Walau World War 3 di Depan Mata, IHSG Bisa Ditutup Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 January 2020 16:42
Walau World War 3 di Depan Mata, IHSG Bisa Ditutup Menguat
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (3/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,36% ke level 6.306,19. Pada penutupan perdagangan, apresiasi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah lebar menjadi 0,64% ke level 6.323,47.

Dengan apresiasi pada hari ini, maka IHSG resmi memutus rantai pelemahan yang sudah terjadi selama dua hari beruntun.

Walaupun IHSG menguat, patut dicatat bahwa perdagangan di pasar saham tanah air pada hari ini berlangsung dengan sangat sepi. Melansir data RTI, volume transaksi pada hari ini hanyalah sebanyak 8,04 miliar unit saham.

Padahal menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), rata-rata volume transaksi harian di sepanjang tahun 2019 mencapai 14,54 miliar unit saham.

Secara nilainya, jumlah dana yang berputar di pasar saham Indonesia pada hari ini hanyalah Rp 5,74 triliun, jauh di bawah rata-rata nilai transaksi harian di sepanjang tahun 2019 yang mencapai Rp 9,11 triliun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG pada hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,64%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,79%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+2,39%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,94%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+1,09%).

Kinerja IHSG pada hari ini berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru bergerak di zona merah: indeks Shanghai turun 0,05%, indeks Hang Seng melemah 0,32%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,5%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham Jepang diliburkan pada hari ini.

Bursa saham Benua Kuning melemah selepas pasar saham AS alias Wall Street mencetak rekor pada perdagangan kemarin, Kamis (2/1/2019). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 1,16%, indeks S&P 500 menguat 0,84%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 1,33%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Wall Street masih menunjukkan performa yang kuat pasca sudah meroket di tahun 2019. Di sepanjang tahun lalu, indeks Dow Jones naik 22,3%, indeks S&P 500 menguat 28,9%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi lebih dari 35%.

Tingginya ekspektasi bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap satu menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Menjelang tahun baru kemarin, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan diteken di Gedung Putih pada tanggal 15 Januari.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, pejabat tingkat tinggi dari China akan menghadiri penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu. Kemudian, Trump juga mengungkapkan bahwa nantinya dirinya akan bertandang ke Beijing guna memulai negosiasi terkait kesepakatan dagang tahap dua.

Seperti yang diketahui, sebelumnya AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu. Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.

Jika kesepakatan dagang tahap satu benar diteken nantinya, laju perekonomian AS dan China di tahun-tahun mendatang bisa terus dipertahankan di level yang relatif tinggi.

Mengingat posisi AS dan China sebagai dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi, tentu prospek ditekennya kesepakatan dagang yang semakin nyata menjadi kabar yang baik bagi perekonomian dunia.

Di sisi lain, memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran menjadi sentimen negatif yang menyelimuti jalannya perdagangan di bursa saham Asia.

Mengutip CNBC International, AS dikabarkan telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Eskalasi tersebut menandai semakin terpecahnya AS dengan Iran.

Mengutip CNBC International, Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga dilaporkan meninggal dunia. Laporan dari CNBC International tersebut mengutip pemberitaan dari stasiun televisi di Irak, beserta pejabat pemerintahan.

Melansir Bloomberg, serangan udara yang diluncurkan oleh AS terjadi di dekat bandara internasional Baghdad.

Memanasnya tensi antara AS dan Iran bukan hanya diperbincangkan oleh pelaku pasar, namun juga masyrakat secara umum. Hingga berita ini diturunkan, kata “Iran” memuncaki daftar trending topic dunia. Sementara itu, Soleimani yang tewas dalam serangan AS menempati posisi tujuh.

Menariknya, trending topic dunia nomor dua dan tiga diisi oleh “World War 3” dan “WWIII”. Memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran telah memantik kekhawatiran bahwa perang dunia ketiga akan segera meletus.

Walau World War 3 di Depan Mata, IHSG Bisa Ditutup MenguatFoto: Trending Topic Twitter


Hal ini sejatinya wajar saja. Pasalnya, Pentagon kini telah mengonfirmasi tewasnya Soleimani. Pentagon mengonfirmasi bahwa Soleimani tewas dalam sebuah serangan yang diluncurkan AS menggunakan drone.

"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resmi.

"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.

"Soleimani dan pasukan Quds beratnggung jawab atas kematian ratusan masyarakat AS dan personel militer koalisi, serta telah melukai ribuan lainnya."

Iran pun tak tinggal diam. Dalam pernyataanya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).

Hal senada juga ditegaskan tokoh militer Iran Mohsen Rezaei. Dirinya menegaskan bahwa Iran akan melakukan balas dendam terhadap AS.

"Dia (Soleimani) bergabung dengan saudara-saudara lain yang syahid. Tetapi kita tetap akan membalas dendam ke AS," katanya, juga melalui akun Twitter.

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

Serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad merupakan eskalasi teranyar dari hubungan AS-Iran yang sudah panas dalam beberapa waktu terakhir. Pada pekan kemarin, seorang kontraktor asal AS diketahui tewas dalam serangan roket di markas militer Irak di Kirkuk.

Pembunuhan terhadap kontraktor asal AS tersebut kemudian direspons AS dengan menyerang pasukan militer yang dibekingi Iran di Irak. Selepas itu, kedutaan besar AS di Irak diserang oleh Kataeb Hezbollah, kelompok milisi yang dibekingi oleh Iran.

Jika ditarik lebih jauh, tensi antara AS dan Iran sudah panas sejak tahun 2018 silam kala AS menarik diri dari kesepakatan internasional yang bertujuan untuk membatasi ruang gerak Iran dalam mengembangkan senjata nuklir. Menurut Presiden AS Donald Trump, kesepakatan tersebut tak cukup dalam membatasi ruang gerak Iran. AS pun pada akhirnya kembali mengenakan sanksi ekonomi bagi Tehran.

Sejak awal menjadi presiden AS, Trump sebenarnya selalu menunjukkan keenganannya dalam berperang melawan negara Timur Tengah. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk berperang memang tidak murah.

Namun, serangkaian eskalasi tensi geopolitik antara Negeri Paman Sam dengan Iran dikhawatirkan akan membuat kesabaran Trump habis. Pada akhirnya, memang potensi perang antara AS dengan Iran tak bisa dikesampingkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular