Efek Kebijakan GMW, Bahana: Saham Bank Bisa Cuan!

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
02 December 2019 15:15
Bahana menilai, meski tidak terlalu besar, pelonggaran ini menjadi sinyal kepada pasar bahwa BI sedang menempuh kebijakan akomodatif.
Foto: Pertemuan Tahunan BI : Sinergi, Transformasi, Inovasi Menuju Indonesia Maju/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum dan bank syariah dinilai akan berdampak positif bagi industri perbankan untuk menjaga laba bersih di tengah kondisi likuiditas perbankan yang masih ketat.

Dalam risetnya pada awal Desember ini, PT Bahana Sekuritas memaparkan, pelonggaran GWM yang dilakukan pada November sebesar 50 bps (basis poin) yang akan berlaku pada Januari 2020 akan menambah likuiditas di sistem perbankan sekitar Rp 26 triliun.

Dengan demikian, bila dihitung sejak Juni, BI sudah memangkas GWM sebesar 100 bps menjadi 5,5% untuk bank konvensional dan 4% untuk bank syariah.

Untuk diketahui, rasio GWM mengatur besaran Dana Pihak Ketiga (DPK) milik bank yang harus dititipkan di bank sentral. Jika rasio GWM dilonggarkan, praktis besaran dana yang harus dititipkan di bank sentral menjadi berkurang dan menambah likuiditas perbankan.


Bahana menilai, meski tidak terlalu besar, pelonggaran ini menjadi sinyal kepada pasar bahwa BI sedang menempuh kebijakan akomodatif yang masih akan berlanjut hingga tahun depan, karena rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) masih ketat di kisaran 97% per September 2019.

Analis Bahana Sekuritas Prasetya Christy Gunadi menjelaskan, penurunan GWM tidak serta merta mendorong kemampuan bank untuk menyalurkan kredit, karena tambahannya bagi pertumbuhan kredit diperkirakan sekitar 0,5%, sehingga dampaknya bagi penurunan LDR hanya sekitar 40 bps.

"Bagi sebagian bank besar pelonggaran ini akan berdampak positif bagi peningkatan laba bersih yang diperkirakan melebihi 1%,'' ungkap Prasetya Christy, dikutip CNBC Indonesia, Senin (2/12/2019).


Hingga akhir September 2019, kredit perbankan tercatat tumbuh sebesar 7,89% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Bahana memproyeksikan, kredit bank akan tumbuh di kisaran 9% dan akan tumbuh di kisaran 10% pada 2020, dengan telah mempertimbangkan pengaruh dari pemotongan suku bunga acuan dan pelonggaran GWM.

''Pemotongan GWM akan memberi ruang lebih besar bagi perbankan untuk membukukan pendapatan dari bunga kredit daripada bunga yang diperoleh dari penempatan dana di BI melalui GWM,'' kata Prasetya.

Bahana merekomendasikan beli untuk saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 5.300/saham, karena sebagai bank yang fokus membiayai usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) mengenakan bunga kredit yang lebih tinggi dibanding bank besar lainnya seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dengan rasio kredit bermasalah yang terjaga.

Dengan pelonggaran GWM, laba bersih BBRI diperkirakan akan naik sekitar 1,07% pada 2020.

Rekomendasi beli juga diberikan untuk Bank Mandiri, dengan target harga Rp 9.000/saham, karena bank yang memiliki kode saham BMRI ini fokus untuk menjaga pendapatan bunga bersih atau net interest margin (NIM) dan memperbaiki rasio kredit bermasalah.

Pelonggaran GWM diperkirakan akan membantu kenaikan laba bersih Bank Mandiri sebesar 1,04% pada 2020.

Dengan dilonggarkannya rasio GWM, maka likuiditas di bank akan bertambah dan bisa digunakan oleh mereka guna menggenjot penyaluran kredit. Hal ini lantas menjadi kabar positif di telinga pelaku pasar saham tanah air.

Saat ini, perekonomian Indonesia memang sedang lesu dan membutuhkan stimulus untuk dapat melaju dengan lebih kencang. Stimulus ini salah satunya bisa datang dari pemangkasan rasio GWM.

Meramal IHSG di akhir tahun

[Gambas:Video CNBC]

 


(tas/tas) Next Article GWM Naik Tiga Kali, BI Sedot Likuiditas Rp 200 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular