Penyumbang Dividen Itu-itu Saja, Wajar Erick 'Acak-acak' BUMN

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 December 2019 17:29
Minim Dividen
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Untuk diketahui, perusahaan-perusahaan pelat merah berperan krusial dalam menggenjot pembangunan di tanah air melalui setoran dividen yang mereka berikan setiap tahunnya.

Pada tahun 2018, melansir publikasi Laporan Keuangan pemerintah Pusat (LKPP), secara total pemerintah meraup penerimaan senilai Rp 45,06 triliun dari pembayaran dividen perusahaan-perusahaan pelat merah.

Namun, dividen senilai Rp 38,74 triliun atau setara dengan 85,97% dari total dividen yang diterima pemerintah ternyata hanya berasal dari 10 BUMN saja.



Dari total dividen yang diterima pemerintah pada tahun 2018 senilai Rp 45,06 triliun, tiga bank pelat merah yang masuk dalam kategori BUKU IV saja sudah menyumbang Rp 15,9 triliun atau setara dengan 35,3%.

Ini berarti, dari ratusan BUMN yang ada di Indonesia, hanya belasan saja yang benar-benar berkontribusi dalam membangun perekonomian melalui setoran dividen.

Wajar saja fenomena seperti ini bisa terjadi. Pasalnya, dari total laba BUMN senilai Rp 189 triliun, 15 BUMN jika ditotal kontribusinya sudah mencapai 73%. Hal ini diungkapkan sendiri oleh menteri Erick.

"Jadi dari Rp 189 triliun, 73% nilainya dikontribusi oleh 15 perusahaan. Karena itu, harus diefisiensikan supaya bangun ekosistem sehat dengan swasta," kata Erick di Balai Sarbini sabtu (14/12/2019).

Dominasi segelintir BUMN tersebut tentu menjadi masalah. Di satu sisi, terbukti bahwa dari ratusan BUMN yang ada, hanya segelintir yang mampu mengelola bisnisnya dengan baik. Di sisi lain, kalau situasinya seperti ini terus, praktis akan sulit untuk mengharapkan setoran dividen meningkat signifikan.

Untuk diketahui, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020, pemerintah menargetkan total pendapatan negara senilai Rp 2.233,2 triliun, naik 9,97% dari outlook untuk tahun 2019 yang senilai Rp 2.030,8 triliun. Sementara itu, total belanja negara ditargetkan senilai Rp 2.540,4 triliun, naik 8,49% dari outlook untuk tahun 2019 yang senilai Rp 2.341,6 triliun.

Namun, target penerimaan dividen pada tahun depan hanya dipatok senilai Rp 45,5 triliun, relatif tidak berubah dari target untuk tahun 2019 yang senilai Rp 45,59 triliun. Terlihat jelas bahwa pemerintah sendiri tak berharap banyak dari setoran dividen BUMN dalam membiayai belanjanya.

Saat ini, segelintir BUMN yang memang berkontribusi nyata dalam pembangunan melalui setoran dividen bisa dibilang sudah mature dari sisi bisnis sehingga sulit mengharapkan pertumbuhan laba bersih yang signifikan. Hal ini juga diakui oleh menteri Erick.

"Karena memang ke-15 perusahaan ini lebih banyak fokus di bidang perbankan, telekomunikasi, komunikasi, dan oil and gas," papar Erick pada awal bulan Desember.

Bahkan, Erick yang merupakan mantan bos tim sepak bola papan atas Inter Milan menilai, dalam jangka panjang sektor-sektor tersebut tak akan bisa diandalkan. Dia memberi contoh dunia perbankan yang saat ini sudah mulai tergerus zaman.

"Di mana ketika bicara era disrupsi seperti ini, yang namanya industri perbankan sendiri 10 tahun ke depan juga kita tidak tahu gimana nasibnya, dengan (kehadiran) yang namanya e-payment dan lain-lain," tandasnya.

(ank/ank)
Next Page
Sedang Sulit
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular