Ini Sederet Aksi Bersih-Bersih OJK Terkait Saham Gorengan
Redaksi, CNBC Indonesia
02 January 2020 13:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas goreng-menggoreng saham di Bursa Efek Indonesia rupanya mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Respons Jokowi ini tak lepas dari skandal besar di PT Asuransi Jiwasraya dan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan aksi bersih-bersih reksa dana yang aset dasarnya banyak ditempatkan di saham gorengan.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga membeberkan penyebab Jiwasraya gagal bayar terhadap klaim dana nasabah. Salah satunya, Jiwasraya banyak berinvestasi ke dalam instrumen 'saham gorengan'.
"Mereka (Manajemen Jiwasraya) itu banyak investasi di saham gorengan. Kita tahu lah, itu saham-saham gorengan. Karena itu kita tanyakan kehati-hatiannya. Jadi kita ingin menanggulangi kerugian yang dialami nasabah dan pihak-pihak lain," jelas Arya.
Apa sih saham gorengan? Saham gorengan biasanya harga sahamnya dikerek naik sangat tinggi tetapi tanpa disertai fundamental yang jelas, volume transaksi meningkat tanpa alasan, meskipun ada aksi korporasi tetapi sebenarnya kurang signifikan mempengaruhi kinerja dan harga.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi atas kasus gagal bayar Jiwasraya. Kejagung juga menemukan fakta lain Jiwasraya melakukan investasi di 13 perusahaan MI yang mengelola reksa dana.
Dengan demikian, skandal di perusahaan asuransi pelat merah ini kian terbuka dan menyeret pihak-pihak yang ikut serta dalam pengelolaan produk JS Saving Plan yang gagal bayar senilai Rp 12,4 triliun.
OJK akhir tahun lalu juga melakukan aksi bersih-bersih terhadap manajer investasi yang mengelola reksa dana tak taat aturan berlanjut. Ada empat MI yang mendapat sanksi OJK dari OJK karena hal itu.
6 Produk Minna Padi Dibubarkan
Awalnya, OJK membubaran enam produk reksa dana yang dikelola PT Minna Padi Aset Manajemen.
Perintah pembubaran tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya penjualan seluruh reksa dana (RD) Minna Padi Aset Manajemen disuspensi otoritas pasar modal sejak 9 Oktober, ketika OJK menemukan bahwa dua reksa dana yang dikelola perseroan dijual dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan.
Padahal, kedua reksa dana tersebut yaitu RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani Saham adalah reksa dana saham yang sifatnya terbuka. Reksa dana terbuka berarti unit penyertaan produknya dapat dibeli-dijual setiap waktu dan sangat terpengaruh kondisi pasar sehingga kinerjanya tidak dapat dan tidak patut dijanjikan.
Dalam surat OJK bertajuk Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu yang ditujukan kepada direksi Minna Padi Aset Manajemen, enam produk RD yang harus dibubarkan perseroan adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham, RD Minna Padi Pasopati Saham, dan RD Syariah Minna Padi Amanah Saham Syariah.
Reksa dana lain yang juga harus dibubarkan berdasarkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 itu adalah RD Minna Padi Hastinapura Saham, RD Minna Padi Property Plus, dan RD Minna Padi Keraton II. Empat nama pertama adalah reksa dana saham dan sisanya adalah reksa dana campuran.
"Dengan ditetapkannya surat ini maka surat nomor S-1240/PM.21/2019 tanggal 9 Oktober perihal Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu tidak berlaku," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari dalam surat perintah tersebut.
Surat bertanggal 21 November 2019 tersebut juga menyatakan kewajiban pembubaran enam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen tersebut ditetapkan dengan didasari beberapa undang-undang (UU) dan peraturan.
Giliran Pratama Disemprit
Sempritan OJK juga sempat dialamatkan kepada PT Pratama Capital Assets Management, dengan perintah larangan penjualan reksa dana selama 3 bulan.
Dalam surat bernomor S-1423/PM.21/2019 tentang Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT Pratama Capital Assets Management, manajer investasi tersebut dilarang menjual reksa dana dan produk investasi yang sudah dikelola perusahaan maupun membuat produk baru.
Selain larangan menjual unit dari produk yang sudah ada serta membuat produk baru, perintah lain kepada Pratama Capital dalam surat tersebut adalah memperpanjang atau menambah dana kelolaan produk kontrak pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual. Produk jenis itu sering dikenal dengan nama kontrak pengelolaan dana (KPD).
Ketiga poin perintah tersebut berlaku untuk periode 3 bulan ke depan sejak surat ini ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari, Kamis kemarin (21/11/19).
Penyebab keluarnya surat perintah itu adalah porsi kepemilikan saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital yang melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017 dan 2018.
Berdasarkan pengawasan oleh OJK atas pengelolaan dana yang dilakukan Pratama Capital pada periode 1 Mei 2019-30 Juni 2019, diketahui bahwa masih terdapat kepemilikan efek saham KIJA yang melebihi 10% dari nilai aktiva bersih (dana kelolaan) reksa dana.
Batas 10% tersebut diatur di dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 d.
"Manajer investasi dilarang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan reksa daan berbentuk kontrak investasi kolektif: memiliki efek yang diterbitkan oleh 1 (satu) pihak lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih reksa dana pada setiap saat."
Namun, tidak dijelaskan nama reksa dana yang diketahui memiliki saham emiten properti tersebut di atas ketentuan batas aman.
Selain diketahui melanggar POJK No.23/POJK.04/2016, salah satu ketentuan lain yang menjadi pertimbangan perintah suspensi penjualan Pratama Capital adalah POJK No.43/POJK/04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi pasal 4. Dalam aturan tersebut, manajer investasi diharuskan mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.
Narada Juga Kena
OJK juga sempat melakukan pemeriksaan terhadap PT Narada Aset Manajemen dan status suspensi (penghentian sementara penjualan produk) tersebut masih berlaku untuk semua produk perusahaan, bukan hanya 2 produk yang dihentikan.
Mengacu surat OJK tertanggal 13 November 2019 bernomor S-1387/PM.21/2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, terungkap bahwa ada penghentian sementara penjualan dua reksa dana milik Narada Aset Manajemen oleh agen penjual reksa dana (Aperd) dengan dasar adanya gagal bayar efek (default) saham senilai Rp 177,78 miliar.
MNC Asset juga Kena Sanksi
Pada 16 Desember pekan lalu, giliran PT MNC Asset Management yang juga ikut kena sanksi dari regulator pasar modal tersebut. OJK memberikan sanksi berupa larangan menambah unit baru untuk tujuh reksa dana MNC Asset, atau suspensi beli untuk reksa dana dengan total dana kelolaan mencapai Rp 1,21 triliun tersebut.
Berdasarkan surat OJK bernomor S-1542/PM.21/2019 tertanggal 16 Desember 2019 disebutkan bahwa ketujuh produk kelolaan manajer investasi milik Grup MNC yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo itu, disuspensi beli sampai perintah otoritas dipenuhi karena ada beberapa pelanggaran.
Ada tiga pelanggaran yang ditemukan pada perusahaan MI yang mengelola reksa dana senilai Rp 6,01 triliun per November 2019 tersebut.
Pertama, kepemilikan portofolio yang porsinya lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan) untuk reksa dana konvensional dan lebih dari 20% untuk reksa dana syariah.
Kedua, adalah pelanggaran efek terafiliasi berporsi lebih dari 20% NAB pada beberapa reksa dana yang dikelola perseroan.
Ketiga, penempatan investasi pada efek utang yang sudah gagal bayar (default).
Dalam hak jawabnya, manajemen MNC Asset menegaskan bahwa masalah portofolio reksa dana perseroan disebabkan perubahan harga pasar dan perubahan dana kelolaan.
"Hal ini lebih disebabkan oleh perubahan harga pasar dari portofolio dan perubahan asset under management [AUM] dari reksa dana tersebut yang mengakibatkan beberapa reksa dana melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh OJK," tulis MNC Asset Management, Kamis malam (19/12/19).
(hps/hps) Next Article Simak! Ini 9 'Obat' OJK & SRO untuk Pasar Modal RI
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga membeberkan penyebab Jiwasraya gagal bayar terhadap klaim dana nasabah. Salah satunya, Jiwasraya banyak berinvestasi ke dalam instrumen 'saham gorengan'.
"Mereka (Manajemen Jiwasraya) itu banyak investasi di saham gorengan. Kita tahu lah, itu saham-saham gorengan. Karena itu kita tanyakan kehati-hatiannya. Jadi kita ingin menanggulangi kerugian yang dialami nasabah dan pihak-pihak lain," jelas Arya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi atas kasus gagal bayar Jiwasraya. Kejagung juga menemukan fakta lain Jiwasraya melakukan investasi di 13 perusahaan MI yang mengelola reksa dana.
Dengan demikian, skandal di perusahaan asuransi pelat merah ini kian terbuka dan menyeret pihak-pihak yang ikut serta dalam pengelolaan produk JS Saving Plan yang gagal bayar senilai Rp 12,4 triliun.
OJK akhir tahun lalu juga melakukan aksi bersih-bersih terhadap manajer investasi yang mengelola reksa dana tak taat aturan berlanjut. Ada empat MI yang mendapat sanksi OJK dari OJK karena hal itu.
6 Produk Minna Padi Dibubarkan
Awalnya, OJK membubaran enam produk reksa dana yang dikelola PT Minna Padi Aset Manajemen.
Perintah pembubaran tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya penjualan seluruh reksa dana (RD) Minna Padi Aset Manajemen disuspensi otoritas pasar modal sejak 9 Oktober, ketika OJK menemukan bahwa dua reksa dana yang dikelola perseroan dijual dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan.
Padahal, kedua reksa dana tersebut yaitu RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani Saham adalah reksa dana saham yang sifatnya terbuka. Reksa dana terbuka berarti unit penyertaan produknya dapat dibeli-dijual setiap waktu dan sangat terpengaruh kondisi pasar sehingga kinerjanya tidak dapat dan tidak patut dijanjikan.
Dalam surat OJK bertajuk Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu yang ditujukan kepada direksi Minna Padi Aset Manajemen, enam produk RD yang harus dibubarkan perseroan adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham, RD Minna Padi Pasopati Saham, dan RD Syariah Minna Padi Amanah Saham Syariah.
Reksa dana lain yang juga harus dibubarkan berdasarkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 itu adalah RD Minna Padi Hastinapura Saham, RD Minna Padi Property Plus, dan RD Minna Padi Keraton II. Empat nama pertama adalah reksa dana saham dan sisanya adalah reksa dana campuran.
"Dengan ditetapkannya surat ini maka surat nomor S-1240/PM.21/2019 tanggal 9 Oktober perihal Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu tidak berlaku," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari dalam surat perintah tersebut.
Surat bertanggal 21 November 2019 tersebut juga menyatakan kewajiban pembubaran enam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen tersebut ditetapkan dengan didasari beberapa undang-undang (UU) dan peraturan.
Giliran Pratama Disemprit
Sempritan OJK juga sempat dialamatkan kepada PT Pratama Capital Assets Management, dengan perintah larangan penjualan reksa dana selama 3 bulan.
Dalam surat bernomor S-1423/PM.21/2019 tentang Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT Pratama Capital Assets Management, manajer investasi tersebut dilarang menjual reksa dana dan produk investasi yang sudah dikelola perusahaan maupun membuat produk baru.
Selain larangan menjual unit dari produk yang sudah ada serta membuat produk baru, perintah lain kepada Pratama Capital dalam surat tersebut adalah memperpanjang atau menambah dana kelolaan produk kontrak pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual. Produk jenis itu sering dikenal dengan nama kontrak pengelolaan dana (KPD).
Ketiga poin perintah tersebut berlaku untuk periode 3 bulan ke depan sejak surat ini ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari, Kamis kemarin (21/11/19).
Penyebab keluarnya surat perintah itu adalah porsi kepemilikan saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital yang melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017 dan 2018.
Berdasarkan pengawasan oleh OJK atas pengelolaan dana yang dilakukan Pratama Capital pada periode 1 Mei 2019-30 Juni 2019, diketahui bahwa masih terdapat kepemilikan efek saham KIJA yang melebihi 10% dari nilai aktiva bersih (dana kelolaan) reksa dana.
Batas 10% tersebut diatur di dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 d.
"Manajer investasi dilarang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan reksa daan berbentuk kontrak investasi kolektif: memiliki efek yang diterbitkan oleh 1 (satu) pihak lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih reksa dana pada setiap saat."
Namun, tidak dijelaskan nama reksa dana yang diketahui memiliki saham emiten properti tersebut di atas ketentuan batas aman.
Selain diketahui melanggar POJK No.23/POJK.04/2016, salah satu ketentuan lain yang menjadi pertimbangan perintah suspensi penjualan Pratama Capital adalah POJK No.43/POJK/04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi pasal 4. Dalam aturan tersebut, manajer investasi diharuskan mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.
Narada Juga Kena
OJK juga sempat melakukan pemeriksaan terhadap PT Narada Aset Manajemen dan status suspensi (penghentian sementara penjualan produk) tersebut masih berlaku untuk semua produk perusahaan, bukan hanya 2 produk yang dihentikan.
Mengacu surat OJK tertanggal 13 November 2019 bernomor S-1387/PM.21/2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, terungkap bahwa ada penghentian sementara penjualan dua reksa dana milik Narada Aset Manajemen oleh agen penjual reksa dana (Aperd) dengan dasar adanya gagal bayar efek (default) saham senilai Rp 177,78 miliar.
MNC Asset juga Kena Sanksi
Pada 16 Desember pekan lalu, giliran PT MNC Asset Management yang juga ikut kena sanksi dari regulator pasar modal tersebut. OJK memberikan sanksi berupa larangan menambah unit baru untuk tujuh reksa dana MNC Asset, atau suspensi beli untuk reksa dana dengan total dana kelolaan mencapai Rp 1,21 triliun tersebut.
Berdasarkan surat OJK bernomor S-1542/PM.21/2019 tertanggal 16 Desember 2019 disebutkan bahwa ketujuh produk kelolaan manajer investasi milik Grup MNC yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo itu, disuspensi beli sampai perintah otoritas dipenuhi karena ada beberapa pelanggaran.
Ada tiga pelanggaran yang ditemukan pada perusahaan MI yang mengelola reksa dana senilai Rp 6,01 triliun per November 2019 tersebut.
Pertama, kepemilikan portofolio yang porsinya lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan) untuk reksa dana konvensional dan lebih dari 20% untuk reksa dana syariah.
Kedua, adalah pelanggaran efek terafiliasi berporsi lebih dari 20% NAB pada beberapa reksa dana yang dikelola perseroan.
Ketiga, penempatan investasi pada efek utang yang sudah gagal bayar (default).
Dalam hak jawabnya, manajemen MNC Asset menegaskan bahwa masalah portofolio reksa dana perseroan disebabkan perubahan harga pasar dan perubahan dana kelolaan.
"Hal ini lebih disebabkan oleh perubahan harga pasar dari portofolio dan perubahan asset under management [AUM] dari reksa dana tersebut yang mengakibatkan beberapa reksa dana melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh OJK," tulis MNC Asset Management, Kamis malam (19/12/19).
(hps/hps) Next Article Simak! Ini 9 'Obat' OJK & SRO untuk Pasar Modal RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular