
Ritel Lesu, Hypermart Tak Tambah Gerai di 2020
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
15 November 2019 18:29

Tangerang, CNBC Indonesia- Emiten ritel pengelola Hypermart dan Foodmart, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) masih akan fokus melakukan efisiensi dengan tidak menambah gerai baru di tahun depan. Hal ini mempertimbangkan kondisi industri ritel yang masih melambat.
Danny Kojongian, Sekretaris Perusahaan Matahari Putra Prima menjelaskan, efisiensi itu antara lain fokus mengelola biaya secara ketat, memaksimalkan gerai eksisting dan lebih selektif dalam memilih produk yang dijual kepada konsumen.
"Kita lebih menahan diri membuka gerai baru, fokus pada efisiensi," ungkap Danny saat ditemui di Karawaci, Tangerang, Jumat (15/11/2019).
Perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi pada triwulan ketiga 2019, di mana, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hanya tumbuh 5,01% dari periode yang sama tahun lalu 5,17% secara tahunan. Dampaknya terasa pada penjualan bersih anak usaha Grup Lippo ini yang terkoreksi 19,8% pada kuartal III-2019 menjadi Rp 6,64 triliun dari tahun lalu Rp Rp 8,28 triliun.
Sepanjang sembilan bulan pertama MPPA masih belum berhasil membukukan laba. Rugi bersih yang diatribusikan kepada entitas induk Rp 265,79 miliar, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 335,85 miliar.
Pada tahun depan, emiten dengan kode saham MPPA ini berencana mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 150 miliar. Perseroan, memang menerapkan strategi meninggalkan kerja sama yang sifatnya business to business (B2B) dan kembali fokus ke bisnis konsumen ritel.
Salah satunya melalui kerja sama lisensi dengan The Walt Disney Indonesia yang berlaku tiga tahun ke depan. Dalam kerja sama tersebut. produk-produk MPPA akan di-branding pelbagai karakter Disney dan dijual di seluruh gerai yang dikelola perseroan.
Dari kerja sama ini, kata Danny, diharapkan ada peningkatan dari traffic jumlah pengunjung sebanyak 20% per tahun.
Hadir dalam kesempatan sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, industri ritel tanah air memang sedang mengalami anomali karena terjadi pergeseran dari cara-cara konvensional ke bentuk baru. Agar tidak kian tergerus, kata Roy, industri ritel harus melakukan inovasi.
Namun, Roy mengakui, di tengah tren perlambatan konsumsi domestik, ritel masih tetap tumbuh ketimbang industri lain yang lebih volatil bahkan negatif seperti batu bara dan crude palm oil (CPO). Namun, dia mengakui, pertumbuhan gerai ritel modern 9% memang masih di bawah proyeksi alias underperform.
"Seharusnya ritel modern bisa tumbuh 3-4 kali pertumbuhan ekonomi. Tapi, industri ritel tidak akan sampai hilang atau tergerus, saat ini memang melambat tapi masih lebih baik dari industri lain," tandasnya.
(dob/dob) Next Article Diborong Gojek, Saham MPPA Malah 5 Hari Kena ARB
Danny Kojongian, Sekretaris Perusahaan Matahari Putra Prima menjelaskan, efisiensi itu antara lain fokus mengelola biaya secara ketat, memaksimalkan gerai eksisting dan lebih selektif dalam memilih produk yang dijual kepada konsumen.
"Kita lebih menahan diri membuka gerai baru, fokus pada efisiensi," ungkap Danny saat ditemui di Karawaci, Tangerang, Jumat (15/11/2019).
Sepanjang sembilan bulan pertama MPPA masih belum berhasil membukukan laba. Rugi bersih yang diatribusikan kepada entitas induk Rp 265,79 miliar, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 335,85 miliar.
Pada tahun depan, emiten dengan kode saham MPPA ini berencana mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 150 miliar. Perseroan, memang menerapkan strategi meninggalkan kerja sama yang sifatnya business to business (B2B) dan kembali fokus ke bisnis konsumen ritel.
Salah satunya melalui kerja sama lisensi dengan The Walt Disney Indonesia yang berlaku tiga tahun ke depan. Dalam kerja sama tersebut. produk-produk MPPA akan di-branding pelbagai karakter Disney dan dijual di seluruh gerai yang dikelola perseroan.
Dari kerja sama ini, kata Danny, diharapkan ada peningkatan dari traffic jumlah pengunjung sebanyak 20% per tahun.
Hadir dalam kesempatan sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, industri ritel tanah air memang sedang mengalami anomali karena terjadi pergeseran dari cara-cara konvensional ke bentuk baru. Agar tidak kian tergerus, kata Roy, industri ritel harus melakukan inovasi.
Namun, Roy mengakui, di tengah tren perlambatan konsumsi domestik, ritel masih tetap tumbuh ketimbang industri lain yang lebih volatil bahkan negatif seperti batu bara dan crude palm oil (CPO). Namun, dia mengakui, pertumbuhan gerai ritel modern 9% memang masih di bawah proyeksi alias underperform.
"Seharusnya ritel modern bisa tumbuh 3-4 kali pertumbuhan ekonomi. Tapi, industri ritel tidak akan sampai hilang atau tergerus, saat ini memang melambat tapi masih lebih baik dari industri lain," tandasnya.
(dob/dob) Next Article Diborong Gojek, Saham MPPA Malah 5 Hari Kena ARB
Most Popular