
Sudah 4 Hari Mager, Rupiah Tunggu 15 Desember?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 November 2019 15:35

Presiden AS Donald Trump bersama Wakil Perdana Menteri China Liu He pada awal Oktober mengumumkan kesepakatan dagang akan dilakukan dalam beberapa fase, dan fase satu akan ditandatangani dalam beberapa pekan kemudian.
Harapan akan berakhirnya perang dagang AS-China menguat sejak saat itu. Ketika perang dagang berakhir, arus perdagangan internasional akan kembali lancar, perekonomian global diharapkan akan bangkit. Ketika perekonomian bangkit, para pelaku pasar akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, rupiah pun akan mendapat rezeki.
Namun, hingga saat ini kesepakatan fase satu tidak kunjung diteken, hubungan kedua negara justru mengalami tarik-ulur, panas-dingin. Hal tersebut membuat pelaku pasar lelah, dan lebih memilih sikap wait and see.
"Pasar lelah dengan permainan ping-pong perundingan dagang. Pasar saham terlihat masih ingin menguat dan optimistis kesepakatan dagang akan tercapai, tetapi pasar forex dan pasar obligasi sudah menyerah dengan permainan itu" kata Ray Attrill, kepala ahli strategi forex di National Australia Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.
Di pekan ini saja, harapan akan adanya kesepakatan dagang kembali dibuat naik-turun. Pada hari Selasa waktu AS, Presiden AS Trump menyatakan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan.
Pernyataan tersebut menyusul laporan CNBC International yang menyebutkan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, sudah berbicara dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.
"Kedua belah pihak membahas penyelesaian masalah-masalah inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus bagaimana masalah tersebut diselesaikan dan setuju untuk terus berdiskusi mengenai isu-isu untuk kesepakatan fase satu" tulis rilis Kementerian Perdagangan China, sebagaimana dilansir CNBC International.
Tetapi kini hubungan mesra kedua negara terancam retak lagi Sebabnya adalah Hong Kong.
Presiden AS Donald Trump pada Rabu waktu setempat menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong yang sebelumnya telah disetujui oleh Kongres AS.
Salah satu poin dalam UU tersebut adalah pemberian sanksi bagi pejabat China yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.
Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan AS agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China.
Menteri Luar Negeri China pagi ini memberikan pernyataan yang keras. "Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Keputusan AS ikut campur masalah di Hong Kong bisa jadi membuat China mempertimbangkan kembali kesepakatan dagang dengan AS. Apalagi beberapa pejabat China sebelumnya mengatakan meski ingin adanya kesepakatan dagang, tetapi China siap untuk perang dagang lebih lanjut.
Untuk diketahui, Presiden Trump sampai saat ini masih berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari China dengan total nilai US$ 160 miliar pada 15 Desember. Jika sampai batas waktu tersebut AS-China belum meneken kesepakatan fase satu, maka bea masuk akan berlaku perang dagang bukannya berakhir malah bisa tereskalasi.
(pap/pap)
Harapan akan berakhirnya perang dagang AS-China menguat sejak saat itu. Ketika perang dagang berakhir, arus perdagangan internasional akan kembali lancar, perekonomian global diharapkan akan bangkit. Ketika perekonomian bangkit, para pelaku pasar akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, rupiah pun akan mendapat rezeki.
Namun, hingga saat ini kesepakatan fase satu tidak kunjung diteken, hubungan kedua negara justru mengalami tarik-ulur, panas-dingin. Hal tersebut membuat pelaku pasar lelah, dan lebih memilih sikap wait and see.
Di pekan ini saja, harapan akan adanya kesepakatan dagang kembali dibuat naik-turun. Pada hari Selasa waktu AS, Presiden AS Trump menyatakan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan.
Pernyataan tersebut menyusul laporan CNBC International yang menyebutkan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, sudah berbicara dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.
"Kedua belah pihak membahas penyelesaian masalah-masalah inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus bagaimana masalah tersebut diselesaikan dan setuju untuk terus berdiskusi mengenai isu-isu untuk kesepakatan fase satu" tulis rilis Kementerian Perdagangan China, sebagaimana dilansir CNBC International.
Tetapi kini hubungan mesra kedua negara terancam retak lagi Sebabnya adalah Hong Kong.
Presiden AS Donald Trump pada Rabu waktu setempat menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong yang sebelumnya telah disetujui oleh Kongres AS.
Salah satu poin dalam UU tersebut adalah pemberian sanksi bagi pejabat China yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.
Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan AS agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China.
Menteri Luar Negeri China pagi ini memberikan pernyataan yang keras. "Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.
Keputusan AS ikut campur masalah di Hong Kong bisa jadi membuat China mempertimbangkan kembali kesepakatan dagang dengan AS. Apalagi beberapa pejabat China sebelumnya mengatakan meski ingin adanya kesepakatan dagang, tetapi China siap untuk perang dagang lebih lanjut.
Untuk diketahui, Presiden Trump sampai saat ini masih berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari China dengan total nilai US$ 160 miliar pada 15 Desember. Jika sampai batas waktu tersebut AS-China belum meneken kesepakatan fase satu, maka bea masuk akan berlaku perang dagang bukannya berakhir malah bisa tereskalasi.
(pap/pap)
Next Page
Dolar AS Sebenarnya Sedang Perkasa
Pages
Most Popular