Laba Barito Ambles 78% di Q3, Ternyata Ini Pemicunya!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
26 December 2019 17:06
Laba PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ambles 78% menjadi US$ 12,47 juta pada 9 bulan pertama tahun ini.
Foto: dok Situs Resmi Chandra Asri

Jakarta, CNBC Indonesia - Laba bersih emiten milik taipan Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ambles 78% menjadi US$ 12,47 juta pada 9 bulan pertama tahun ini dari periode yang sama tahun sebelumnya US$ 57,13 juta seiring dengan penurunan pendapatan perusahaan pada periode September 2019 itu.

Laba bersih induk usaha PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) ini setara dengan Rp 175 miliar dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 799,82 miliar.

Data laporan keuangan BRPT mencatat, pendapatan BRPT melorot 25% menjadi US$ 1,77 miliar atau setara dengan Rp 24,81 triliun dari sebelumnya US$ 2,36 miliar.


Penurunan ini disebabkan karena pabrik tidak beroperasi secara penuh lantaran pemeliharaan rutin dan penurunan harga jual.

Investor Relation Barito Pacific Allan Alcazar menjelaskan, aktivitas operasional sempat terhenti selama 51 hari atau hampir 2 bulan karena turn around maintenance (TAM).

Kondisi ini, berdampak pada penurunan volume penjualan perseroan secara keseluruhan sebesar 14% menjadi 1.394 KT (kilo ton) hingga triwulan III 2019 dibandingkan 1.619 KT pada periode yang sama tahun lalu.

"Harga jual rata-rata yang direalisasikan lebih rendah terutama untuk ethylene dan polyethylene," kata Allan saat ditemui di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta, Kamis (26/12/2019).


Allan menambahkan, penurunan pendapatan juga terdampak dari penurunan harga jual secara rata-rata akibat belum meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Namun, dia berharap kondisinya membaik di tahun depan dan kapasitas produksi terus meningkat.

Capex 2020
Pada tahun depan, perseroan berencana mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 536 juta atau sekitar Rp 7,50 triliun.

Sekitar US$ 430 juta akan dipakai untuk alokasi pembangunan pabrik baru Chandra Asri di Cilegon, Banten. Sebesar US$ 80 juta dilakokasikan untuk Star Energy dan sisanya untuk PT Griya Idola Industrial Park.

"Sumber belanja modal sepenuhnya dari kas internal," katanya menambahkan.

Lebih lanjut, kinerja Barito yang turun ini juga bersamaan dengan kinerja anak usahanya, TPIA yang juga ambles. TPIA juga baru saja mengumumkan kinerja keuangan untuk periode yang berakhir pada September 2019 atau 9 bulan pertama tahun ini.

Pada periode tersebut, TPIA mengantongi laba bersih yang jauh lebih rendah secara year on year (YoY), penurunannya mencapai 81,11%.

Nilai laba bersih ini mencapai US$ 31,45 juta (Rp 440,37 miliar), turun tajam dari periode September 2018 yang sebesar US$ 169,84 juta (Rp 2,38 triliun).

Penurunan laba bersih ini disebabkan karena turunnya pendapatan perusahaan sebesar 29,28% secara YoY. Pada akhir kuartal ketiga tahun ini nilai pendapatan mencapai US$ 1,38 miliar (Rp 19,42 triliun), turun dari US$ 1,96 miliar di akhir periode yang sama tahun sebelumnya.

Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi mengatakan turunnya pendapatan ini disebabkan karena perekonomian global yang melambat dan adanyaturnaround maintenance(TAM) terjadwal terhadap pabrik-pabrik milik perusahaan, sehingga penjualan pun menjadi lebih rendah dibanding periode sebelumnya.


"Kinerja keuangan kami selama sembilan bulan 2019 mencerminkan kondisi makroekonomi global yang lebih lemah dan TAM terjadwal terhadap pabrik-pabrik kami selama Agustus dan September 2019 untuk tie-indengan kapasitas PE [Polyethylene] dan PP [Polypropylene] baru mulai beroperasi," kata Suryandi dalam siaran persnya, Senin (23/12/2019).

Selain itu, harga jual rata-rata yang lebih rendah, terutama untuk Ethylene dan Polyethylene juga menjadi salah satu faktor turunnya pendapatan perusahaan petrokimia ini.

EBITDA atau laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi turun 53,9% menjadi US$ 155,4 juta dari US$ 337,4 juta didorong oleh margin petrokimia yang lebih rendah, dengan penambahan kapasitas pasokan baru di AS dan China, dan melemahnya permintaan perdagangan untuk polymer dalam ekspor barang jadi karena perang dagang China dan AS yang sedang berlangsung.

Pekan lalu, Chandra Asri mengungkapkan akan menggelar penerbitan saham baru dengan menerbitkan maksimal 7,16 miliar saham baru melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) III atau rights issue dengan nilai nominal Rp 200/saham. Sentimen ini membuat harga saham anak usaha Barito Pacific menguat 5,25% pekan lalu.

[Gambas:Video CNBC]


(tas/tas) Next Article Wow! Chandra Asri Milik Prajogo Rights Issue 7 Miliar Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular