Trading Forex: Yen Masih Lemah Meski AS-China Memanas

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 November 2019 10:26
Meski mata uang yang menyandang status aset aman (safe Haven) ini masih tertahan di level terlemah enam bulan.
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yen berhasil mencatat penguatan tipis 0,05% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (28/11/19) kemarin, sekaligus mengakhiri pelemahan dalam enam hari beruntun. Meski mata uang yang menyandang status aset aman (safe Haven) ini masih tertahan di level terlemah enam bulan.

Bahkan pada perdagangan hari ini, Jumat (29/11/19) pagi ini, yen sempat melemah 0,08% ke 109,59/US$, sebelum berbalik menguat 0,02% ke 109,48/US$ pada pukul 9:30 WIB di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Hubungan antara AS dengan China yang memanas kali ini tidak membuat daya tarik yen sebagai safe haven meningkat.



Langkah Presiden AS Donald Trump yang menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong membuat Pemerintah Beijing geram.

"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.



Sementara itu, Hu Xijin, redaktur di tabloid Global Times (yang berafiliasi dengan pemerintah China), mengungkapkan Pemeritah Beijing akan memberikan balasan dengan melarangan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan UU tersebut masuk ke wilayah China.

"Menurut apa yang saya tahu, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Presiden Trump dan rakyat AS, China sedang mempertimbangkan untuk melarang orang-orang yang menyusun UU hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong ke daftar hitam. Mereka tidak bisa masuk ke China, Hong Kong, dan Makau," ungkap Hu dalam cuitan di Twitter.

Hubungan AS-China yang kembali memanas membuat harapan akan adanya kesepakatan dagang kian meredup, sentimen pelaku pasar pun memburuk.

Tetapi yen masih belum mampu memanfaatkan situasi tersebut untuk menguat, dolar AS masih cukup perkasa. Sejak pekan lalu data ekonomi Paman Sam dirilis cukup apik yang membuat the greenback berjaya

Pada Kamis (21/11/19) indeks aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia dilaporkan naik menjadi 10,4 di bulan ini, jauh lebih tinggi dari bulan Oktober lalu sebesar 5,6. Sehari setelahnya Markit melaporkan indeks aktivitas manufaktur AS naik menjadi 52,2 di bulan ini, tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.



Kemudian Rabu kemarin, pembacaan kedua produk domestik bruto (PDB) AS dirilis sebesar 2,1% lebih tinggi dari pembacaan awal 1,9%.

Data lain menunjukkan pesanan barang tahan lama tumbuh 0,6% di bulan Oktober secara bulanan atau month-on-month (MoM). Di bulan sebelumnya, data ini turun 1,2%. Sementara pesanan barang tahan lama inti, yang tidak memasukkan sektor transportasi dalam perhitungan, juga tumbuh 0,6% MoM, dari bulan sebelumnya yang turun 0,4%.

Meski ada beberapa data yang kurang bagus, seperti inflasi (dilihat dari personal capital expenditure/PCE) yang pertumbuhannya masih rendah, tetapi serangkaian data tersebut cukup memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih optimis terhadap kondisi ekonomi AS saat ini dibandingkan beberapa pekan lalu, dan suku bunga tidak akan dipangkas lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Panasnya AS-Iran Bawa Yen ke Level Terkuat Tiga Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular