
Perhatian Pasar Eropa Balik ke Brexit, Poundsterling Bangkit
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 January 2020 21:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/1/2020), setelah melemah dua hari beruntun di awal perdagangan tahun 2020.
Penguatan Mata Uang Negeri John Bull pada hari ini menjadi indikasi pengaruh ketegangan antara AS dengan Iran ke pasar finansial mulai berkurang.
Pada pukul 20:20 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,3136, menguat 0,36% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam dua hari sebelumnya, poundsterling melemah 0,83% dan 0,44%.
Hubungan AS dengan Iran memanas setelah pada Jumat (3/1/2020) pesawat tanpa awak Paman Sam melancarkan serangan di Bandara Baghdad yang menewaskan Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani bersama dengan wakil komandan milisi Irak yang didukung Iran atau yang dikenal dengan Popular Mobilization Forces (PMF).
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS. "AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu Washington, Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Kecemasan akan terjadinya perang yang lebih besar membuat pelaku pasar bermain aman dan masuk ke aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Tetapi pada hari ini hal tersebut sepertinya tidak terjadi, poundsterling masih bisa memukul balik dolar AS.
Selain AS vs Iran, perhatian kini kembali tertuju pada proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.
Parlemen Inggris akan kembali membahas rancangan undang-undang Brexit Selasa (7/1/2020) besok, termasuk yang di dalamnya adalah masa transisi Brexit yang tidak lebih dari tahun 2020. Jika pembasahan berjalan lancar, maka Brexit akan terjadi pada 31 Januari atau bahkan lebih cepat lagi.
Tinggal nanti seberapa lama masa transisi akan dilakukan, dan bagaimana Inggris menjalin hubungan dagang dengan Uni Eropa. Hasil pembahasan Brexit ini akan lebih mempengaruhi pergerakan poundsterling dibandingkan dengan ketengan AS dengan Iran.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Penguatan Mata Uang Negeri John Bull pada hari ini menjadi indikasi pengaruh ketegangan antara AS dengan Iran ke pasar finansial mulai berkurang.
Pada pukul 20:20 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,3136, menguat 0,36% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam dua hari sebelumnya, poundsterling melemah 0,83% dan 0,44%.
Hubungan AS dengan Iran memanas setelah pada Jumat (3/1/2020) pesawat tanpa awak Paman Sam melancarkan serangan di Bandara Baghdad yang menewaskan Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani bersama dengan wakil komandan milisi Irak yang didukung Iran atau yang dikenal dengan Popular Mobilization Forces (PMF).
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS. "AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu Washington, Presiden AS Donald Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Kecemasan akan terjadinya perang yang lebih besar membuat pelaku pasar bermain aman dan masuk ke aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Tetapi pada hari ini hal tersebut sepertinya tidak terjadi, poundsterling masih bisa memukul balik dolar AS.
Selain AS vs Iran, perhatian kini kembali tertuju pada proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.
Parlemen Inggris akan kembali membahas rancangan undang-undang Brexit Selasa (7/1/2020) besok, termasuk yang di dalamnya adalah masa transisi Brexit yang tidak lebih dari tahun 2020. Jika pembasahan berjalan lancar, maka Brexit akan terjadi pada 31 Januari atau bahkan lebih cepat lagi.
Tinggal nanti seberapa lama masa transisi akan dilakukan, dan bagaimana Inggris menjalin hubungan dagang dengan Uni Eropa. Hasil pembahasan Brexit ini akan lebih mempengaruhi pergerakan poundsterling dibandingkan dengan ketengan AS dengan Iran.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Most Popular