
Sepanjang Sesi I IHSG Galau, Tak Berdaya & Menyerah Merah
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
26 November 2019 12:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak galau sepanjang perdagangan sesi I Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Selasa (26/11/2019). Dibuka menguat 0,34% ke level 6.091,24 indeks poin, belum satu jam perdagangan dimulai, IHSG sudah melipir di zona merah.
Dari grafik di atas terlihat bahwa bursa saham acuan Indonesia mencoba kembali mencatatkan penguatan. Namun usahanya gagal karena pada penutupan sesi I, IHSG mencatatkan koreksi 0,07% menjadi 6.066,36 indeks poin.
Saham-saham yang turut menekan kinerja IHSG dari sisi nilai transaksi di antaranya PT Sinergi Inti Plastindo Tbk/ESIP (18,46%), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk/TBIG (-3,38%), PT Jasa Marga Tbk/JSMR (-3,21%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,59%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,77%).
Kegalauan IHSG juga tercermin di bursa saham utama kawasan Asia yang bergerak bervariatif. Indeks Kospi menguat 0,64%, indeks Nikkei naik 0,43%, indeks Straits Times melemah 0,36%, indeks Hang Seng turun 0,1%, dan indeks Shanghai bergerak stagnan.
Katalis penguatan datang dari optimisme bahwa dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan China, benar-benar dapat menekan kesepakatan dagang fase pertama sebelum pergantian tahun. Hal ini terlihat dari perwakilan dagang kedua negara yang terus berupaya melanjutkan diskusi untuk menyelesaikan isu yang menghambat kata sepakat.
Merujuk pada pernyataan resmi Kementerian Perdagangan China, perwakilan dagang kedua negara telah melakukan diskusi melalui telepon untuk menyelesaikan isu inti yang menjadi perhatian kedua belah pihak.
"Kedua belah pihak telah mendiskusikan penyelesaian isu-isu inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus tentang bagaimana menyelesaikan masalah terkait (dan) setuju untuk tetap berkomunikasi membahas isu-isu yang tersisa untuk perjanjian fase pertama," merujuk terjemahan situs Kementerian Perdagangan China, dilansir CNBC International.
Sebelumnya, akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping. Hasilnya cukup positif, di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari Reuters.
Kemudian, kemarin (25/11/2019) Global Times (tabloid yang berafiliasi dengan Partai Komunis China) mewartakan bahwa AS-China sudah sangat dekat untuk menyepakati perjanjian dagang Fase I. Bahkan kedua negara siap untuk melanjutkan ke fase berikutnya.
"Bertentangan dengan apa yang dilaporkan berbagai media, China dan AS sudah sangat dengan kesepakatan damai dagang Fase I. China tetap berkomitmen untuk melanjutkan dialog untuk Fase II atau bahkan Fase III dengan AS, berdasarkan kesetaraan," cuit akun Twiter Global Times Sinyal optimisme damai dagang memang terus menyeruak beberapa hari ini, tetapi bukan berarti resiko AS-China cerai sudah hilang.
Analis bahkan memberikan pernyataan skeptis atas dialog lanjutan perwakilan dagang kedua negara.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Terlebih lagi mengingat pernyataan dari pihak Kementerian Luar Negeri China yang terus menerus mengecam campur tangan AS dalam isu politik di Hong Kong.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri China memanggil Duta Besar AS Terry Branstad untuk memprotes aksi Kongres AS yang menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong.
“untuk membenarkan kesalahannya dan berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan mencampuri urusan dalam negeri China,” tulis Wakil Menteri Luar Negeri China, Zheng Zeguang, dilansir dari Reuters.
Pernyataan ini datang setelah Penasihat Pertahanan Gedung Putih, Robert O’Brien pada Sabtu pekan kemarin (23/11/2019) yang optimis damai dagang dapat dicapai sebelum akhir tahun, tetapi di saat yang sama memperingatkan bahwa Presiden AS Donald Trump tidak akan menutup mata terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.
"Kami berharap bisa mencapai kesepakatan pada akhir tahun, saya masih merasa itu mungkin. Pada saat yang sama, kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien.
Intervensi Washington bukan tidak mungkin menjadi batu sandungan bagi tercapainya damai dagang yang ditunggu-tunggu sejak November.
Lebih lanjut, faktor lain yang juga mengkhawatirkan adalah pernyataan Trump yang menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak dapat imbang karena kepentingan Negeri Paman Sam harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional AS telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan China. Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Dari grafik di atas terlihat bahwa bursa saham acuan Indonesia mencoba kembali mencatatkan penguatan. Namun usahanya gagal karena pada penutupan sesi I, IHSG mencatatkan koreksi 0,07% menjadi 6.066,36 indeks poin.
Kegalauan IHSG juga tercermin di bursa saham utama kawasan Asia yang bergerak bervariatif. Indeks Kospi menguat 0,64%, indeks Nikkei naik 0,43%, indeks Straits Times melemah 0,36%, indeks Hang Seng turun 0,1%, dan indeks Shanghai bergerak stagnan.
Katalis penguatan datang dari optimisme bahwa dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan China, benar-benar dapat menekan kesepakatan dagang fase pertama sebelum pergantian tahun. Hal ini terlihat dari perwakilan dagang kedua negara yang terus berupaya melanjutkan diskusi untuk menyelesaikan isu yang menghambat kata sepakat.
Merujuk pada pernyataan resmi Kementerian Perdagangan China, perwakilan dagang kedua negara telah melakukan diskusi melalui telepon untuk menyelesaikan isu inti yang menjadi perhatian kedua belah pihak.
"Kedua belah pihak telah mendiskusikan penyelesaian isu-isu inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus tentang bagaimana menyelesaikan masalah terkait (dan) setuju untuk tetap berkomunikasi membahas isu-isu yang tersisa untuk perjanjian fase pertama," merujuk terjemahan situs Kementerian Perdagangan China, dilansir CNBC International.
Sebelumnya, akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping. Hasilnya cukup positif, di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari Reuters.
Kemudian, kemarin (25/11/2019) Global Times (tabloid yang berafiliasi dengan Partai Komunis China) mewartakan bahwa AS-China sudah sangat dekat untuk menyepakati perjanjian dagang Fase I. Bahkan kedua negara siap untuk melanjutkan ke fase berikutnya.
"Bertentangan dengan apa yang dilaporkan berbagai media, China dan AS sudah sangat dengan kesepakatan damai dagang Fase I. China tetap berkomitmen untuk melanjutkan dialog untuk Fase II atau bahkan Fase III dengan AS, berdasarkan kesetaraan," cuit akun Twiter Global Times Sinyal optimisme damai dagang memang terus menyeruak beberapa hari ini, tetapi bukan berarti resiko AS-China cerai sudah hilang.
Analis bahkan memberikan pernyataan skeptis atas dialog lanjutan perwakilan dagang kedua negara.
“Ini bukannya seperti mereka menyetujui kesepakatan fase pertama. Mereka hanya setuju untuk melanjutkan diskusi,” ujar Direktur Valas MUFG Bank, Singo Sato, seperti dikutip dari Reuters.
Terlebih lagi mengingat pernyataan dari pihak Kementerian Luar Negeri China yang terus menerus mengecam campur tangan AS dalam isu politik di Hong Kong.
Kemarin, Kementerian Luar Negeri China memanggil Duta Besar AS Terry Branstad untuk memprotes aksi Kongres AS yang menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong.
“untuk membenarkan kesalahannya dan berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan mencampuri urusan dalam negeri China,” tulis Wakil Menteri Luar Negeri China, Zheng Zeguang, dilansir dari Reuters.
Pernyataan ini datang setelah Penasihat Pertahanan Gedung Putih, Robert O’Brien pada Sabtu pekan kemarin (23/11/2019) yang optimis damai dagang dapat dicapai sebelum akhir tahun, tetapi di saat yang sama memperingatkan bahwa Presiden AS Donald Trump tidak akan menutup mata terhadap isu hak asasi manusia di Hong Kong.
"Kami berharap bisa mencapai kesepakatan pada akhir tahun, saya masih merasa itu mungkin. Pada saat yang sama, kami juga tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di Hong Kong atau Laut China Selatan atau wilayah lainnya di mana aktivitas China dinilai mengkhawatirkan," papar O'Brien.
Intervensi Washington bukan tidak mungkin menjadi batu sandungan bagi tercapainya damai dagang yang ditunggu-tunggu sejak November.
Lebih lanjut, faktor lain yang juga mengkhawatirkan adalah pernyataan Trump yang menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan China tidak dapat imbang karena kepentingan Negeri Paman Sam harus diutamakan.
Pasalnya, neraca perdagangan internasional AS telah menderita selama bertahun-tahun karena terus mengalami defisit atas transaksi dagang dengan China. Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular