
Rupiah Jadi Jawara di Asia, Ternyata Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan nilai tukar rupiah yang menguat cukup tajam terhadap dolar AS belakangan ini mendapat sorotan, termasuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Data Refinitiv mencatat pada 2 Januari 2020, kurs Rupiah dibuka di level Rp 13.865/US$. Kemudian, pada 16 Januari 2020 rupiah terus menguat ke Rp 13.635/US$. Artinya, penguatan rupiah hampir mencapai 2%.
Lantas apa yang menyebabkan rupiah menguat dan kemarin menjadi jawara di Asia?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, rupiah bergerak menguat karena adanya sejumlah katalis positif baik dari eksternal maupun domestik.
Pertama, menurut Piter, adanya potensi perbaikan dari harga-harga komoditas di tahun ini. Tahun lalu, beberapa harga komoditas sempat berada di bawah rata-rata, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil) yang turut menekan kinerja perusahaan industri sawit nasional.
"Ada potensi perbaikan harga-harga komoditas yang artinya perekonomian Indonesia membaik," kata Piter, Jumat (17/1/2020).
Selanjutnya, negosiasi perdagangan fase antara AS dengan China juga menjadi katalis positif bagi rupiah. Kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%.
Di sisi lain, kata Piter, ada faktor pendorong dari global terkait kondisi likuiditas yang longgar dan sejumlah kebijakan yang diinisiasi pemerintah tahun ini, yakni Omnibus Law.
"Sentimen positif meredanya perang dagang, diiringi harapan ekonomi Indonesia membaik karena rebound-nya harga komoditas plus kebijakan yang on the track," ungkapnya.
Pada saat menjadi pembicara dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Ritz Carlton, SCBD, Kamis (16/1/2020), Jokowi menyoroti penguatan rupiah.
"Nilai tukar rupiah kita menguat. Kalau menguatnya terlalu cepat kita haris hati-hati," kata Jokowi.
Menurutnya, penguatan nilai tukar rupiah yang terlalu cepat bisa berdampak negatif. Penguatan rupiah di satu sisi memang bagus, tetapi juga harus dicermati faktor fundamentalnya.
Apalagi pasti ada pihak yang tidak senang atau terbebani dengan penguatan rupiah yang terlalu kuat dan cepat. "Ada yang tidak senang dan ada yang senang. Eksportir pasti tidak senang karena rupiah menguat, menguat, menguat," kata Jokowi lagi.
Dengan rupiah yang terlalu menguat, Jokowi mengatakan bisa berbahaya karena daya saing menurun. Seperti diketahui, pada 2 Januari 2020, kurs Rupiah dibuka di level Rp 13.865/US$. Kemudian, pada 16 Januari 2020 rupiah terus menguat ke Rp 13.635/US$. Artinya, penguatan rupiah hampir mencapai 2%.
(tas/tas) Next Article Duh Dolar AS Lagi Garang, Rupiah pun Ditekuk & Tumbang