Rupiah Keok Lawan Dolar AS, tapi Bukan yang Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 November 2019 09:25
Rupiah Keok Lawan Dolar AS, tapi Bukan yang Terburuk di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Dalam lima hari perdagangan, rupiah dibuat melemah tiga hari beruntun sejak awal pekan, menguat sekali di hari Kamis, dan berakhir imbang pada perdagangan terakhir kemarin.

Total sepanjang pekan ini rupiah mencatat pelemahan 0,09% saja, mengakhiri perdagangan Jumat kemarin di level Rp 14.080/US$. Meski melemah tipis, tetapi rupiah berada di dekat level terlemah satu bulan yang disentuh pada hari Kamis lalu.



Dibandingkan dengan mata uang utama Asia, kinerja rupiah terbilang cukup oke. Pelemahan 0,09% membawa rupiah menjadi mata uang terbaik Asia ke-empat. Baht Thailand menjadi mata uang terbaik pekan ini setala membukukan penguatan 0,23%, disusul dengan dolar Hong Kong yang menguat tipis 0,01%. Yen Jepang tiga besar, meski melemah 0,08%, sedikit lebih baik dari Mata Uang Garuda.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah lumayan besar melawan dolar AS. Peso Filipina menjadi mata uang terburuk, melemah 0,69% sepanjang pekan ini.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning di pekan ini.

Headline di pekan ini tertuju pada hubungan AS dan China yang panas dingin. Berbagai kabar mengenai perundingan kesepakatan dagang kedua negara berseliweran yang membuat sentimen pelaku pasar membaik kemudian memburuk lagi, dampaknya rupiah menjadi naik turun. 

Pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump mengatakan jika China tidak menandatangani kesepakatan dagang, maka bea masuk akan dinaikkan lagi.

"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan bea masuk, bahkan lebih tinggi lagi" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International

Sehari setelahnya Reuters melaporkan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS.

Di sisi lain, dari pihak China menyatakan banyak orang menyakini kesepakatan dalam waktu dekat, tetapi Pemerintah Beijing juga sudah siap dengan skenario perang dagang berkepanjangan.

"Beberapa orang China percaya bahwa China dan AS dapat mencapai kesepakatan segera. China menginginkan kesepakatan tetapi siap untuk skenario terburuk, perang dagang yang berkepanjangan" kata Hu Xijin, editor tabloid China Global Times yang terafiliasi dengan pemerintah, melalui Twitter, Rabu (20/11/19).

Di hari Kamis kabar bagus berhembus, China dikabarkan ingin bertemu langsung dengan AS, tidak hanya via telepon. Wall Street Journal yang mengutip dari sumber terkait mengatakan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, sudah mengundang para negosiator AS untuk mengadakan perundingan face-to-face Beijing. 

"China akan berusaha mencapai kesepakatan perdagangan awal dengan AS karena kedua belah pihak menjaga saluran komunikasi tetap terbuka" kata Kementerian Perdagangan China, sebagaimana dilansir CNBC International.


Bank Indonesia (BI) pada hari Kamis mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 5%. Dengan demikian BI mengakhiri rentetan penurunan suku bunga dalam empat bulan berturut-turut.

Tetapi BI bukan tanpa stimulus kali ini, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persnya mengumumkan bahwa rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dipangkas sebesar 50 basis poin, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2020.

"GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Dengan dilonggarkannya rasio GWM, maka likuiditas di bank akan bertambah dan bisa digunakan oleh mereka guna menggenjot penyaluran kredit. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi RI diharapkan akan lebih terpacu lagi. 



Usai pengumuman tersebut, rupiah akhirnya bisa memukul balik dolar dan masuk ke zona hijau di akhir perdagangan Kamis, dan mampu bertahan di hari Jumat. 

Berbagai kebijakan sudah dikeluarkan BI di tahun ini untuk memacu pertumbuhan ekonomi RI. Keputusan penurunan GWM seperti Kamis lalu juga bukan yang pertama. Pada Juni, BI sudah menurunkan GWM sebesar 50 bps yang berlaku efektif mulai 1 Juli.

Tidak cuma itu, BI juga sudah mengeluarkan berbagai 'peluru' lainnya. Pada Maret, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Maroprudensial (RIM) dari 80-92% menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.

'Amunisi' lain yang sudah dimuntahkan MH Thamrin adalah pelonggaran rasio pembiayaan kredit perbankan untuk properti dan kendaraan bermotor. Pada September, BI melonggarkan rasio Loan to Value/Loan to Financing (LTV/LTF) untuk kredit properti sebesar 5%, kredit kendaraan bermotor 5-10%, serta tambahan untuk kredit properti dan kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing 5%. Stimulus ini akan berlaku efektif pada 2 Desember.

Harapannya tentu saja pertumbuhan ekonomi RI bisa lebih terakselerasi lagi. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular