Hari Terakhir Bursa 2019, IHSG Jatuh 0,47%, Net Sell Rp 583 M

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 December 2019 16:31
Hari Terakhir Bursa 2019, IHSG Jatuh 0,47%, Net Sell Rp 583 M
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka flat pada perdagangan terakhir di tahun 2019, Senin (30/12/2019).

Pada pembukaan perdagangan, IHSG berada di level 6.329,14, relatif tak berubah jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan hari Jumat (27/12/2019). Per akhir sesi satu, IHSG terkoreksi 0,19% ke level 6.317,13. Per akhir sesi dua, koreksinya adalah sebesar 0,47% ke level 6.299,54.

Secara year to date, IHSG menguat 1,70%, lebih baik ketimbang 2018 yakni minus 2,54%. Sayangnya, belum mampu melewati kinerja IHSG pada 2017 dan 2016 yang masih memberikan return 19,99% dan 15,32%. Asing hari ini keluar Rp 583,76 miliar di pasar reguler, dan masuk di pasar nego dan tunai Rp 855,62 miliar.

Sepanjang tahun ini, terjadi net buy asing di semua pasar Rp 44,63 triliun, terdiri dari pasar reguler net sell Rp 23,39 triliun dan pasar nego dan tunai net buy Rp 68,02 triliun.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona hijau: indeks Shanghai melejit 1,16%, indeks Hang Seng menguat 0,33%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,15 poin.


Tingginya ekspektasi bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.

Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.

Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.


Belum lama ini, Trump mem-posting sebuah cuitan yang isinya mengatakan bahwa dirinya telah melangsungkan "pembicaraan yang sangat baik" dengan Presiden China Xi Jinping terkait dengan beberapa hal, termasuk kesepakatan dagang kedua negara. Pembicaraan tersebut dilakukan melalui sambungan telepon.

"Telah melangsungkan pembicaraan yang sangat baik dengan Presiden Xi dari China terkait kesepakatan dagang kami yang begitu besar. China telah memulai pembelian produk agrikultur dan produk-produk lainnya secara besar. Formalisasi kesepakatan dagang sedang disiapkan. Juga berbicara mengenai Korea Utara, di mana kami bekerja sama dengan China, & Hong Kong (progres!)," cuit Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.

Sebagai catatan, hingga kini teks kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China belum ditandatangani. Menurut Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020.

Jika kesepakatan dagang tahap satu benar diteken nantinya, laju perekonomian AS dan China di tahun-tahun mendatang bisa terus dipertahankan di level yang relatif tinggi.

Mengingat posisi AS dan China sebagai dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi, tentu prospek ditekennya kesepakatan dagang yang semakin nyata menjadi sentimen positif bagi pasar saham Asia.

[Gambas:Video CNBC]

Pelaku pasar saham tanah air memasang posisi defensif seiring dengan apresiasi IHSG yang sudah sangat signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Di sepanjang bulan Desember (hingga penutupan perdagangan hari Jumat), IHSG telah menguat sebesar 5,28%.

Lantas, bulan Desember kembali terbukti menjadi bulan yang bersahabat bagi pelaku pasar saham tanah air. Bahkan, sejatinya bulan Desember bisa dikatakan sebagai bulan yang paling bersahabat jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Bayangkan, dalam 18 tahun terakhir (2001-2018) tak sekalipun IHSG membukukan imbal hasil negatif secara bulanan pada bulan Desember. Capaian sebaik ini tak bisa didapati pada bulan-bulan lainnya.

Apresiasi terbaik IHSG pada bulan Desember terjadi pada tahun 2003. Per akhir Desember 2003, IHSG melejit hingga 12,12% jika dibandingkan dengan posisi per akhir November 2003.

Jika dirata-rata, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 4,42% secara bulanan pada bulan Desember.



Salah satu fenomena yang berperan besar di balik performa IHSG yang baik di bulan Desember adalah Santa Claus rally. Untuk diketahui, Santa Claus rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.

Melansir CNBC International yang mengutip Stock Trader’s Almanac, secara rata-rata sejak tahun 1950, indeks S&P 500 membukukan imbal hasil sebesar 1,3% pada periode lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.

Dalam 10 tahun terakhir, fenomena Santa Claus rally terbukti masih terus terjadi. Dalam 10 tahun terakhir, berdasarkan data Stock Trader’s Almanac yang kami kutip dari CNBC International, indeks S&P 500 hanya membukukan koreksi sebanyak dua kali selama periode Santa Claus rally, yakni di tahun 2014 dan 2015.



Ada beberapa penjelasan di balik fenomena Santa Claus rally, seperti optimisme meyambut tahun baru dan investasi dari bonus musim liburan misalnya. Selain itu, ada juga teori yang mengatakan bahwa beberapa investor institusi besar yang cenderung lebih pesimistis terhadap pasar saham sedang berlibur pada periode ini, sehingga pasar didominasi oleh investor ritel yang cenderung lebih optimistis.

Sejauh ini sejak periode Santa Claus rally tahun 2019 dimulai pada hari Selasa (24/12/2019), indeks Dow Jones tercatat menguat 0,33%, indeks S&P 500 naik 0,5%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,68%. Jika dihitung di sepanjang bulan Desember (hingga penutupan perdagangan hari Jumat), indeks Dow Jones sudah melejit 2,12%, indeks S&P 500 melesat 3,15%, dan indeks Nasdaq Composite meroket 3,94%.

Fenomena lain yang juga berperan besar di balik performa IHSG yang baik di bulan Desember adalah window dressing. Melansir Investopedia, window dressing merupakan teknik yang dilakukan oleh para manajer investasi menjelang akhir kuartal dalam mempercantik performa produk investasi yang menjadi kelolaannya.

Di pasar saham, window dressing dilakukan dengan menjual saham-saham yang membebani kinerja produk investasi dan kemudian membeli saham-saham yang telah melesat sebelumnya. Saham-saham yang dibeli tersebut otomatis akan masuk ke dalam komposisi portofolio untuk kemudian dilaporkan kepada investor.

Kini, apresiasi IHSG yang sudah begitu signifikan membuat pelaku pasar saham tanah air tergiur untuk mencairkan keuntungan yang sudah mereka dapatkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular