
Sengitnya AS-China Belum Bisa Panasi Harga Emas Untuk Melesat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 November 2019 20:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia belum banyak bergerak pada perdagangan Jumat (29/11/19) bahkan kini berbalik ke zona merah, padahal hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China sedang sengit.
Pada pukul 19:48 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.456,45/troy ons, melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan hari ini, emas sempat menguat tipis 0,08% ke level U$ 1.459,2/troy ons.
Emas merupakan aset yang menyandang status aset aman (safe haven). Status tersebut yang membawa harga emas melesat naik hingga ke level tertinggi lebih dari enam tahun US$ 1.557/troy ons di awal September lalu.
Perang dagang AS-China yang sudah berlangsung selama 16 bulan membuat perekonomian global melambat, bahkan ada ancaman resesi. Saat kondisi seperti itu daya tarik emas sebagai alternatif investasi menjadi meningkat. Para investor berbondong-bondong mengalihkan investasinya ke aset safe haven, dampaknya harga emas pun melesat.
Harapan akan adanya kesepakatan dagang AS-China sempat membuncah di awal pekan ini setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan kesepakatan dagang dengan China memasuki tahap akhir. Tetapi harapan itu kini meredup akibat hubungan kedua negara yang kembali sengit.
Peningkatan tensi hubungan kedua negara dipicu langkah Presiden Trump yang menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong, Pemerintah Beijing dibuat geram.
"Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Hu Xijin, redaktur di tabloid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China), mengungkapkan Pemerintah Beijing akan memberikan balasan dengan melarang orang-orang yang terlibat dalam pembuatan UU tersebut masuk ke wilayah China.
"Menurut apa yang saya tahu, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden Trump dan rakyat AS, China sedang mempertimbangkan untuk melarang orang-orang yang menyusun UU hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong ke daftar hitam. Mereka tidak bisa masuk ke China, Hong Kong, dan Makau," ungkap Hu dalam cuitan di Twitter.
Akibat memanasnya hubungan kedua negara, sentimen pelaku pasar memburuk yang tercermin dari melemahnya bursa saham Asia pada hari ini, dan mayoritas bursa saham Eropa. Saat kondisi seperti ini, daya tarik emas sebagai safe haven seharusnya bisa membawa harganya terus menguat. Tetapi nyatanya harga emas tidak banyak bergerak.
Logam mulia mendapat tantangan berat dari kondisi ekonomi AS yang membaik yang memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih optimistis terhadap kondisi ekonomi AS saat ini dibandingkan beberapa pekan lalu, dan suku bunga tidak akan dipangkas lagi.
Sepanjang tahun ini, The Fed sudah tiga kali menurunkan suku bunga, yang menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan harga emas hingga mencapai level tertinggi lebih dari enam tahun di US$ 1.557/troy ons September lalu.
Jika The Fed tidak lagi menurunkan suku bunga, maka satu pijakan emas untuk menguat kembali menjadi hilang, dan justru berisiko semakin tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Pada pukul 19:48 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.456,45/troy ons, melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan hari ini, emas sempat menguat tipis 0,08% ke level U$ 1.459,2/troy ons.
Emas merupakan aset yang menyandang status aset aman (safe haven). Status tersebut yang membawa harga emas melesat naik hingga ke level tertinggi lebih dari enam tahun US$ 1.557/troy ons di awal September lalu.
Perang dagang AS-China yang sudah berlangsung selama 16 bulan membuat perekonomian global melambat, bahkan ada ancaman resesi. Saat kondisi seperti itu daya tarik emas sebagai alternatif investasi menjadi meningkat. Para investor berbondong-bondong mengalihkan investasinya ke aset safe haven, dampaknya harga emas pun melesat.
Harapan akan adanya kesepakatan dagang AS-China sempat membuncah di awal pekan ini setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan kesepakatan dagang dengan China memasuki tahap akhir. Tetapi harapan itu kini meredup akibat hubungan kedua negara yang kembali sengit.
Peningkatan tensi hubungan kedua negara dipicu langkah Presiden Trump yang menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong, Pemerintah Beijing dibuat geram.
"Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Hu Xijin, redaktur di tabloid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China), mengungkapkan Pemerintah Beijing akan memberikan balasan dengan melarang orang-orang yang terlibat dalam pembuatan UU tersebut masuk ke wilayah China.
"Menurut apa yang saya tahu, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden Trump dan rakyat AS, China sedang mempertimbangkan untuk melarang orang-orang yang menyusun UU hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong ke daftar hitam. Mereka tidak bisa masuk ke China, Hong Kong, dan Makau," ungkap Hu dalam cuitan di Twitter.
Akibat memanasnya hubungan kedua negara, sentimen pelaku pasar memburuk yang tercermin dari melemahnya bursa saham Asia pada hari ini, dan mayoritas bursa saham Eropa. Saat kondisi seperti ini, daya tarik emas sebagai safe haven seharusnya bisa membawa harganya terus menguat. Tetapi nyatanya harga emas tidak banyak bergerak.
Logam mulia mendapat tantangan berat dari kondisi ekonomi AS yang membaik yang memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih optimistis terhadap kondisi ekonomi AS saat ini dibandingkan beberapa pekan lalu, dan suku bunga tidak akan dipangkas lagi.
Sepanjang tahun ini, The Fed sudah tiga kali menurunkan suku bunga, yang menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan harga emas hingga mencapai level tertinggi lebih dari enam tahun di US$ 1.557/troy ons September lalu.
Jika The Fed tidak lagi menurunkan suku bunga, maka satu pijakan emas untuk menguat kembali menjadi hilang, dan justru berisiko semakin tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular