Kurang Hebat Apa, Rupiah Catat Penguatan 6 Pekan Beruntun!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 January 2020 17:47
Sentimen Eksternal Membaik, Fundamental Dalam Negeri Cukup Bagus
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi penopang penguatan rupiah pada hari ini. Sebenarnya sejak Selasa (7/1/2020) Mata Uang Garuda sudah menunjukkan tanda-tanda akan terus menguat, tetapi isu perang AS vs Iran membuatnya terkoreksi di hari Rabu (8/1/2020). 

Rupiah akhirnya mulai menguat Kamis kemarin setelah risiko perang mereda, dan akhirnya "mengamuk" pada hari ini.

Seperti diketahui sebelumnya, pada Rabu (8/1/2020) pagi kemarin, Iran menyerang pangkalan militer AS di Irak dengan belasan rudal. Pasar dibuat cemas akan risiko terjadinya perang yang lebih luas, tetapi Presiden AS, Donald Trump, mendinginkan situasi. 

Dalam pidatonya pada Rabu (8/1/2020) malam terkait serangan rudal tersebut Trump mengatakan Iran "sepertinya mundur" setelah melakukan serangan tersebut. Ia juga menyatakan akan mengenakan sanksi ekonomi ke Teheran. Hal tersebut mengindikasikan Presiden AS ke-45 ini tidak akan menggunakan kekuatan militer, yang membuat sentimen pelaku pasar kembali membaik. 

Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan membuka peluang bernegosiasi dengan Iran. "Kita semua harus bekerja sama untuk mencapai kesepakatan dengan Iran yang membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman dan damai" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.


Kecemasan akan terjadinya perang pun mulai mereda. Rupiah mendapat tenaga tambahan untuk menguat setelah memastikan akan menandatangani kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari mendatang. 

"Karena undangan dari AS, Liu He akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.

"Kedua pihak kini tengah dalam pembicaraan intens tentang detail penandatanganan."

Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. 
Selain itu, rupiah sejak Rabu kemarin juga punya modal lain untuk menguat, yakni data cadangan devisa RI. 

Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa Indonesia bulan Desember 2019 yang naik menjadi US$ 129,18 miliar, dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 126,63 miliar. Cadangan devisa di bulan Desember tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.



Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga memberikan pendapat terkait penguatan rupiah hari ini, Menurut Perry ada tiga hal yang membawa rupiah menjadi perkasa.

"Rupiah di bawah Rp 13.800/US$ kami pandang penguatan ini mencerminkan tiga hal. Yakni fundamental ekonomi yang akan lebih tinggi (pertumbuhannya) yakni 5,1-5,5%," kata Perry di Gedung BI, Jumat (10/1/2020).

Kemudian, sambung Perry, inflasi terjaga dengan baik dan defisit transaksi berjalan (CAD) berada di 2,5-3% dari PDB.

"Cadangan devisa juga lebih tinggi. Penguatan rupiah konsisten dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang membaik," katanya.

Selain itu, Perry mengungkapkan, penguatan rupiah ini menunjukkan juga mekanisme pasar berjalan dengan baik. Pasokan valas lebih tinggi dari permintaan dan aliran modal lebih dari mencukupi.

"Ketiga, penguatan rupiah menunjukkan confidence kebijakan pemerintah dan BI menjaga rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar," kata Perry

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular