Urusan Muamalat, Mending Swasta yang Selamatkan Jangan BUMN!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 November 2019 08:12
Urusan Muamalat, Mending Swasta yang Selamatkan Jangan BUMN!
Foto: Bank Muamalat
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu terakhir, harga saham bank milik negara, utamanya yang masuk ke dalam kategori BUKU IV, babak belur.

Terhitung dalam periode 28 Oktober hingga 13 November, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ambruk 6,38%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 6,07%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 1,79%.

Pada perdagangan hari Kamis (14/11/2019), saham-saham bank BUMN masih saja dilego pelaku pasar. Per akhir perdagangan hari Kamis, harga saham BBNI turun 0,68% dan BBRI jatuh 0,51%. Sementara itu, harga saham BMRI ditutup flat di level Rp 6.875/unit.

Barulah pada perdagangan hari Jumat (15/11/2019) saham-saham bank BUMN bisa menguat. Per akhir perdagangan hari Jumat, harga saham BBRI melejit 3,81%, BBNI menguat 2,05%, dan BMRI naik 1,09%.

Tapi tetap saja, jika dihitung secara kumulatif dalam periode 28 Oktober-15 November, harga saham-saham bank BUMN masih mencatatkan koreksi: BBNI anjlok 4,79%, BBRI ambruk 3,31%, dan BMRI jatuh 0,71%.



Ambruknya harga saham bank-bank pelat merah ditengarai dipicu oleh kekhawatiran bahwa bank BUMN dipertimbangkan untuk menyelamatkan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dari permasalahan keuangan yang kini sedang menerpanya.

Kekhawatiran ini kembali mencuat pasca Wakil Presiden Ma'ruf Amin beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Oktober, menemui manajemen Bank Muamalat. Dikabarkan, ada pejabat bank BUMN yang ikut dalam pertemuan tersebut.

Sebelumnya, kekhawatiran bahwa bank pelat merah akan didorong untuk menyelamatkan Bank Muamalat sudah mencuat kala ada informasi yang beredar di pasar. Setidaknya, ada dua riset dari sekuritas yang membahas mengenai hal tersebut.

Salah satu riset tersebut menyatakan bahwa bank BUMN telah mengonfirmasi untuk melakukan uji tuntas atau due dilligence dalam rangka melakukan suntikan modal ke Bank Muamalat.

Sementara itu, riset lainnya menyatakan bahwa ada kemungkinan bank BUMN akan membeli sekurititasi dari pembiayaan bermasalah milik Bank Muamalat. Riset tersebut juga menyatakan bahwa akan menjadi preseden buruk bila bank BUMN membantu bank swasta seperti Bank Muamalat.

Untuk diketahui, Bank Muamalat memang bukan merupakan bank BUMN melainkan bank swasta. Malahan, mayoritas kepemilikan Bank Muamalat dipegang oleh investor asing.

Melansir publikasi laporan keuangan periode semester I-2019, sebanyak 32,74% kepemilikan Bank Muamalat dikuasai oleh Islamic Development Bank, 22% dikuasai Bank Boubyan, dan 17,91% dikuasai Atwill Holdings Limited. Ma'ruf Amin sendiri diketahui sempat menjabat sebagai Ketua Dewan pengawas Syariah di bank syariah pertama di Indonesia tersebut.

Hingga kini, memang belum jelas siapa pihak yang benar-benar akan menjadi juru selamat bagi Bank Muamalat. Di satu sisi, isu bahwa bank BUMN akan didorong untuk menyelamatkan Bank Muamalat santer beredar, namun di sisi lain kemungkinan bahwa pihak swasta akan turun tangan guna menyelamatkan Bank Muamalat juga ada.

Ilham Habibie yang saat ini menjabat Komisaris Utama Bank Muamalat mengaku bahwa dana yang akan digunakan untuk menyelamatkan bank syariah tertua di Indonesia ini sudah ada. Walaupun tidak berkomentar banyak, namun ia memberi pernyataan bahwa dana yang dibutuhkan sudah siap.

"Saya tidak bisa komentar. Saya enggak bisa komentar. Ini masalah izin saja. Uang sudah pada dimasukkan ke rekening penampung. Uang ada," kata Ilham saat ditemui di Kantor Wapres, Selasa (12/11/2019).

Uang ini ditengarai berasal dari kantong Al Falah Investment Pte Limited (Al Falah) yang merupakan perusahaan bentukan Ilham. Ilham mengatakan, fokusnya saat ini bukan di Al Falah, namun di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan izin guna menyerap rights issue Bank Muamalat.

"Ini bukan soal Al Falah, ini soal OJK," kata Ilham.

Menurut Tim Riset CNBC, memang lebih baik pihak swasta yang menyelamatkan Bank Muamalat dan bukan bank BUMN.


Saat ini, kondisi keuangan Bank Muamalat memang mengenaskan sehingga wajar jika pelaku pasar ‘menghukum’ saham-saham bank bank pelat merah menyusul isu bahwa mereka akan didorong untuk menyelamatkan Bank Muamalat.

Dalam periode Januari-Agustus 2019, berdasarkan laporan yang dipublikasikan perusahaan, laba bersih Bank Muamalat tercatat hanya mencapai Rp 6,57 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya (Januari-Agustus 2018), laba bersih perusahaan mencapai 110,9 miliar. Dalam delapan bulan pertama tahun 2019, laba bersih perusahaan anjlok hingga 94,1% secara tahunan.

Laba bersih yang hanya senilai Rp 6,57 miliar tersebut merupakan perolehan laba bersih terendah dalam delapan bulan pertama yang pernah dicatatkan oleh Bank Muamalat, setidaknya dalam empat tahun terakhir.



Ambruknya laba bersih perusahaan terjadi seiring dengan tekanan terhadap pos pendapatan utama perusahaan. Dalam periode Januari-Agustus 2019, pendapatan penyaluran dana ambruk sebesar 17% menjadi Rp 1,9 triliun, dari yang sebelumnya Rp 2,3 triliun pada periode Januari-Agustus 2018.

Pendapatan penyaluran dana yang hanya senilai Rp 1,9 triliun tersebut juga merupakan perolehan terendah dalam delapan bulan pertama yang pernah dicatatkan oleh Bank Muamalat, setidaknya dalam empat tahun terakhir.



Lebih lanjut, pendapatan setelah distribusi bagi hasil anjlok 51,5% menjadi Rp 415,6 miliar dalam periode Januari-Agustus 2019, dari yang sebelumnya Rp 857,3 miliar pada periode Januari-Agustus 2018.

Masih tingginya rasio pembiayaan bermasalah/Non-Performing Financing (NPF) menjadi faktor yang membebani kinerja keuangan perusahaan pada tahun ini. Per akhir Juni 2019, NPF (gross) berada di level 5,41%, melonjak dari NPF per akhir Juni 2018 yang sebesar 1,65%. Untuk diketahui, NPF Bank Muamalat per akhir 2018 berada di level 3,87%.



Dengan kinerja keuangan perusahaan yang begitu buruk, suntikan modal dikhawatirkan tak akan mampu memutarbalikkan kondisi Bank Muamalat. Suntikan modal dikhawatirkan hanya akan mampu memperpanjang nafas dari Bank Muamalat, sembari menggerogoti suntikan modal itu sendiri, yang santer diberitakan akan disalurkan oleh bank BUMN.

Kalaupun pembiayaan bermasalah dari Bank Muamalat disekuritisasi untuk kemudian dijual ke bank BUMN, hal ini juga tentu akan membawa mereka menghadapi risiko. Pasalnya, tak ada jaminan bahwa pembiayaan bermasalah tersebut bisa direstrukturisasi dan memberikan nilai tambah bagi pembelinya.



Dengan memperhatikan status dari Bank Muamalat yang bukan merupakan bank pelat merah melainkan bank asing, beserta dengan kinerja keuangannya yang amburadul, sudah sepatutnya pemerintah menahan diri dari mengerahkan bank-bank BUMN untuk melakukan penyelamatan.

Apalagi, bank-bank BUMN saat ini juga sedang menghadapi kesulitan tersendiri. Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, laba bersih dari BMRI, BBRI, dan BBNI memang masih tumbuh jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni masing-masing sebesar 11,9%, 5,4%, dan 4,7%.

Namun, pertumbuhannya jauh menipis jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018. Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, laba bersih BMRI melesat 20,1% secara tahunan, laba bersih BBRI melejit 14,6%, dan laba bersih BBNI melonjak 12,6%.



Menipisnya pertumbuhan laba bersih dari ketiga bank pelat merah tersebut salah satunya dipicu oleh perlambatan pertumbuhan di pos pendapatan bunga bersih/net interest income yang merupakan pos pendapatan utama mereka.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, pendapatan bunga bersih dari BBRI dan BBNI tercatat tumbuh masing-masing sebesar 4,6%, dan 3,3% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut jauh melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, pendapatan bunga bersih dari BBRI dan BBNI tumbuh di level 6,6% dan 10,6%.

Tercatat, hanya BMRI yang mampu membukukan kenaikan pertumbuhan pendapatan bunga bersih pada sembilan bulan pertama tahun ini, yakni menjadi 8,9%, dari yang sebelumnya 3,9% pada sembilan bulan pertama tahun 2018. Namun tetap saja, lonjakan pertumbuhan pertumbuhan pendapatan bunga bersih nyatanya tak mampu mengerek pertumbuhan laba bersih BMRI.



Tak heran jika pendapatan bunga bersih dari BBRI dan BBNI melorot. Pasalnya, marjin bunga bersih/net interest margin (NIM) dari keduanya begitu tertekan pada tahun ini. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, NIM BBRI jatuh hingga 60 basis poin (bps) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sementara NIM dari BBNI turun 40 bps.

Sebagai informasi, NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.

Tak berlebihan jika NIM dikatakan sebagai 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.



Sudah marjin menipis, perbankan juga kini dihadapkan dengan kondisi perekonomian yang lesu yang membuat penyaluran kredit tertekan. Per akhir kuartal III-2018, penyaluran kredit dari BMRI, BBRI, dan BBNI tercatat tumbuh masing-masing sebesar 13,8%, 16,5%, dan 15,6% jika dibandingkan dengan posisi per akhir kuartal III-2017. Per akhir kuartal III-2019, pertumbuhannya menyusut menjadi masing-masing sebesar 7,8%, 11,6%, dan 14,7% (dibandingkan posisi per akhir kuartal III-2018).



Tak sampai disitu, perbankan kini juga dihadapkan dengan permasalahan ketatnya likuiditas. Per akhir kuartal III-2019, Loan to Deposits Ratio (LDR) BMRI tercatat berada di level 94,13%, naik dari posisi per akhir kuartal III-2018 yang sebesar 93,53%. Sementara itu, LDR dari BBRI naik menjadi 94,15%, dari sebelumnya 92,69%. Untuk BBNI, LDR naik menjadi 96,6%, dari yang sebelumnya 89%.

Kalau bank-bank BUMN dipaksa untuk menyelamatkan Bank Muamalat, masalah yang mereka hadapi akan bertambah banyak dan ujung-ujungnya, kinerja keuangannya bisa semakin tertekan.

Jika ini yang terjadi, kemampuan dari bank-bank BUMN untuk menstimulasi perekonomian Indonesia akan menjadi berkurang. Hanya karena Bank Muamalat, perekonomian Indonesia bisa menjadi korban sampingan. Pemerintah tentu tak mau hal ini terjadi kan?



Lebih lanjut, jika pemerintah nekat memaksa bank-bank BUMN untuk menyelamatkan Bank Muamalat dan jika kinerja dari bank-bank BUMN menjadi terganggu karenanya, penerimaan negara bisa menipis.

Sebagai bank pelat merah, Bank Mandiri, BRI, dan BNI setiap tahunnya rutin menyetor dividen ke pemerintah. Pada tahun 2018, secara total pemerintah meraup penerimaan senilai Rp 45,06 triliun dari pembayaran dividen perusahaan-perusahaan pelat merah.

Dari jumlah tersebut, senilai Rp 15,9 triliun atau setara dengan 35,3% disumbang oleh Bank Mandiri, BRI, dan juga BNI.

Dengan dana sebesar itu, pemerintah menjadi memiliki amunisi lebih untuk menggenjot pembangunan. Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu.

Pada awal bulan ini tepatnya tanggal 5 November, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Lantas, secara keseluruhan laju perekonomian di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan, hampir mustahil untuk mampu tumbuh sesuai dengan target pemerintah yang sebesar 5,3%.

Di tengah perekonomian yang sedang lesu seperti ini, tentu pemerintah memerlukan amunisi untuk menggenjot pembangunan, yang salah satunya bisa datang dari dividen.

Kalau sampai bank-bank BUMN ‘diganggu’ dengan dipaksa untuk menyelamatkan Bank Muamalat dan jika kinerja keuangan mereka menjadi tertekan karenanya, praktis penerimaan dividen bisa turun dan membatasi ruang gerak pemerintah.

Lebih lanjut, pemaksaan terhadap bank-bank BUMN untuk menyelamatkan Bank Muamalat bisa mengganggu kondisi pasar saham tanah air. Seperti yang sudah disebutkan di halaman pertama, saham-saham bank BUMN sudah ‘dihukum’ oleh pelaku pasar seiring dengan isu bahwa mereka akan dipaksa untuk menyelamatkan Bank Muamalat.

Kalau ternyata isu ini benar menjadi kenyataan, aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUMN bisa semakin besar. Hal ini tentu menjadi ancaman yang besar bagi pasar saham tanah air.

Pasalnya, sektor jasa keuangan merupakan sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indeks saham acuan di Indonesia. Per penutupan perdagangan hari Jumat, sektor jasa keuangan menyumbang sebesar 33,19% dari total kapitalisasi pasar IHSG.

Kala tekanan jual terhadap saham-saham bank BUMN tak bisa diredam, tentu IHSG akan mendapatkan tekanan yang besar pula. Tekanan yang besar terhadap IHSG bisa mengurangi minat dari perusahaan-perusahaan untuk mencari pendanaan lewat pasar modal. Ujung-ujungnya, lagi-lagi perekonomian Indonesia yang menjadi taruhan.

Jadi, ada risiko yang begitu besar yang dihadapi pemerintah jika ingin menyelamatkan Bank Muamalat melalui tangan-tangan bank pelat merah. Opsi yang paling aman adalah membiarkan pihak swasta yang turun tangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(ank/ank) Next Article Gusar Penyelamatan Muamalat-Jiwasraya, Saham Bank BUMN Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular