
Bos BI: Masih Ada Ruang Pelonggaran Kebijakan Moneter
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
22 November 2019 13:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan suku bunga acuan tetap di 5% dan Giro Wajib Minimum (GWM) turun 50 basis poin (bps).
Hasil rapat tersebut mendapat respons dari pemerintah. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mendukung langkah BI yang akomodatif.
"BI tentunya telah mempertimbangkan berbagai faktor dalam keputusannya baik yang berasal dari faktor di dalam negeri maupun di luar negeri. Keputusan mempertahankan BI 7 Days Reverse Repo Rate yang diambil BI, saya rasa itu merupakan keputusan optimal. Meski tekanan inflasi di dalam negeri berada pada tren yang menurun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level yang relatif stabil, BI kemungkinan masih memandang risiko eksternal masih cukup tinggi," kata Airlangga dalam keterangan tertulis.
Ke depan, Airlangga memandang peluang BI untuk menurunkan suku bunga kebijakan cukup besar. Pertama, ada tren penurunan inflasi di mana pada Oktober berada di 3,13% year-on-year (YoY). Kedua, terjaganya stabilitas rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kisaran Rp 14.000/US$. Ketiga, suku bunga kebijakan BI saat ini sebesar 5% masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, misalnya Filipina 4%, Malaysia 3%, dan Thailand 1,5%.
"Tentunya berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah saat ini dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak hanya memerlukan dukungan dari sisi fiskal tetapi juga sisi moneter dalam hal ini pihak Bank Indonesia," kata Airlangga.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo sepemahaman. Ruang pelonggaran moneter memang masih ada.
Namun, BI akan tetap melihat data dahulu sebelum memutuskan.
"Kami sampaikan ada forward guidance dan itu stance BI dengan perkiraan ekonomi global dan RI," kata Perry di Gedung BI, Jumat (22/11/2019).
"Ke depan BI akan cermati ekonomi global dan domestik dalam pertimbangkan terbukanya ruang kebijakan BI yang akomodatif," jelasnya.
Perry menekankan kembali, ruang kebijakan moneter memang masih ada. "Masih ada ruang, bisa kebijakan moneter seperti suku bunga, GWM dan lain-lain dan bisa di makroprudensial," kata Perry.
(dru) Next Article Gerak Cepat, Ini 5 Kebijakan Baru BI di Tengah Virus Corona
Hasil rapat tersebut mendapat respons dari pemerintah. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mendukung langkah BI yang akomodatif.
"BI tentunya telah mempertimbangkan berbagai faktor dalam keputusannya baik yang berasal dari faktor di dalam negeri maupun di luar negeri. Keputusan mempertahankan BI 7 Days Reverse Repo Rate yang diambil BI, saya rasa itu merupakan keputusan optimal. Meski tekanan inflasi di dalam negeri berada pada tren yang menurun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level yang relatif stabil, BI kemungkinan masih memandang risiko eksternal masih cukup tinggi," kata Airlangga dalam keterangan tertulis.
"Tentunya berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah saat ini dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak hanya memerlukan dukungan dari sisi fiskal tetapi juga sisi moneter dalam hal ini pihak Bank Indonesia," kata Airlangga.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo sepemahaman. Ruang pelonggaran moneter memang masih ada.
Namun, BI akan tetap melihat data dahulu sebelum memutuskan.
"Kami sampaikan ada forward guidance dan itu stance BI dengan perkiraan ekonomi global dan RI," kata Perry di Gedung BI, Jumat (22/11/2019).
"Ke depan BI akan cermati ekonomi global dan domestik dalam pertimbangkan terbukanya ruang kebijakan BI yang akomodatif," jelasnya.
Perry menekankan kembali, ruang kebijakan moneter memang masih ada. "Masih ada ruang, bisa kebijakan moneter seperti suku bunga, GWM dan lain-lain dan bisa di makroprudensial," kata Perry.
(dru) Next Article Gerak Cepat, Ini 5 Kebijakan Baru BI di Tengah Virus Corona
Most Popular