Rupiah Masuk 10 Besar Mata Uang Terbaik Dunia, Apa Resepnya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 December 2019 12:30
Rupiah Masuk 10 Besar Mata Uang Terbaik Dunia, Apa Resepnya?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat hari ini. Kalau dilihat sejak awal tahun, bahkan rupiah menjadi salah satu mata uang berkinerja terbaik di dunia.

Pada Kamis (5/12/2019) pukul 11:19 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.085. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.


Seperti halnya rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia juga terapresiasi di hadapan greenback. Namun penguatan 0,11% membawa rupiah sebagai mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari peso Filipina.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 11:21 WIB:




Namun tidak hanya hari ini. Performa rupiah sejak awal tahun cukup ciamik, bahkan menjadi salah satu yang terbaik di dunia.

Mengutip data Refinitiv, rupiah menguat 1,9% terhadap dolar AS secara year-to-date. Rupiah adalah mata uang terbaik keenam dunia.

Satu-satunya mata uang Asia yang bisa mengalahkan kinerja rupiah adalah baht Thailand. Sejak awal tahun, mata uang Negeri Gajah Putih menguat 6,8%.

Refinitiv


Nasib rupiah sangat berbeda tahun lalu. Sejak awal Januari hingga 5 Desember 2018, rupiah melemah 6,08%.

Tahun lalu, dolar AS begitu perkasa hingga menembus level Rp 15.000. Rupiah bahkan sempat menyentuh titik terlemah sejak 1998, saat Indonesia dilanda krisis ekonomi yang luar biasa.



Namun tahun ini roda berputar. Rupiah berhasil membalikkan kedudukan akibat beberapa faktor.

Pertama, rupiah diuntungkan oleh tren kebijakan moneter longgar di berbagai bank sentral. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), misalnya, sampai menurunkan suku bunga acuan tiga kali sejak awal tahun.


Penurunan suku bunga acuan di negara-negara maju membuat investor harus mencari tempat baru yang membawa keuntungan lebih tinggi. Pilihannya adalah negara berkembang, tetapi mengapa harus Indonesia?

Bank Indonesia (BI) juga sebenarnya sudah menurunkan suku bunga acuan empat kali tahun ini. Penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah terus turun. Sejak awal tahun, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun anjlok 86,1 basis poin (bps).

Namun meski yield turun, yang berarti cuan yang didapat investor lebih sedikit, Indonesia masih lebih tinggi ketimbang negara-negara tetangga. Di Thailand, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun saat ini memberikan yield 1,59%. Sementara instrumen serupa di Malaysia punya yield 3,436%, Filipina 4,639%, dan India 6,459%.

Indonesia berapa? 7,121%. Jadi walau terus turun, yield obligasi pemerintah Indonesia masih memberikan cuan yang lebih seksi.



Tidak hanya cuan, berinvestasi di Indonesia juga semakin aman. Pertengahan tahun ini, lembaga pemeringkat Standard dan Poor's (S&P) menaikkan rating obligasi pemerintah Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Artinya, risiko gagal bayar (default) semakin kecil.

Keuntungan dan keamanan ini mendorong arus modal asing berbondong-bondong masuk ke pasar Surat Berharga Negara. Sejak awal Januari hingga 3 Desember 2019, kepemilikan investor asing di SBN bertambah Rp 174,08 triliun. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, kepemilikan asing juga bertambah tetapi 'hanya' Rp 62,91 triliun.

Aliran modal asing yang deras tentu membuat rupiah menguat. Akan tetapi, penguatan rupiah tidak hanya ditopang oleh hot money. Fundamental rupiah pun mengalami perbaikan.

Ini tercermin dari transaksi berjalan (current account) yang membaik. Pada sembilan bulan pertama 2018, rata-rata transaksi berjalan Indonesia adalah -2,71% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam periode yang sama 2019, angkanya sedikit membaik menjadi -2,7% PDB.




Transaksi berjalan mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari pos ini dinilai lebih jangka panjang (sustainable) ketimbang arus modal di pasar keuangan.

Perbaikan transaksi berjalan, meski tipis, berarti pasokan valas ke perekonomian domestik lebih memadai. Jadi fundamental rupiah memang lebih kuat, sehingga investor memberi apresiasi.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular