Parah! IHSG Ambles di Bawah 6.000, Terendah Sejak Mei

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
28 November 2019 16:29
Parah! IHSG Ambles di Bawah 6.000, Terendah Sejak Mei
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat melipir ke zona hijau pada awal perdagangan sesi I Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan hari ini dengan terkoreksi cukup dalam hingga 1,16% ke level 5.953,06 indeks poin. IHSG menyentuh level terendah setidaknya sejak 22 Mei 2019.



IHSG sah mencatatkan pelemahan 6 hari beruntun dengan total imbal hasil negatif mencapai 3,32%. Rapor merah 6 hari berturut-turut terakhir kali ditorehkan bursa saham acuan Ibu Pertiwi pada 20 Maret 2018.

Saham-saham yang turut menekan kinerja IHSG dari sisi nilai transaksi termasuk PT Indonesian Tobacco Tbk/ITIC (-6,82%), PT Surya Citra Media Tbk/SCMA (-5,67%), PT Media Nusantara Citra Tbk/MNCN (-4,83%), PT XL Axiata Tbk/EXCL (-4,72%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,13%).

Performa IHSG berbanding lurus dengan kinerja bursa saham utama kawasan Asia yang juga kompak mencatatkan koreksi. Indeks Straits Times melemah 0,48%, Shanghai melemah 0,47%, indeks Kospi turun 0,43%, indeks Hang Seng turun 0,22%, dan indeks Nikkei terkoreksi 0,12%.

Bursa saham acuan Benua Kuning kompak terperosok di zona merah seiring degan memanasnya hubungan Amerika Serikat (AS) dan China yang berpotensi menghambat tercapaiya kesepakatan dagang fase pertama.

Kemarin (27/11/2019), Presiden AS Donald Trump baru saja menandatangani Undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi di Hong Kong yang diusulkan oleh Kongres AS pekan lalu. Trump juga mengesahkan UU yang melarang penjualan amunisi seperti gas air mata dan peluru karet ke polisi Hong Kong.

"Saya meneken UU ini sebagai bentuk rasa hormat kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis yang dirilis Gedung Putih, dilansir dari CNBC International.

Beberapa jam setelah pernyataan tersebut dirilis, Kementerian Luar Negeri China langsung memberikan respon yang dengan tegas mengecam keputusan Trump dan berulang kali mengabaikan peringatan yang telah disampaikan Beijing.

"Kami menyarankan AS untuk tidak bertindak sewenang-wenang atau China harus dengan tegas melawan, dan AS harus menanggung segala konsekuensi yang dihasilkan," tulis Kementerian Luar Negeri China dalam situs resminya, merujuk pada terjemahan CNBC International.

Pihak Negeri Tiongkok juga menyampaikan bahwa Washington seharusnya tidak meremehkan komitmen China untuk menegakkan kebijakan satu negara dua sistem.

Wakil Menteri Luar Negeri China, Le Yucheng, kembali memanggil Duta Besar AS untuk China, Terry Branstad, hari ini dan meminta Washington untuk segera menghentikan intervensinya pada urusan dalam negeri China dan menghentikan kerusakan lebih lanjut atas hubungan diplomatik kedua negara, dilansir dari Reuters.
Bursa saham acuan Ibu Pertiwi tidak hanya mendapat tekanan dari pesimisme hubungan dagang AS, tapi juga dari potensi penguatan dolar AS (greenback) yang mengakibatkan aset keuangan berbasis rupiah menjadi kurang menarik di hadapan investor.

Greenback berpeluang menguat ditopang oleh data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 Negeri Paman Sam yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya.

Pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 direvisi ke atas menjadi 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik ketimbang pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.

Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% MoM pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.

Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.

"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters. Di lain pihak, faktor lainnya yang turut menekan IHSG adalah periode penyesuaian (rebalancing) indeks MSCI. Selama proses ini manajer dan bank investasi yang portofolionya merujuk indeks MSCI akan melakukan bersih-bersih saham.

Direktur Perdagangan BEI Laksono Widodo mengatakan tertekannya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ini masih akan berlangsung hingga proses penyesuaian indeks yang menjadi acuan saham global ini selesai.

Terdapat potensi bahwa saham-saham Indonesia akan turun proporsinya dalam indeks tersebut yang mengakibatkan manajer investasi mengobral saham-saham domestik ibu pertiwi.

Pasalnya, kali ini MSCI akan mulai menambahkan saham-saham kelas A asal China ke indeks-indeks MSCI Emerging Market yang sudah memasuki tahap ketiga.

Tahun lalu, Deutsche Bank pernah mengeluarkan estimasi bahwa jika inklusi saham-saham kelas A asal China ke dalam indeks-indeks MSCI Emerging Market tuntas, maka akan membuat porsi saham-saham asal Negeri Tirai Bambu bertambah menjadi 42%, sedangkan porsi Indonesia akan berkurang menjadi 1,76% dari sebelumnya 2,15%.

Adapun MSCI Inc. (Morgan Stanley Capital International) merupakan penyedia indeks saham dan obligasi terkemuka dunia. Indeks saham yang diracik perusahaan ini banyak dijadikan acuan oleh para manajer investasi dunia dalam mengelola dana investasi nasabah mereka.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular