
Sepanjang Sesi I IHSG Galau, Tak Berdaya & Menyerah Merah
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
26 November 2019 12:43

Sinyal optimisme damai dagang memang terus menyeruak beberapa hari ini, tetapi bukan berarti resiko AS-China cerai sudah hilang.
Analis bahkan memberikan pernyataan skeptis atas dialog lanjutan perwakilan dagang kedua negara.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Terlebih lagi mengingat pernyataan dari pihak Kementerian Luar Negeri China yang terus menerus mengecam campur tangan AS dalam isu politik di Hong Kong.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri China memanggil Duta Besar AS Terry Branstad untuk memprotes aksi Kongres AS yang menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong.
“untuk membenarkan kesalahannya dan berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan mencampuri urusan dalam negeri China,” tulis Wakil Menteri Luar Negeri China, Zheng Zeguang, dilansir dari Reuters.
Pernyataan ini datang setelah Penasihat Pertahanan Gedung Putih, Robert O’Brien pada Sabtu pekan kemarin (23/11/2019) yang optimis damai dagang dapat dicapai sebelum akhir tahun, tetapi di saat yang sama memperingatkan bahwa Presiden AS Donald Trump tidak akan menutup mata terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.
"Kami berharap bisa mencapai kesepakatan pada akhir tahun, saya masih merasa itu mungkin. Pada saat yang sama, kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien.
Intervensi Washington bukan tidak mungkin menjadi batu sandungan bagi tercapainya damai dagang yang ditunggu-tunggu sejak November.
Lebih lanjut, faktor lain yang juga mengkhawatirkan adalah pernyataan Trump yang menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak dapat imbang karena kepentingan Negeri Paman Sam harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional AS telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan China. Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Analis bahkan memberikan pernyataan skeptis atas dialog lanjutan perwakilan dagang kedua negara.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri China memanggil Duta Besar AS Terry Branstad untuk memprotes aksi Kongres AS yang menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong.
“untuk membenarkan kesalahannya dan berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan mencampuri urusan dalam negeri China,” tulis Wakil Menteri Luar Negeri China, Zheng Zeguang, dilansir dari Reuters.
Pernyataan ini datang setelah Penasihat Pertahanan Gedung Putih, Robert O’Brien pada Sabtu pekan kemarin (23/11/2019) yang optimis damai dagang dapat dicapai sebelum akhir tahun, tetapi di saat yang sama memperingatkan bahwa Presiden AS Donald Trump tidak akan menutup mata terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.
"Kami berharap bisa mencapai kesepakatan pada akhir tahun, saya masih merasa itu mungkin. Pada saat yang sama, kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien.
Intervensi Washington bukan tidak mungkin menjadi batu sandungan bagi tercapainya damai dagang yang ditunggu-tunggu sejak November.
Lebih lanjut, faktor lain yang juga mengkhawatirkan adalah pernyataan Trump yang menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak dapat imbang karena kepentingan Negeri Paman Sam harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional AS telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan China. Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular