
Cucu & Cicit Bejibun, Tapi Banyak Tak Dukung Bisnis Inti BUMN
Monica Wareza, CNBC Indonesia
22 November 2019 10:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah cucu dan cicit usaha perusahaan pelat merah yang jumlahnya bisa ribuan menjadi sorotan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Banyaknya turunan anak usaha ini dinilai tak berdasar, bahkan cenderung tak menguntungkan bagi perusahaan holdingnya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bahkan mengatakan bahwa kementerian akan membubarkan atau menggabungkan dengan BUMN lain jika perusahaan tersebut dinilai tak menguntungkan.
"Kita menyoroti cucu-cicit perusahaan. Banyak anak perusahaan yang dibuat tidak tahu dasarnya apa," kata Arya Rabu (20/11/2019).
Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan seharusnya keberadaan cucu dan cicit perusahaan-perusahaan BUMN bisa mendukung usaha dari holding perusahaan.
Seperti contohnya, bisnis konstruksi milik PT Waskita Karya Tbk. (WSKT) diperkuat oleh anak usahanya yang memproduksi precast yakni PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) dan bisnis tolnya PT Waskita Toll Road.
"Intinya yg ideal bisnis anak perusahaan BUMN harus related dengan bisnis induknya," kata dia.
Namun, saat ini banyak cucu dan cicit dari perusahaan BUMN dibentuk namun justru tak memiliki hubungan dengan core business dengan induk bisnisnya dan banyak yang mengalami kerugian.
"Ini menunjukan tidak proper-nya keputusan mendirikan anak perusahaan," kata Toto kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/11/2019) malam.
Kemudian muncul masalah ketika jumlahnya menjadi semakin banyak. Kondisi tersebut dinilai disebabkan karena tak adanya koordinasi antarperusahaan BUMN ini yang seharusnya dikoordinasikan oleh kementerian.
Padahal seharusnya fungsi tersebut dijalankan langsung oleh pejabat sekelas deputi yang membawahi langsung perusahaan-perusahaan tersebut.
"Karena jumlah anak dan cucu BUMN semakin tidak terkendali, maka perlu regulasi yang jelas. Apalagi definisi anak perusahaan juga sudah masuk ke anggota holding seperti PTBA [PT Bukit Asam Tbk.], PT Timah Tbk. (TINS) dan PGAS [PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS)]," terangnya.
"Dibikin regulasi dalam rencana revisi UU 19/2003 tentang BUMN supaya mengatur tentang pertimbangan, kriteria pendirian anak perusahaan BUMN serta hubungan antarinduk dengan anak perusahaan BUMN."
Selain itu, ada baiknya jika dilakukan penggabungan anak usaha BUMN yang menjalankan bisnis yang sama.
"Misal group BUMN Karya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF), Pertamina memiliki anak perusahaan di bidang hotel. Sebaiknya anak dan cucu perusahaan ini digabungkan saja di bawah kendali BUMN PT Ina Hotel Natour yang memang spesialisasinya di bidang tersebut," tandasnya.
(hps/hps) Next Article BPK Sebut Jiwasraya Sistemik, BUMN: Jangan Dibikin Ramai!
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bahkan mengatakan bahwa kementerian akan membubarkan atau menggabungkan dengan BUMN lain jika perusahaan tersebut dinilai tak menguntungkan.
"Kita menyoroti cucu-cicit perusahaan. Banyak anak perusahaan yang dibuat tidak tahu dasarnya apa," kata Arya Rabu (20/11/2019).
Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan seharusnya keberadaan cucu dan cicit perusahaan-perusahaan BUMN bisa mendukung usaha dari holding perusahaan.
"Intinya yg ideal bisnis anak perusahaan BUMN harus related dengan bisnis induknya," kata dia.
Namun, saat ini banyak cucu dan cicit dari perusahaan BUMN dibentuk namun justru tak memiliki hubungan dengan core business dengan induk bisnisnya dan banyak yang mengalami kerugian.
"Ini menunjukan tidak proper-nya keputusan mendirikan anak perusahaan," kata Toto kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/11/2019) malam.
Kemudian muncul masalah ketika jumlahnya menjadi semakin banyak. Kondisi tersebut dinilai disebabkan karena tak adanya koordinasi antarperusahaan BUMN ini yang seharusnya dikoordinasikan oleh kementerian.
Padahal seharusnya fungsi tersebut dijalankan langsung oleh pejabat sekelas deputi yang membawahi langsung perusahaan-perusahaan tersebut.
"Karena jumlah anak dan cucu BUMN semakin tidak terkendali, maka perlu regulasi yang jelas. Apalagi definisi anak perusahaan juga sudah masuk ke anggota holding seperti PTBA [PT Bukit Asam Tbk.], PT Timah Tbk. (TINS) dan PGAS [PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS)]," terangnya.
"Dibikin regulasi dalam rencana revisi UU 19/2003 tentang BUMN supaya mengatur tentang pertimbangan, kriteria pendirian anak perusahaan BUMN serta hubungan antarinduk dengan anak perusahaan BUMN."
Selain itu, ada baiknya jika dilakukan penggabungan anak usaha BUMN yang menjalankan bisnis yang sama.
"Misal group BUMN Karya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF), Pertamina memiliki anak perusahaan di bidang hotel. Sebaiknya anak dan cucu perusahaan ini digabungkan saja di bawah kendali BUMN PT Ina Hotel Natour yang memang spesialisasinya di bidang tersebut," tandasnya.
(hps/hps) Next Article BPK Sebut Jiwasraya Sistemik, BUMN: Jangan Dibikin Ramai!
Most Popular