Selepas Natal, Poundsterling Tunjukkan Kinerja Positif

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 December 2019 19:40
Penurunan tajam dalam waktu singkat tersebut tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) terhadap dolar AS
Foto: Ilustrasi mata uang poundsterling (REUTERS/Benoit Tessier)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (27/12/2019). Selepas Natal, mata uang negeri John Bull ini kembali menunjukkan kinerja positif.

Pada pukul 17:16 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,3087, menguat 0,72% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sepekan sebelum Natal, poundsterling benar-benar terpuruk, anjlok 3% pada periode 17 - 23 Desember.

Jebloknya performa poundsterling dimulai sejak Selasa (17/12/2019) lalu setelah CNBC International mengutip media lokal mewartakan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akan mengamandemen undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill), sehingga masa transisi tidak bisa diperpanjang lagi. 


Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) 12 Desember, bahkan menguasai kursi mayoritas parlemen, dengan demikian perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020, dengan masa transisi yang berlangsung hingga akhir tahun depan.

Kecemasan pelaku pasar akan risiko hard Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan) semakin nyata setelah Jumat (20/12/2019) pekan lalu PM Johnson resmi mengajukan amandemen tersebut ke Parlemen Inggris. Hasilnya mayoritas anggota parlemen setuju, dan akan dilakukan pembahasan lebih lanjut di awal tahun depan.

Dengan amendemen tersebut, Inggris kemungkinan besar akan bercerai dari Uni Eropa (Brexit) pada 31 Januari 2020, dan masa masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa berlangsung hingga akhir tahun depan. Amandemen Withdrawal Agreement Bill menghalangi terjadinya perpanjangan masa transisi.

Sementara itu dari Brussel pejabat Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris "kaku" dan cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.



Dengan singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat. PM Johnson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih keras di masa transisi tersebut, yang memicu kecemasan hard Brexit. Poundsterling pun jeblok hingga 3% dalam sepekan.

Penurunan tajam dalam waktu singkat tersebut tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) terhadap dolar AS yang membuat poundsterling bisa bangkit. Apalagi amandemen tersebut masih akan dibahas lagi pada awal tahun depan, dan masih memungkinkan ada perubahan lagi.

Selain itu, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen juga mengatakan Uni Eropa kemungkinan memerlukan perpanjangan deadline untuk membahas perdagangan dengan Inggris. Pernyataan tersebut memunculkan harapan akan melunaknya sikap PM Johnson kala melakukan perundingan dagang nanti. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Lockdown di Inggris Masih Dipertahankan, Poundsterling KO

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular