Fitch Sebut Prospek Perbankan RI Negatif, Apa yang Buruk?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 December 2019 11:21
Fitch Ratings (Fitch) menyebutkan bahwa industri perbankan di Indonesia memiliki prospek negatif karena dihadapkan pada tantangan kualitas Aset
Foto: Reuters/Bahrain Mirror
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat utang global, Fitch Ratings (Fitch) menyebutkan bahwa industri perbankan di Indonesia memiliki prospek negatif karena dihadapkan pada tantangan kualitas Aset. Kondisi yang sama juga terjadi di China and India, bahkan kedua negara tersebut sedang berada di bawah tekanan untuk mendorong pemasukan dan modal sehingga dapat menopang pertumbuhan.

Selain itu, dalam laporan yang dirilis kemarin (3/13/2019), Fitch menyampaikan bahwa negara maju seperti Jepang juga mempunyai prospek negatif. Pasalnya, industri perbankan di Negeri Sakura semakin sulit untuk meningkatkan pendapatan mereka tanpa mengambil tambahan risiko karena tantangan dari model bisnis dan kondisi eksternal yang sulit.

Di lain pihak, Australia, Hong Kong dan Singapura dihadapi peningkatan risiko penurunan nilai (kerugian) seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga yang rendah, dan kompetisi yang tinggi.

Meski begitu, secara umum menurut Fitch sektor perbankan di kawasan Asia Pasifik memiliki prospek yang stabil. Analisa tersebut berdasarkan asumsi bahwa perbankan negara berkembang kawasan Asia Pasifik akan menerima sokongan dari pemerintah.

Sementara itu, untuk negara lainnya rating headroom mengindikasikan kemungkinan penurunan profil keuangan, terutama bagi Australian dan Jepang yang memiliki rating headroom paling tipis.

Sebagai informasi, rating headroom mengukur seberapa banyak ruang yang dimiliki perusahaan sebelum menghadapi risiko penurunan peringkat. Semakin tipis atau kecil rating headroom, maka risiko penurunan peringkat semakin besar.

Lebih lanjut, Fitch menambahkan bahwa peningkatan risk appetite secara bertahap akan berlanjut hingga tahun 2020. Risk appetite meningkat untuk mendukung pertumbuhan laba dengan kondisi tingkat suku bunga yang redah, tertekannya marjin bunga bersih (net intereset margin/NIM), perlambatan pertumbuhan, kompetisi ketat dan biaya yang tinggi.

Perilaku risk-taker akan muncul melalui berbagai aksi, seperti ekspansi ke pasar yang lebih berisiko, konsentrasi utang yang tinggi di sektor tertentu, merger dan akuisisi, serta memegang investasi dengan imbal hasil tinggi.

Pertumbuhan aset perbankan ditopang karena secara selektif mengurangi standar penjaminan terutama untuk pembiayaan konsumen dan usaha kecil dan menengah (UKM) dengan biaya pinjaman yang lebih murah atau jaminan yang lebih rendah.

Sektor perbankan juga akan meningkatkan paparan mereka pada sektor properti, baik secara langsung maupun tidak, dengan memberikan fasilitas pinjaman pada entitas keuangan non-bank.

Kemudian, Fitch menyebutkan bahwa risiko penurunan nilai hingga penurunan peringkat dapat meningkat jika industri perbankan tidak memperkuat penyangga (cadangan) mereka seiring dengan perilaku risk taker. Meskipun memang implikasinya tidak akan terbukti jika kondisi operasional perusahaan menjadi lebih jinak.

Sedangkan, di beberapa negara berkembang, profil kredit bank dapat tertekan, tidak hanya karena risiko kredit yang lebih tinggi, tapi juga karena resiko likuiditas yang besar. Kondisi ini terutama berlaku pada Vietnam dan China.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Alasan Fitch Ratings Pertahankan Outlook Negatif Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular