Ramal Rupiah ke Bawah Rp 10.000/Dolar AS, Luhut Asal Bicara?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 December 2019 13:30
Enam Tahun Lebih di Atas Rp 10.000/Dolar AS
Foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

Asal tahu saja, kali terakhir rupiah ditransaksikan di bawah level Rp 10.000/dolar AS adalah pada Juli 2013 silam. Ini artinya, sudah enam tahun lebih rupiah tak pernah berada di level yang diproyeksikan Luhut.



Kini, mari coba membandingkan angka pertumbuhan ekonomi dengan posisi rupiah. Untuk diketahui, salah satu faktor penting yang mempengaruhi pergerakan rupiah adalah kinerja perekonomian tanah air, yang salah satunya direpresentasikan oleh angka pertumbuhan ekonomi.

Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi, rupiah akan cenderung mendapatkan apresiasi yang besar dari pelaku pasar sehingga akan berada di posisi yang relatif kuat. Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi rendah, rupiah akan cenderung ‘dihukum’ pelaku pasar sehingga posisinya akan relatif lemah.

Pada tahun 2010 hingga 2012, rupiah seringkali didapati berada di kisaran Rp 8.000/dolar AS. Pada tahun 2013, rupiah harus puas berada di kisaran Rp 9.000/dolar AS sejak awal tahun, sebelum akhirnya menembus level psikologis Rp 10.000/dolar AS pada bulan Juli.

Mengutip data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dalam periode 2010-2012 tak sekaliun pertumbuhan ekonomi terpeleset ke bawah angka 6%. Secara berturut-turut pada periode 2010-2012, perekonomian Indonesia tumbuh masing-masing sebesar 6,38%, 6,17%, dan 6,03%.

Barulah pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi tergelincir ke bawah level 6%, tepatnya di level 5,56%. Selepas itu, tak ada lagi ceritanya pertumbuhan ekonomi bisa mencapai level 6%. Terhitung dalam periode 2014 hingga saat ini, tak ada ceritanya juga rupiah bisa berada di bawah level Rp 10.000/dolar AS.

Dari pemaparan di atas, bisa dilihat bahwa level pertumbuhan ekonomi yang bisa menopang rupiah untuk bergerak di bawah level Rp 10.000/dolar AS adalah kisaran 6%.

Celakanya, kini pertumbuhan ekonomi jauh berada di bawah level 6%. Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di batas bawah level 5%.

Teranyar, pada awal November BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal III-2019. Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan. Secara kumulatif dalam tiga kuartal pertama tahun 2019, perekonomian hanya tumbuh 5,04% secara tahunan.

Lantas, secara keseluruhan laju perekonomian di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan, hampir mustahil untuk mampu tumbuh sesuai dengan target pemerintah yakni 5,3%, apalagi 6% seperti pada periode 2010-2012 silam.

Usai sudah periode satu Presiden Joko Widodo (Jokowi), ternyata perekonomian Indonesia gagal meroket seperti yang dijanjikannya. Sekedar mengingatkan, 7% merupakan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Jokowi kala berkompetisi melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2014.

Tak ada ceritanya janji manis itu terealisasi. Tak usahlah kita berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi sebesar 7%, kalau keluar dari batas bawah 5% saja kita tidak bisa.

Melansir data Refinitiv, pada tahun 2015 atau tahun pertama di mana Jokowi menjabat penuh sebagai presiden, pertumbuhan ekonomi justru longsor ke angka 4,79%.



Wajar jika rupiah tak lagi bisa merangsek ke bawah level Rp 10.000/dolar AS. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata tak bisa menjustifikasi mata uang Garuda untuk berada di posisi yang begitu kuat.

Dalam beberapa tahun mendatang, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan masih akan berada di batas bawah 5%. Dalam publikasinya, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,07% pada tahun 2020, diikuti oleh pertumbuhan sebesar 5,23% dan 5,31% pada tahun 2021 dan 2022.

Pada tahun 2023 dan 2024, IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia tetap tumbuh di batas bawah 5%, tepatnya di level 5,29% dan 5,27%.

(ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular