
Analisis
AS-China Mau Damai Besok, Harga Emas Kurang Bersemangat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 January 2020 16:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali melemah pada perdagangan Selasa (14/1/2020) melanjutkan penurunan di awal pekan kemarin.
Pada pukul 15:40 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.545/troy ons, melemah 0,21% di pasar spot, melansir dara Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan emas bahkan sempat melemah 0,8%.
Tekanan terhadap emas datang dari semakin membaiknya sentimen pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko yang tercermin dari penguatan bursa saham global. Kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih menjadi faktor utama membaiknya sentimen pelaku pasar.
Kesepakatan tersebut rencananya akan diteken pada Rabu (15/1/2020) besok, waktu Washington.
Dalam kesepakatan dagang fase I, Presiden Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.
Sementara dari pihak China, Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Ketika perang dagang AS-China tidak lagi tereskalasi, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, aset aman (safe haven) seperti emas menjadi kurang menarik.
Meski demikian, pada hari ini pergerakan emas juga menanti data inflasi AS yang akan dirilis malam ini.
Untuk diketahui, data inflasi dan data tenaga kerja merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga.
Data tenaga kerja AS sudah dirilis pada Jumat (10/1/2020) pekan lalu, hasilnya mengecewakan. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%.
Jika data inflasi malam juga mengecewakan, bukan tidak mungkin The Fed akan membuka lagi peluang pemangkasan suku bunga di tahun ini. Di akhir tahun lalu The Fed sudah mengungkapkan suku bunga tidak akan dinaikkan tahun ini, hal tersebut menjadi salah satu alasan emas perkasa di penghujung 2019, hingga berakhir di atas US$ 1500/troy ons.
Sikap The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini mampu mengangkat harga emas, apalagi jika bank sentral paling powerful di dunia tersebut kembali membuka peluang pemangkasan, emas tentunya akan kembali melesat.
Pada pukul 15:40 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.545/troy ons, melemah 0,21% di pasar spot, melansir dara Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan emas bahkan sempat melemah 0,8%.
Tekanan terhadap emas datang dari semakin membaiknya sentimen pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko yang tercermin dari penguatan bursa saham global. Kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih menjadi faktor utama membaiknya sentimen pelaku pasar.
Kesepakatan tersebut rencananya akan diteken pada Rabu (15/1/2020) besok, waktu Washington.
Sementara dari pihak China, Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Ketika perang dagang AS-China tidak lagi tereskalasi, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, aset aman (safe haven) seperti emas menjadi kurang menarik.
Meski demikian, pada hari ini pergerakan emas juga menanti data inflasi AS yang akan dirilis malam ini.
Untuk diketahui, data inflasi dan data tenaga kerja merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga.
Data tenaga kerja AS sudah dirilis pada Jumat (10/1/2020) pekan lalu, hasilnya mengecewakan. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%.
Jika data inflasi malam juga mengecewakan, bukan tidak mungkin The Fed akan membuka lagi peluang pemangkasan suku bunga di tahun ini. Di akhir tahun lalu The Fed sudah mengungkapkan suku bunga tidak akan dinaikkan tahun ini, hal tersebut menjadi salah satu alasan emas perkasa di penghujung 2019, hingga berakhir di atas US$ 1500/troy ons.
Sikap The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini mampu mengangkat harga emas, apalagi jika bank sentral paling powerful di dunia tersebut kembali membuka peluang pemangkasan, emas tentunya akan kembali melesat.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular