
Analisis
Rupiah Ngamuk Lagi, Menjebol Level Rp 13.900/US$
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 January 2020 13:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat signifikan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (7/1/2020), hingga menjebol kembali level Rp 13.900/US$. Sentimen pelaku pasar yang mulai membaik mengangkat kinerja Mata Uang Garuda.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat ke 0,04% ke level Rp 13.930/US$. Setelahnya penguatan rupiah semakin menebal hingga 0,32% ke Rp 13.890/US$ sebelum tengah hari.
Sepanjang akhir pekan lalu, pelaku pasar dibuat cemas dengan kemungkinan terjadinya perang antara AS dengan Iran. Pada Jumat (3/1/2019) AS membunuh Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qasim Soleimani lewat serang pesawat tanpa awak di Bandara Baghdad.
Jenderal Soleimani adalah sosok paling penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner Iran. Soleimani yang berusia 62 tahun itu juga dikenal sebagai pemimpin Garda Revolusi Iran, memikul tanggung jawab atas operasi rahasia Iran di luar negeri. Sejumlah analis bahkan menilai Soleimani memiliki pengaruh diplomatik yang lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Zarif mengutuk keras tindakan AS, dan menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS. "AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu Washington, Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Namun, hingga hari ini Iran yang belum "balas dendam" membuat pelaku pasar lebih tenang, sentimen sedikit membaik, dan kembali masuk ke aset berisiko yang berimbal hasil tinggi.
"Risiko konflik memang meningkat. Namun pada kenyataannya, mungkin hanya akan sebatas pertempuran-pertempuran kecil yang sporadis. Risiko konflik yang sangat panas rasanya kecil karena Iran mungkin tidak akan melakukan respons yang membuat situasi tereskalasi signifikan," papar Tom Porcelli, Kepala Ekonom Wilayah AS di RBC Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketika sentimen pelaku pasar membaik, aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi, dan rupiah menjadi salah satu yang mendapat rezeki.
Selain itu, data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) membuat penguatan rupiah semakin terakselerasi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di bulan Desember naik ke 126,4, dari sebelumnya 124,2, dan menjadi yang tertinggi sejak bulan Juni 2019.
Kenaikan IKK tersebut menjadi indikasi konsumen di dalam negeri semakin optimistis terhadap kondisi ekonomi. Ketika konsumen semakin optimistis maka konsumsi yang merupakan tulang punggung perekonomian bisa meningkat.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat ke 0,04% ke level Rp 13.930/US$. Setelahnya penguatan rupiah semakin menebal hingga 0,32% ke Rp 13.890/US$ sebelum tengah hari.
Sepanjang akhir pekan lalu, pelaku pasar dibuat cemas dengan kemungkinan terjadinya perang antara AS dengan Iran. Pada Jumat (3/1/2019) AS membunuh Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qasim Soleimani lewat serang pesawat tanpa awak di Bandara Baghdad.
Jenderal Soleimani adalah sosok paling penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner Iran. Soleimani yang berusia 62 tahun itu juga dikenal sebagai pemimpin Garda Revolusi Iran, memikul tanggung jawab atas operasi rahasia Iran di luar negeri. Sejumlah analis bahkan menilai Soleimani memiliki pengaruh diplomatik yang lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Zarif mengutuk keras tindakan AS, dan menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS. "AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu Washington, Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Namun, hingga hari ini Iran yang belum "balas dendam" membuat pelaku pasar lebih tenang, sentimen sedikit membaik, dan kembali masuk ke aset berisiko yang berimbal hasil tinggi.
"Risiko konflik memang meningkat. Namun pada kenyataannya, mungkin hanya akan sebatas pertempuran-pertempuran kecil yang sporadis. Risiko konflik yang sangat panas rasanya kecil karena Iran mungkin tidak akan melakukan respons yang membuat situasi tereskalasi signifikan," papar Tom Porcelli, Kepala Ekonom Wilayah AS di RBC Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketika sentimen pelaku pasar membaik, aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi, dan rupiah menjadi salah satu yang mendapat rezeki.
Selain itu, data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) membuat penguatan rupiah semakin terakselerasi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di bulan Desember naik ke 126,4, dari sebelumnya 124,2, dan menjadi yang tertinggi sejak bulan Juni 2019.
Kenaikan IKK tersebut menjadi indikasi konsumen di dalam negeri semakin optimistis terhadap kondisi ekonomi. Ketika konsumen semakin optimistis maka konsumsi yang merupakan tulang punggung perekonomian bisa meningkat.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular