
Hai Investor Ritel yang Nyangkut, Ingat Pesan Bos OJK Ini

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan dinamika pasar modal domestik akhir-akhir ini, diwarnai oleh pertumbuhan pesat investor retail di pasar saham. Hal ini juga sejalan dengan program pendalaman pasar yang dilakukan OJK dengan dukungan seluruh pihak terkait.
Meski demikian dia mengakui perkembangan tersebut harus diimbangi dengan meningkatnya pemahaman yang memadai mengenai investasi, sehingga tidak sekadar mengikuti tren dan sumber dana bukan berasal dari pinjaman.
"Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut, OJK bersama self regulatory organizations (SROs) dan pelaku Pasar Modal terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar lebih rasional dalam menentukan pilihan investasi," ujar Wimboh, Senin (01/02/2021).
Dia juga mengatakan di seluruh dunia banyak masyarakat yang tertarik investasi di pasar modal, apalagi ruang konsumsi belum pulih seperti semula. Sehingga potensi keuntungan dari pasar modal menjadi kesempatan yang baik, sehingga banyak investor ritel dengan didukung teknologi maju bisa mengakses pasar modal. Di Indonesia investor ritel hampir 4 juta di masa pandemi 2020.
"Karena demand masyarakat tinggi balance dengan supply dan edukasi ke masyarakat agar bisa memahami produk-produk di pasar modal ini, sifatnya bisa volatile dan analisis fundamental perlu tahu. Jangan terbawa dengan analisis teknikal yg sewaktu2 bisa terkoreksi. Apabila terkoreksi menimbulkan permasalahan di masyarakat," kata Wimboh.
Sebelumnya, bergabungnya milenial ke pasar modal otomatis membuat perdagangan saham lebih ramai. Rata-rata nilai transaksi harian saat ini menyentuh Rp 21 triliun, dibanding tahun 2019 yang angkanya hanya Rp 8 triliun.
Sayangnya, naiknya jumlah investor ini tak lantas diikuti dengan kemampuan yang mumpuni dalam melihat pergerakan harga saham. Tak sedikit dari mereka yang hanya mengandalkan "kicauan" pada akun media sosial seperti twitter.
Investasi saham di pasar modal memang menarik, hanya dengan Rp 100 ribu saja, sudah bisa melakukan investasi. Sayangnya, bagi mereka yang masih "hijau" ini, Rp 100 ribu seolah-olah tidak memberikan hasil yang maksimal dalam berinvestasi.
Dari sinilah persoalan dimulai, ketika investor milenial ini memanfaatkan fasilitas trading limit (TL) dan margin untuk mendapatkan imbal hasil yang jauh lebih besar dari modal yang digunakan.
Padahal, penggunaan limit dan margin harus dilandasi dengan manajemen risiko yang baik sehingga investor dapat mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dari modal. Sayangnya, banyak dari investor pemula yang menggunakan fasilitas ini, namun alih-alih kantongi keuntungan, saham-saham yang diborong justru mendadak dilanda ARB.
Imbasnya, investor baru ini tak mampu menutup pinjaman yang diberikan sekuritas, maka akhirnya hal ini memaksa broker melakukan force sell. Bahkan tercatat salah satu broker besar Tanah Air sampai memberikan himbauan agar nasabahnya bertransaksi dengan kapasitas modal masing-masing karena banyaknya nasabah yang tidak mampu membayar pinjamannya pada masa akhir pembayaran TL (T+2) meningkat akhir-akhir ini.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos OJK: 2020 Jadi Tahun Bangkitnya Investor Ritel Saham!