.